law-justice.co -
Merger dua rintisan digital raksasa Gojek-Tokopedia melahirkan GoTo dinilai punya sisi negatif. Meski bakal memiliki kekuatan besar di bisnis digital dalam negeri, namun bisa mengulang pada kasus raksasa digital di China. Hasil merger dua raksasa teknologi Tanah Air, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) dan PT Tokopedia resmi diprediksi membentuk entitas superapp baru bernama GoTo dengan valuasi hingga US$40 miliar atau setara dengan Rp572,9 triliun.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan, sisi negatif merger dua raksasa digital Indonesia itu ada pada sistem yang terintegrasi yang terakses hanya ke segelintir pemain sehingga riskan menciptakan oligopoli.
Hal tersebut mampu menghambat lahirnya inovasi para pemain baru dan pemain kecil yang masuk dalam bisnis ride hailling apps.
“Keduanya memiliki kekuatan yang setara yang siap mengguncangkan bisnis digital di Indonesia. Kehadiran Grup GoTo diyakini akan saingi Shopee dan lain-lain. Tapi sisi negatifnya, bisa menghambat pemain baru dan kecil untuk masuk di bisnis yang sama,” ujarnya, kepada Portal Indonesia di Jakarta,
Di sisi lain Gojek Tokopedia Merger, GoTo Akan Jadi Pelengkap Layanan Jasa dan Barang
Penggabungan dua mitra ini menguntungkan dua pihak karena masing-masing memiliki data base customer yang tidak sedikit. "Tapi sisi negatifnya, juga ada pada penyebaran informasi milik customer yang dimanfaatkan GoTo serta mitra-mitranya,” ungkapnya.
Kemunculan Grup GoTo di tanah air menjadi salah satu masalah antitrust terkait dengan monopoli pasar digital. Bhima menuturkan, merger Gojek Tokopedia berdampak negatif pada pemain kecil start up yang baru berdiri dan mau bersaing di eCommerce.
Start up kecil akan kesulitan karena eCommerce-nya sudah terintegrasi membuat switching cost.
pengalaman penulis Ridwan dalam rangka fintek koperasi, saat berhadapan pemaparannya dengan pihak bank Indonesia, diawal sudah wanti wanti menyebutkan, Starbuk saja 1 tahun prosesnya belum selesai , tersirat menyatakan bahwa gimana kamu perusahaan modal kecil saja mau coba , yang besar saja prosesnya seperti itu mengisyaratkan sudah amanya bergabung saja bukan jadi competitor,
“Tapi disisi lain kalo pengembangannya arahnya kepada digital wallets, digital landing, maka diskon maupun promo ride hailing apps, pesan antar penumpang itu mungkin akan semakin kurang. Sudah mulai berintegrasi pada profitabilitas,” pungkas Bhima. (TYO)
kata pengamat dan Direktur Eksekutif ICT Heru Sutadi kepada Media beberapa waktu lalu . "Kalau istilah dalam dunia digital, penggabungan ini makin memperkuat menjadi super apps. Dalam bisnis umum disebut konglomerasi. Memang harus diwaspadai dampak negatifnya," "Dampak negatifnya pemain baru di sektor ride hailing dan e-commerce akan sulit masuk. Konglomerasi juga akan sulit diatur oleh negara karena penguasaan hulu ke hilir misalnya," lanjutnya.
Dikatakan Heru, strategi ini tampaknya mengikuti langkah yang dilakukan perusahaan seperti Alibaba serta raksasa digital lainnya seperti Alphabet induk perusahaan Google, dan Facebook.
Mengenai pendapat bahwa merger akan memunculkan monopoli pasar, dalam kasus Gojek-Tokopedia, Heru tidak sependapat. Hal itu karena menurutnya, bisnis Gojek dan Tokopedia berbeda.
"Monopoli kan jika beberapa pemain pada pasar yang sama bergabung dan menguasai pasar. Tapi ini dua pemain dengan pasar yang berbeda sebenarnya," ujarnya.
Apa comment dari nitizen :
(Gilly)Ini mah monopoli usaha, kalau di singapura melanggar hukum
(Suyitno) tokopedia pake ovo, grab pake ovo. kalo tokopedia sama gojek gabung, trus nasib ovo gmn?
( Widi Warisno) Nanti pengiriman barang cuma pke gosend dan pembayaran menggunakan gopay. Ovo bubar. Rezeky baru buat driver gojek. Mantaplah mereka berdua ini.