Erdogan Tuding Rusia, Amerika Serikat & Prancis Pasok Senjata Armenia

Jakarta, law-justice.co - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menuding Rusia, Amerika Serikat, dan Prancis memasok senjata untuk pasukan Armenia dalam perang melawan Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh. Turki diketahui memang memberikan dukungan untuk Azerbaijan.

"Apa yang mereka katakan tentang dukungan kami kepada saudara-saudara Azerbaijan kami? Apa yang dikatakan tiga Minsk Amerika Serikat, Rusia, Prancis? Mereka mendukung Armenia. Mereka menawarkan semua kemungkinan dukungan dalam hal persenjataan," kata Erdogan seperti melansir cnnindonesia.com, Senin 20 Oktober 2020.

Baca juga : Pemilik Sriwijaya Air Kini Terseret Korupsi Timah

Azerbaijan dan Armenia masih terus bertempur di wilayah sengketa. Mereka sendiri telah memberlakukan darurat militer dan melancarkan upaya mobilisasi.

Kedua pihak yang terlibat konflik juga telah melaporkan adanya korban dari warga sipil.

Baca juga : PDIP Sebut Jokowi dan Anak Mantunya Bagian dari Masa Lalu Partai

Menyusul konsultasi yang diprakarsai Rusia di Moskow, Azerbaijan dan Armenia menyetujui gencatan senjata kemanusiaan pada 10 Oktober.

Baik Azerbaijan atau Armenia saling menukar tahanan. Namun, tak lama setelah itu mereka kembali saing serang. Masing-masing saling tuduh siapa yang lebih dulu melanggar gencatan senjata.

Baca juga : Akhiri Konflik Dua Negara, Hamas Siap Letakkan Senjata, Ini Syaratnya

Apa yang diucapkan Erdogan ini cukup kontras mengingat sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin telah berkomunikasi dengannya untuk bekerjasama menyelesaikan konflik di sana.

Dalam sebuah pernyataan, Kremlin menyampaikan bahwa kedua pemimpin negara itu menyerukan upaya bersama untuk mengakhiri pertumpahan darah secepat mungkin dan penyelesaian damai masalah Nagorno-Karabakh.

Bentrokan terbaru antara dua negara ini meletus pada 27 September. Pertempuran serupa pernah terjadi pada 2014, 2016, dan 2017, namun tahun ini disebut sebagai yang paling besar.

Kedua negara itu berperang untuk memperebutkan Nagorno-Karabakh yang telah mendeklarasikan sebagai wilayah otonom. Namun dunia internasional belum mengakui keberadaannya.

Wilayah itu awalnya berada di kekuasaan Azerbaijan, yang dihuni oleh mayoritas etnis Armenia. Pemerintahan di wilayah sengketa itu juga dijalankan oleh etnis yang sama.

Upaya perdamaian Nagorno-Karabakh telah berlangsung sejak tahun 1992 di bawah Minsk Group, yang dipimpin oleh Rusia, Prancis dan Amerika Serikat.