Posisi STAF KHUSUS MENTERI di PUSARAN PENYELENGGARA NEGARA

Jakarta, law-justice.co - Oleh; Dr. Chazali H. Situmorang,M.Sc (Dosen FISIP UNAS/Pemerhati Kebijakan Publik)

 

Baca juga : Diungkap Istana, Ini Wejangan Jokowi ke Prabowo-Gibran Semalam

Keberadaan Staf Khusus di suatu kementerian sudah ada sejak periode pertama Pak SBY sebagai Presiden. Bahkan di lembaga Kepresidenan juga ada beberapa orang Staf Khusus yang diangkat, sama halnya di kantor Wakil Presiden dengan jumlah yang lebih sedikit.

Tidak ada yang salah dengan keberadaan Staf Khusus sepanjang diletakkan pada fungsi dan tugas yang melekat pada seorang Staf Khusus. Ada juga Staf Khusus yang efektif dalam melaksanakan tugasnya, sehingga penyelenggara negara dalam membuat kebijakan publik, produktif, efektif dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Baca juga : Resmi, Jokowi Setujui Mantan Ajudannya, Tonny Harjono Jadi KSAU

Mengacu pada Perpres Nomor 68 Tahun 2019 Tentang Organisasi Kementerian Negara, uraian tentang Staf Khusus lebih banyak pasalnya dan mekanisme pengaturannya dibandingkan dengan Perpres tentang hal yang sama di periode Pak SBY.

Dalam Perpres 68/2019, Staf Khusus tidak dapat diangkat langsung oleh Menteri, tetapi namanya diajukan ke Presiden, dan jika Presiden setuju baru diserahkan kepada menteri terkait untuk diterbitkan Surat Keputusannya. Artinya Staf Khusus yang diangkat Menteri tidak terlepas dari control Istana melalui Mensekneg.

Baca juga : Ini Respons Istana soal Isu Jokowi Titip Pratikno di Kabinet Prabowo

Perbedaan mendasar antara Staf Ahli dengan Staf Khusus adalah Staf Ahli jabatan organik, satu kesatuan dengan organisasi kelembagaan kementerian. Staf Ahli sebagai ASN dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, sedangkan Staf Khusus tidak masuk dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya maupun Pratama. Walaupun tidak masuk dalam JPT, tetapi hak keuangan dan fasilitas lainnya maksimal setara JPT Madya.

Jika dilihat tugas Staf Ahli dan Staf Khusus ada irisan tugas, yang jika tidak diperjelas oleh Menteri, maka SAM ( Staf Ahli Menteri) dan SKM (Staf Khusus Menteri) akan saling tumpang tindih. Kita cermati apa tugas SKM, yaitu “mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri atau Menteri Koordinator sesuai penugasan Menteri atau Menteri Koordinator”.

Penugasan yang diberikan oleh Menteri atau Menteri Koordinator dimaksud adalah “penugasan yang bersifat khusus selain bidang tugas unsur-unsur organisasi Kementerian atau Kementerian Koordinator”. Sedangkan SAM tugasnya adalah “memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri atau Menteri Koordinator sesuai keahliannya.”

Prinsipnya kedua jabatan tersebut memberikan masukan atau rekomendasi kepada Menteri, terkait persoalan diluar urusan yang sudah ditangani JPT Madya struktural kementerian.

Yang sering terjadi adalah SKM cawe-cawe urusan JPT Madya Struktural Kementerian, dengan alasan penugasan dari Menteri. Mati kutulah itu JPT Madya ( Dirjen,Sekjen, Ka.Badan). Sedangkan SAM karena jabatan karier, biasanya lebih professional dan akan memberikan rekomendasinya (Policy Brief) sesuai lingkup tugas sebagai SAM. Dan biasanya kolaborasinya dengan JPT Madya Struktural berjalan baik.

Ada beberapa kementerian yang tidak optimal memberi peran kepada SAM, tetapi lebih menonjolkan peran SKM. Kita sering membaca di media maupun melihat di media elektronik SKM sering tampil sebagai juru bicara Menteri, padahal ada Sekjen atau Kepala Biro Humas. Maka itu sering kita perhatikan SKM itu tidak menguasai persoalan, atau sering lebih banyak hanya bersilat lidah saja dengan substansi program dan kegiatan yang tidak jelas.

Bisa dibayangkan, di suatu kementerian, dapat mengangkat 5 orang SAM dan 5 orang SKM, jumlah 10 orang, bagaimana caranya Menteri mengatur mekanisme kerja diantara mereka. Boro boro mempermudah tugas Menteri, tetapi ada yang lebih merepotkan Menteri, terutama para SKM yang membawa kepentingan politik dalam lembaga kementerian.

