Harga CPO Sudah Anjlok 24% Saat Pasokan Masih Tinggi, Ada Apa?

Jakarta, law-justice.co - Tren penurunan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) masih belum berakhir. Sepanjang pekan ini, CPO jebol 6,5%, setelah ambrol lebih dari 11% pada pekan lalu. Bahkan, persediaan CPO yang masih tinggi di Malaysia dan Indonesia serta permintaan yang rendah membuat harganya terus merosot, bahkan diprediksi anjlok lagi dalam beberapa bulan ke depan.


Melansir data Refinitiv, harga CPO di Bursa Derivatif Malaysia untuk kontrak bulan September mengakhiri pekan ini di level 3.424 ringgit (RM) per ton. Level tersebut merupakan yang terendah sejak awal Februari lalu. Selain itu, jika melihat lebih ke belakangan, dalam lima pekan terakhir, harga CPO sudah ambrol lebih dari 24%.

Baca juga : Ekspor Batu Bara dan Sawit Anjlok di Atas 30 Persen Oktober 2023

Dengan kemerosotan tersebut minyak nabati ini kini nyaris masuk ke bear market (tren menurun), apalagi dengan sentimen bearish yang masih kuat.

Suatu aset dikatakan masuk ke dalam bear market jika mengalami penurunan setidaknya 20% dari puncak tertinggi. Selain itu, tren penurunan tersebut setidaknya berlangsung selama 2 bulan.

Baca juga : Harga CPO Berjangka Diprediksi Melemah di Akhir Tahun, Ini Penyebabnya

Jika dilihat dari puncak harga CPO RM 4.515/ton yang dicapai pada 12 Mei lalu, CPO sudah ambrol 24,33%. Bahkan jika dilihat dari level terendah yang disentuh pekan ini RM 3.251/ton, CPO jeblok lebih dari 28%.

Data Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) menunjukkan persediaan minyak sawit Negeri Jiran di akhir Mei naik 1,5% dari bulan sebelumnya menjadi 1,57 juta ton.

Baca juga : Keberanian Kejagung Tangani Kasus Korupsi Airlangga Dipertanyakan

Kenaikan tersebut diakibatkan oleh peningkatan produksi dan melemahnya ekspor. Produksi CPO naik 2,84% dibanding bulan sebelumnya menjadi 1,57 juta ton sementara ekspor melemah 6% secara bulanan menjadi 1,27 juta ton.

CGS-CIMB dalam risetnya mengatakan sentimen bearish masih akan terus membayangi harga CPO hingga ada kejelasan terkait tingkat produksinya.

"Para pelaku industri dan analis meninjau kembali perkiraan produksi mereka di Malaysia (produsen CPO terbesar kedua di dunia setelah Indonesia), sebab lonjakan kasus Covid-19 membuat tenaga kerja mengalami penurunan," tulis riset tersebut sebagaimana dikutip The Edge Markets, Minggu (20/6/2021)

Sementara itu, permintaan CPO masih lemah yang terlihat dari ekspor Malaysia untuk periode 1-15 Juni 2021 diestimasi turun 7,9% dibanding bulan sebelumnya 657.474 ton oleh Societe Generale de Surveilance, sebagaimana dilaporkan Reuters.

Sementara itu Jim Teh, trader minyak sawit senior di Interband Group of Companies mengatakan penurunan harga CPO masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan sebab tingginya persediaan di Malaysia dan Indonesia sebaliknya permintaan masih lemah.

"Tidak ada peristiwa besar (yang dapat memicu peningkatan permintaan) dalam beberapa bulan ke depan. Kami memperkirakan tren masih bearish, begitu juga dengan lemahnya permintaan yang membuat harga CPO akan terus menurun," kata Teh kepada Bernama, sebagaimana dilansir The Star.