Junta Militer Myanmar `Maksa` Ikut Dalam KTT, Bagaimana Sikap ASEAN?

law-justice.co - Pemerintah `bayangan` Myanmar mendesak para pemimpin di Asia Tenggara (ASEAN) untuk memberikan kursi untuk mereka dalam pertemuan di Jakarta minggu depan. Lebih lanjut mereka juga meminta agar rezim militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari lalu tidak diakui secara resmi.


Seperti dilansir AFP, Minggu (18/4/2021) Pemimpin Junta Min Aung Hlaing diperkirakan akan bergabung dalam pertemuan ASEAN di Myanmar di Jakarta pada Sabtu mendatang - perjalanan resmi pertamanya ke luar negeri sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.

Baca juga : PM Malaysia Ungkap Otak Kudeta Setuju Akhiri Kekerasan di Myanmar

Junta militer telah berusaha untuk memadamkan gerakan antikudeta dengan kekuatan mematikan. Menurut kelompok pemantau lokal, pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan lebih dari 730 orang.

Diundangnya Min Aung Hlaing ke pertemuan blok 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) itu menuai cemoohan dari para aktivis Myanmar. Mereka mendesak para pemimpin asing untuk tidak secara resmi mengakui junta militer.

Baca juga : Jokowi Desak Pemimpin Kudeta Militer Hentikan Kekerasan di Myanmar

Moe Zaw Oo, Wakil Menteri Luar Negeri untuk `Pemerintah Persatuan Nasional` (NUG) - yang dibentuk pada Jumat (16/4) oleh anggota parlemen yang digulingkan dan para politisi etnis-mengatakan ASEAN belum menghubungi mereka.

"Jika ASEAN ingin membantu menyelesaikan situasi Myanmar, mereka tidak akan mencapai apa pun tanpa berkonsultasi dan bernegosiasi dengan NUG, yang didukung oleh rakyat dan memiliki legitimasi penuh," katanya kepada layanan Burma Voice of America.

Baca juga : Lawan Tentara Myanmar, Utusan PBB Tiba di Jakarta Hari Ini

"Ini penting agar dewan militer ini tidak diakui. Ini perlu ditangani dengan hati-hati."imbuhnya.

Pada Minggu (18/4) protes antikudeta terus berlanjut di seluruh negeri. Para pengunjuk rasa berdemonstrasi di Mandalay, Meiktila, Magway dan Myingyan, menunjukkan dukungan untuk NUG.

Di daerah Palaw, para demonstran mengacungkan spanduk yang bertuliskan: "Diktator militer seharusnya tidak diizinkan untuk memerintah. Kediktatoran akan dicabut. Dukung Pemerintah Persatuan Nasional."

Demonstran muda juga menggelar aksi protes dengan mengendarai sepeda motor sambil membawa bendera di Hpakant dan Sagaing.

Malam sebelumnya, terjadi bentrokan hebat di pusat kota penghasil permata, Mogok, ketika pasukan keamanan menindak pengunjuk rasa. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) memverifikasi dua kematian di Mogok.