Ironi, 23 Tahun Reformasi Berbuah Dinasti Politik

Jakarta, law-justice.co - Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia Democratic Policy Satyo Purwanto menilai elite politik tidak sungguh-sungguh ingin ada perubahan setelah 23 tahun reformasi.

"Gerakan reformasi diharapkan agar terjadi perubahan di berbagai bidang kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi, dan kebebasan untuk menyuarakan pendapat," ujarnya, dikutip dari Genpi, Sabtu (22/5/2021)

Baca juga : PDIP Akui Khilaf Saat Usung Gibran di Pilwakot 2020

Tidak hanya itu, menurutnya keadlian substansif hukum dan perekonomian menjadi hal yang sangat penting setelah reformasi berjalan selama 23 tahun. "Kini mulai terlihat menjengkelkan. Keadaan sosial-politik Indonesia, ekonomi semakin neoliberal, hukum masih tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, dan ada pula politik dinasti," katanya.

Tidak hanya itu, setelah 23 tahun reformasi, menurutnya UU telah didominasi oleh syahwat neoliberal yang bertujuan untuk mengeruk untung. "Reformasi memang memiliki cacat bawaan. Para elite politik tidak sungguh-sungguh ingin perubahan, wajah politik Indonesia bermetamorfis namun karakternya mewarisi watak orde baru yang otoritarian," ujarnya. Selain itu, menurutnya, semua hal itu dikemas atas nama undang-undang. Menurutnya, oligarki menguasai seluruh elemen cabang-cabang kekuasaan.

Baca juga : Pakar Ungkap Realitas Dinasti Politik Jokowi Kian Mengkhawatirkan

"Tak heran bangsa Indonesia tidak pernah selesai dalam masa transisi demokrasi," ujarnya. Bahkan, dirinya juga mengatakan bahwa hal ini adalah suatu kerugian besar bagi bangsa Indonesia. Sebab semakin lama waktu terbuang dan semakin besar cost sosial yang dibutuhkan.

"Resikonya dalam jangka panjang bangsa Indonesia akan tertinggal disemua sektor lini kehidupan dalam berkompetisi dalam ruang global," pungkasnya.

Baca juga : Rakyat RI Diracuni Virus Pembunuh Demokrasi Bernama Dinasti Politik!