Baleg DPR Kebut Revisi UU BI, Mendesakkah?

Jakarta, law-justice.co - Revisi Undang Undang (UU) No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) dikebut Badan Legislasi (Baleg) DPR. Hal itu direspons negatif oleh pelaku pasar dan sejumlah kalangan, di mana yang menjadi polemik di draf RUU BI di antaranya ialah soal pengembalian pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke BI.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, MH Said Abdullah, menilai respons negatif ini wajar. Dia mengakui beberapa pasal dalam draf RUU BI berpotensi akan menimbulkan masalah baru, alih-alih mempercepat pemulihan ekonomi.

Baca juga : Polisi Imbau Waspada Michat usai 2 PSK Bali Mati Dibunuh dalam Sepekan

Pengaturan pengalihan fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI, tegas Said, bakal membatalkan sebagian besar isi Undang Undang No 21 tahun 2011 tentang OJK.

"Pertanyaan mendasarnya, apakah beberapa kasus kelemahan pengawasan di OJK serta merta dijawab dengan pengalihan pengawasan bank ke BI? Saya melihat bukan ini pokok masalahnya," ujar Said Abdullah, dikutip dari Wartaekonomi.co.id, Senin (7/9/2020).

Baca juga : Diungkap Erick Thohir, 6 Proyek Strategis BUMN Belum Kelar

Padahal, pokok masalahnya terkait OJK, terang Said, tidak ada lembaga pengawas yang kuat, layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki Dewas KPK yang kuat.

Hal ini penting mengingat OJK memiliki kewenangan yang luar biasa. Akan tetapi, anggaran OJK didapatkan dari pungutan terhadap industri keuangan secara langsung oleh OJK. Hal ini memberi celah konflik kepentingan.

Baca juga : Deretan Fakta Terkini soal Kasus Pembunuhan PSK di Bali

"Jadi, sesungguhnya bukan hanya UU No 23 tahun 1999 yang perlu direvisi, melainkan juga UU No 21 tahun 2011 tentang OJK. Pada sisi UU No 21 tahun 2011 ini perlu menambahkan pengaturan tentang Badan Pengawas OJK. Saya kira, itu yang harus kita pikirkan untuk disempurnakan," tuturnya.