Tak Takut, Erdogan Malah Tantang Balik AS

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah Amerika Serikat (AS) kerap mengeluarkan ancaman untuk menjatuhkan sanksi terhadap negara Turki yang dipimpin oleh Recep Tayyip Erdogan. Namun, terhadap ancaman tersebut, Erdogan sama sekali tak takut. Dia malah menantang negara yang dipimpin Donald Trump itu untuk melakukannya.

Hal itu disampaikannya saat menghadiri kongres Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) yang berkuasa di provinsi Malatya, Turki timur.

Baca juga : Seorang Pria Bakar Diri Saat Sidang Donald Trump Digelar

Amerika Serikat sebelumnya mengancam akan menjatuhi sanksi terhadap Turki yang dinilai ikut campur dalam konflik antara Azerbaijan dan Armenia. Ankara diketahui mendukung Azerbaijan dalam konflik tersebut, untuk melawan pasukan etnis Armenia di Nagorno-Karabakh.

"AS tidak tahu dengan siapa mereka berurusan. Terapkan sanksi, apa pun itu," kata Recep Tayyip Erdogan dikutip dari Daily Sabah, Senin (26/10/2020).

Baca juga : Trump Disebut Ketiduran saat Jalani Sidang Pertama di Manhattan

Selain perihal masalah konflik Azerbaijan-Armenia, hubungan antara Turki dan Amerika Serikat telah merenggang sejak tahun lalu. Hal itu terjadi lantaran Turki mengakuisisi sistem pertahanan udara canggih S-400 Rusia. Kondisi itu mendorong Washington untuk mendepak Turki dari program jet F-35 Lightning II.

AS berpendapat bahwa sistem tersebut dapat digunakan oleh Rusia untuk secara diam-diam mendapatkan rincian rahasia pada jet Lockheed Martin F-35 dan tidak kompatibel dengan sistem NATO. Turki, bagaimanapun, bersikeras bahwa S-400 tidak akan diintegrasikan ke dalam sistem NATO dan tidak akan menimbulkan ancaman bagi aliansi tersebut.

Baca juga : Donald Trump Divonis Denda Rp5,5 Triliun Soal Kasus Penipuan Kekayaan

"AS ingin kami mengirim kembali sistem rudal S-400 Rusia. Kami bukan masyarakat suku; kami adalah negara (berdaulat) Turki," kata Erdogan

Terkait konflik Azerbaijan-Armenia, Turki terang-terangan membantu nama pertama karena adanya hubungan diplomatik yang kuat, berdasarkan prinsip "satu bangsa, dua negara". Banyak pejabat Turki termasuk Erdogan telah bersumpah solidaritas penuh dengan Azerbaijan saat Yerevan melanjutkan pendudukan ilegal atas tanah Azerbaijan.


Wakil Presiden Fuat Oktay mengatakan pekan lalu bahwa Turki tidak akan ragu untuk mengirim pasukan dan memberikan dukungan militer kepada Azerbaijan jika Baku memintanya. Nagorno-Karabakh sendiri yang disengketakan secara internasional diakui sebagai wilayah Azerbaijan.

Nagorno-Karabakh terletak di Azerbaijan tetapi telah berada di bawah kendali separatis Armenia, yang didukung oleh Armenia, sejak perang di sana berakhir pada tahun 1994. Pertempuran saat ini yang dimulai pada 27 September menandai eskalasi konflik terbesar sejak saat itu.

Dua gencatan senjata yang ditengahi Rusia dilanggar segera setelah diberlakukan, dan pihak yang bertikai terus bertukar serangan menggunakan artileri berat, roket, dan drone.

Menurut separatis Armenia, 834 tentara mereka tewas, sementara Azerbaijan melaporkan 63 warga sipil tewas dan 292 luka-luka. Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan untuk mengakhiri permusuhan, pasukan Armenia harus mundur dari Nagorno-Karabakh yang diduduki secara ilegal.