Kisah Suharjito Mulus Urus Izin Ekspor Benur dengan Uang USD 77 Ribu

law-justice.co - Pengadilan Tipikor Jakarta tengah menyidangkan kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikananan (KKP). Dalam persidangan itu, penyuap Edhy Prabowo, Suharjito bercerita soal awal mula dirinya dimintai fee untuk mengurus izin ekspor benih lobster (benur). Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) itu mengaku proses pengurusan izin berjalan mulus setelah memberi fee 77 ribu dolar AS.

Awalnya, Suharjito mengaku kesulitan mendapatkan izin terbit ekspor benur. Kemudian, dia memerintahkan anak buahnya untuk menemui stafsus Edhy Prabowo yang saat itu menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan. Dia menyebut ada permintaan commitment fee Rp5 miliar.

Baca juga : Pekerja Tak Digaji, Direksi & Komisaris Indofarma Berlebih Tunjangan

"Ada komitmen uang Rp 5 miliar, `yang lainnya juga begitu pak` lah aku pikir mosok (masa) dikenal menteri kok aku ada komitmen gitu ya. Yo wis, ada yang lainnya saya bilang begitu. Pada dasarnya saya juga malas, sebagai pengusaha malas begitu Pak," ujar Suharjito saat pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/3/2021).

Suharjito mengaku saat itu ragu. Namun, demi izinnya terbit dia menyanggupi permintaan Stafsus Edhy Prabowo, Safri.

Baca juga : Anggota Polresta Manado Bunuh Diri Diduga Karena Masalah Pribadi

"Tadi kan Pak Safri bilang bahwa yang lainnya juga begitu kepada Agus. Agus meneruskan ke saya, makanya saya mikir-mikir ya sudahlah yang lainnya begitu," katanya.

Sekitar Juni 2020, Suharjito menyerahkan cek Rp 1 miliar yang ditukar ke USD. Uang itu diserahkan Suharjito ke Safri.

Baca juga : Penyair Joko Pinurbo Meninggal Dunia di Usia 61 Tahun

"USD 77 ribu, saya serahkan sendiri, sama Pak Agus menemani ku. Terus aku ke kantor KKP lantai 16 untuk ketemu Safri dan di situ saya nggak lama. Karena saya memang bawa duit, saya pikir cepat-cepat, `Pak, ini sesuai dengan apa yang disampaikan Agus` saya kasih Rp 1 miliar dulu, habis itu balik," ujarnya.

Suharjito mengaku tidak tahu uang itu ditujukan untuk siapa. Namun dia menduga uang itu untuk Edhy Prabowo karena Safri adalah staf Edhy.

"Secara pikiran saya, itu untuk Pak Menteri (Edhy Prabowo)," katanya.

Setelah memberi uang Rp 1 miliar itu, Suharjito mengaku proses pengurusan izin ekspor benur berjalan mulus. Izin ekspor terbit tak lama setelah fee disetor.

"Sangat berpengaruh. Lah wong setelah itu, sehari atau dua hari tanggal 17, tanggal 18 (Juni 2020) sudah keluar izin. Cepat itu, cepat setelah uang, itu keluar," ucapnya.

Suharjito merupakan terdakwa dalam sidang ini. Dia didakwa memberi suap ke Edhy Prabowo, yang saat itu menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 2,1 miliar terkait ekspor benur.

Jaksa menyebut uang suap diberikan ke Edhy melalui staf khusus Edhy, Safri dan Andrau Misanta Pribadi; lalu Sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin; Ainul Faqih, selaku staf pribadi istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi; serta Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK), Siswadhi Pranoto Loe. Suap diberikan agar Edhy mempercepat perizinan budi daya benih lobster ke PT DPPP.