Penggabungan Kementerian Momentum Jokowi Reshuffle 4 Menteri Ini

law-justice.co - Isu reshuffle kabinet mencuat pasca Rapat Paripurna DPR RI menyepakati penggabungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Selain itu, DPR juga menyetujui pembentukan Kementerian Investasi yang menggantikan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, mengatakan jika reshuffle nantinya jadi dilakukan, momentum itu sebaiknya digunakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengganti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.

Baca juga : DPR RI Tolak Normalisasi Indonesia-Israel

Pasalnya, selama memimpin Kemendikbud, belum ada gebrakan yang membanggakan dari Nadiem. Hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) juga menginginkan Nadiem di-reshuffle.

"Dengan bergabungnya Kemenristek ke Kemendikbud, Nadiem dikhawatirkan semakin tak mampu memimpin kementerian tersebut. Padahal melalui penggabungan itu diharapkan riset akan semakin berkembang di Indonesia, khususnya di perguruan tinggi. Kapasitas Nadiem tampaknya tak cukup mumpuni menangani hal itu," kata Jamiluddin dalam keterangannya, Ahad (11/4/2021).

Baca juga : Berkas Lidik Korupsi SYL Bocor, KPK Bakal Lacak Pelakunya

Jamiluddin mengatakan Jokowi sebaiknya mencari sosok yang tepat agar penggabungan dua kementerian itu membuahkan hasil. Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi IISIP Jakarta ini mencontohkan sosok Bambang Brodjonegoro yang menurutnya layak dipertimbangkan untuk mengisi pos tersebut.

Selain Nadiem, kata Jamiluddin, Jokowi juga layak mengevaluasi menteri lain yang selama ini kinerjanya dipersepsi publik rendah. Para menteri ini selayaknya ikut di-reshuffle.

Baca juga : Kasus Firli Mandek, Kejaksaan Sebut Polda Belum Lengkapi Berkas

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Gerard Plate, menjadi nama kedua yang menurut Jamiluddin layak di-reshuffle. Alasan dia, selama menjabat sebagai menteri politikus Partai Nasdem ini praktis hanya memimpin informatika, sementara komunikasinya diabaikan begitu saja.

Padahal, di era pandemi dan resesi saat ini, seharusnya Kemenkominfo aktif mengomunikasikan hal itu agar masyarakat mempunyai pemahaman yang utuh. Namun hal itu, kata Jamiluddin, tidak dilakukan oleh Kemenkominfo.

"Sebaiknya menkominfo yang baru sosok yang memiliki keahlian komunikasi. Tujuannya agar dapat merancang sistem komunikasi yang sesuai dengan era otonomi daerah," ujar dia.

"Sistem itu hingga saat ini belum ada, sehingga menyulitkan mengalirkan informasi dari pusat ke daerah dan sebaliknya dalam komunikasi dua arah. Untuk ini, tentu diperlukan sosok berlatar belakang komunikasi," imbuhnya.

Berikutnya, Jamiluddin menilai Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko, juga layak di reshuffle. Mantan Panglima TNI era SBY ini dinilai sudah tidak layak menduduki posisi tersebut setelah cawe-cawe urusan internal Partai Demokrat. Hal ini secara langsung telah mengotori lembaga KSP yang seharusnya netral.

Keberadaan Moeldoko di KSP juga akan membebani Jokowi. Publik akan mempersepsi istana melindungi Moeldoko bila ia tetap bercokol di KSP. Dengan di reshufflenya Moeldoko, lembaga kepresidenan akan terbebas dari tudingan negatif. Publik akan yakin Jokowi tidak melindungi Moeldoko.

"Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, juga paling banyak disorot publik. Hasil survei IPO, menteri satu ini justru yang paling dominan diminta responden untuk di reshuffle," kata Jamiluddin.

DPR RI sebelumnya menyetujui Surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian. Keputusan diambil dalam Rapat Parupurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (9/4). Surat itu berisi usulan pemerintah menggabungkan Kemendikbud dengan Kemenristek. Selain itu, pemerintah juga mengusulkan pembentukan Kementerian Investasi.