Parlemen Pro China Bikin Oposisi Keok, Hong Kong Bakal Dimiliki China?

Hong Kong, law-justice.co - Badan legislatif Hong Kong kini dikuasai oleh kelompok pro-China, setelah para anggota parlemen fraksi pro-demokrasi yang menjadi oposisi memutuskan mengundurkan diri beramai-ramai.

Melansir AFP pada Kamis (12/11/2020), pengunduran diri para anggota parlemen pro-demokrasi Hong Kong ini terjadi seiring dengan meningkatnya eskalasi gerakan pro-demokrasi di kota.

Baca juga : Satelit China ini Ungkap Kehancuran Gaza Lampaui Nagasaki

Perbedaan pendapat yang berkelanjutan sejak China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional pada awal tahun ini juga turut menjadi alasan pengunduran diri pada anggota dewan itu.

Sebanyak 15 anggota parlemen pro-demokrasi memilih mundur sebagai bentuk protes atas pemerintah Hong Kong yang pro-China. Pemerintah Hong Kong mendiskualifikasi empat rekan mereka memegang jabatan strategis di pemerintahan.

Baca juga : Wacana Sawah Padi China Satu Juta Hektare di Kalimantan Tak Masuk Akal

Keempatnya didiskualifikasi karena sejalan dengan resolusi yang diadopsi pada hari sebelumnya oleh parlemen China, yang mengizinkan mencopot politikus yang dianggap mengancam keamanan nasional.

"Warga Hong Kong - bersiaplah untuk waktu yang sangat lama di mana hanya ada satu suara di masyarakat," kata anggota parlemen pro-demokrasi, Lam Cheuk-ting, kepada wartawan di luar ruangan.

Baca juga : Apriyani/Fadia Mundur di Babak 16 Besar China Masters

"Jika Anda seorang pembangkang, bersiaplah untuk tekanan yang lebih besar," tambahnya.

Pemimpin tertinggi di Hong Kong dipilih oleh komite pro-China. Namun, setengah dari 70 anggota parlemen dipilih langsung oleh masyarakat Hong Kong.

Perkelahian dan protes secara bakal sering terjadi di dewan legislatif Hong Kong. Fraksi pro-demokrasi yang merupakan minoritas sering menggunakan taktik filibuster dan taktik lain untuk mencoba menghentikan RUU yang dinilai merugikan.

Filibuster merupakan taktik menguasai sidang melalui pidato yang berkepanjangan dan tidak habis-habisnya, dengan tujuan menggagalkan penetapan suatu undang-undang oleh lembaga legislatif atau untuk memaksa diterimanya suatu pandangan dari si pembicara.