Di KKP yang Menterinya kena OTT, merupakan contoh konkrit bagaimana peran Staf Khusus yang luar biasa, yang ujungnya mengantar Menterinya ke hotel prodeo. Bahkan bukan saja ada SKM , di KKP adalagi isitilah Penasehat Menteri dan Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik. Saya cari-cari di Perpres 68/2019, tidak ada itu nomenklatur. Jadi hanya kreasinya Menteri KKP.

Ada sebanyak 22 pejabat yang diangkat secara resmi, 13 diantaranya menempati kursi penasihat Menteri. Keputusan pengangkatan pejabat penasihat itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Nomor 1/Kepmen-KKP/2020 tentang Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan.

Sedangkan sembilan pejabat lainnya menyandang kedudukan sebagai Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan. Pengangkatan para pejabat itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 2/Kepmen-KP/2020 tentang Komisi Pemangku Kepentingan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan. Bisa dibayangkan bagaimana tidak pusingnya Sekjen KKP melayani dan memenuhi hak-hak normatifnya. Belum lagi mengurus Staf Khusus, yang sering minta dilayani juga secara khusus.

Saya tidak akan menyebut siapa saja mereka, karena sudah cukup luas diberitakan nama-nama beken itu bahkan ada diantaranya sering tampil di ILC dengan sangat garang dan menunjukkan integritas tinggi sebagai orang dilingkaran istana.

Menteri KKP Edhy Prabowo sudah masuk hotel prodeo setelah OTT sekembali dari Honolulu Hawai Amerika Serikat bersama istri dan rombongannya dengan belanja barang mewah. Kasus terkait monopoli eksport benur lobster yang proses pengaturannya dilakukan 2 orang SKM, yakni Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin yang sempat buron, akhirnya menyerahkan diri, Kamis (26/11/2020), sekitar pukul 12.00 WIB.

Persoalan Staf Khusus Menteri yang melanda KKP bukan hanya milik KKP. Beberapa kementerian juga sudah banyak keluhan peran SKM yang menyulitkan bahkan semakin terbatasnya peran JPT Madya dalam melaksanakan tupoksinya di kementerian. Akibatnya ada Menteri yang membuat kebijakan yang tidak melibatkan secara penuh JPT Madya, karena lebih mendengar dan mengikuti pertimbangan SKM yang bias. Implikasinya ada kebijakan publik yang tidak konsisten, tidak produktif bahkan tidak berlandaskan regulasi yang ada.

Persoalan Staf Khusus kementerian di periode kedua Presiden Jokowi terlihat semakin meningkat di bandingkan periode sebelumnya. Banyak informasi kementerian yang seharusnya disampaikan sang Menteri, jika tidak memungkinkan atau lebih bersifat teknis disampaikan oleh Sekjen, atau Dirjen bidang tugas terkait. Tetapi sekarang ini semakin banyak kementerian menunjuk Staf Khususnya yang berbicara dan berperan. Seperti di kementerian BUMN, kementerian pertahanan, kementerian keuangan dan kementerian lainnya. Hal itu tentu akan menimbulkan hubungan elite birokrasi dilembaga kementerian menjadi kurang kondusif, yang ujungnya terjadi bureaucracy trap. Jika itu yang terjadi tentu akan merepotkan Menterinya, dan mempengaruhi kinerja birokrasi kementerian.

Persoalan Staf Khusus ini juga sempat membuat Presiden Jokowi pusing kepala atas tingkah laku yang ditunjukkan Staf Khusus Melenial yang ditunjuk Presiden. Setidaknya ada 2 orang dari sejumlah Staf Khusus Milenial Presiden yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Ada yang meyalah gunakan aksesibiltas yang dimilikinya, ada yang menerbitkan surat resmi atas nama Sekretariat Kabinet ditujukan pada para camat untuk program tertentu. Akhirnya mereka malu sendiri di bully para netizen, dan mengundurkan diri sebagai Staf Khusus Presiden milenial yang bergengsi itu.

Dengan kasus di KKP yang menyebabkan Menteri KKP terjerat KPK, dan dua Staf Khususnya yang terlibat dan sebagai pemain utama , bukan tidak mungkin kasus yang sama akan menimpa kementerian lainnya dengan modus operandi yang berbeda, maka sebaiknya Presiden Jokowi perlu melakukan evaluasi terhadap keberadaan Staf Khusus Menteri. Optimalkan peran tanggung jawab Staf Ahli Menteri maupun JPT Madya struktural sesuai dengan tupoksinya, untuk mencapai target dan sasaran program Kabinet Indonesia Maju.


Cibubur, 27 November 2020