Yaqut Sebut Dirinya Menteri Semua Agama, Setara Dorong Pemulihan Hak Kaum Minoritas

Jakarta, law-justice.co - Setara Institute mendorong Menteri Agama baru, Yaqut Cholil Qoumas –yang baru saja menggantikan posisi Fachrul Razi– untuk memulihkan hak-hak kaum minoritas dari segala bentuk regulasi yang bersifat diskriminatif. Hal itu perlu dibuktikan jika Yaqut yang baru saja dilantik kemarin mengklaim dirinya berkomitmen menjadi menteri semua agama.

Direktur Riset Setara Institute, Halili Hasan, mengatakan klaim "menteri semua agama" sesungguhnya sudah dilontarkan oleh Fachrul Razi sesaat setelah dilantik menjadi menteri agama tahun lalu. Namun, pernyataan itu tak menunjukkan adanya hasil siginifikan hingga akhirnya ia di-reshuffle oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (22/12) lalu.

Baca juga : Hajar Rival Sekota, Arsenal Kian Kokoh Di Puncak Klasemen Liga Inggris

"Kita mengapresiasi statement Menteri Agama Gus Yaqut bahwa dia adalah Menag bagi seluruh agama. Namun, perlu kita ingat bahwa Pak Fachrul, Menag yang dia gantikan, juga memberikan statement yang sama setelah dilantik tahun lalu. Namun persoalan intoleransi dan diskriminasi tidak berkurang. Jadi, statement tidak cukup. Dibutuhkan aksi nyata untuk mengatasi persoalan," kata Halili dalam keterangan tertulis kepada Law-justice, Kamis (24/12/2020).

Halili mengatakan beberapa agenda mesti menjadi prioritas untuk membuktikan komitmen Yaqut mengayomi semua agama di Indonesia. "Pertama, reformasi regulasi. Beberapa regulasi harus ditinjau ulang, direvisi, atau dicabut. SKB Ahmadiyah mesti dicabut. PBM Rumah Ibadah harus ditinjau ulang. Bersama Mendagri, Menag harus mendorong pencabutan produk hukum daerah yang intoleran dan diskriminatif," katanya.

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

Kedua, menurut dia, agama atau kepercayaan lokal perlu diinklusikan ke dalam Kementerian Agama sesuai hak konstitusional para penganutnya. Pasalnya, selama ini urusan kepercayaan lokal masih menjadi kewenangan direktorat di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Kepercayaan hanya dianggap sebagai entitas kebudayaan. Sungguh diskriminatif. Padahal Mahkamah Konsitusi sudah merekognisi eksistensi dan hak mereka sebagai warga negara sejak tahun 2016. Kalau agenda ini dilakukan, tentu akan jadi warisan besar Gus Yaqut sebagai Menag," jelas Halili.

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

Agenda prioritas yang ketika adalah memfasilitasi pendirian rumah ibadah, terutama GKI Yasmin di Kota Bogor dan HKBP Filadelfia di Kabupaten Bekasi yang mendapat penolakan dari warga muslim sepuluh tahun silam. "Putusan MA sudah memenangkan pihak dua gereja tersebut, namun hingga kini, kedua gereja tersebut tetap tidak bisa berdiri, karena mereka tunduk pada tekanan kelompok intoleran," ujarnya.

Keempat, lanjut Halili, Yaqut harus memulihkan hak-hak pengungsi kaum muslim bermazhab Syiah di Sidoarjo, Jawa Timur dan Ahmadiyah di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Kedua kelompok muslim minoritas tersebut sudah sejak lama terusir dari kampung halamannya karena persoalan keyakinan.

"Kelima, tertibkan lembaga pendidikan agama, institusi keagamaan, penyiaran agama, dan organisasi keagamaan yang menyebarkan intoleransi, konservatisme, radikalisme, dan ujaran kebencian berdasarkan sentimen keagamaan," kata Halili.