Mantan Direktur Keuangan: Heru Hidayat Berniat Selamatkan Jiwasraya

Jakarta, law-justice.co - Mantan Direktur Keuangan Asuransi Jiwasraya Harry Prasetio menegaskan, Heru Hidayat berniat membantu PT Asuransi Jiwasraya (Persero) agar pengelolaan investasi dan likuiditas perusahaan tetap terjaga dengan baik. Hal itu disampaikannya saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di Jiwasraya pada Kamis (3/9/2020).

“Kalau tadi ditanyakan bahwa tentang Heru Hidayat atau siapa pun niatnya adalah memang membantu JS (Asuransi Jiwasraya) untuk tetap perform dari sisi kelolaan investasi dan juga menjaga likuiditas. Jadi, harus selalu liquid dari segala guncangan pasar sekalipun,” katanya saat menajawab pertanyaan jaksa penuntut umum di gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat seperti dilansir dari tribunnews.

Baca juga : Kejagung Sita Aset 687 Lembar Saham Milik Heru Hidayat

Dia menjelaskan bahwa secara umum Heru mengetahui kondisi insolvensi yang dialami Asuransi Jiwasraya pada 2008. Saat itu, Harry menjelaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak memberikan dana talangan atau penyertaan modal negara (PMN) kepada asuransi pelat merah atau BUMN tersebut.

Pihaknya, tegas dia, hanya menerima going concern letter dari pemerintah atau surat jaminan. Surat itu berisi jaminan dari pemerintah bagi kelangsungan hidup dari Asuransi Jiwasraya ke depan.

Baca juga : OJK Cari Solusi Nasib Nasabah Jiwasraya yang Tolak Restrukturisasi

“Itulah menjadi alat kami, keyakinan kami untuk tetap beroperasi dengan tetap berjualan, menjual premi dan seterusnya,” jelas Harry.

Alhasil, sambung dia, pada 2008 – 2018 Heru Hidayat turut membantu Asuransi Jiwasraya. Namun, dia menegaskan bahwa hasil kinerja perseroan pada periode itu tidak semata-mata merupakan hasil bantuan dari Heru Hidayat.

Baca juga : Deadline Restrukturisasi Polis Jiwasraya Hingga Akhir Desember 2023

Harry menyatakan bahwa secara umum kinerja tata kelola investasi Asuransi Jiwasraya berada di tangan divisi investasi dan dipantau oleh komite investasi perseroan. Direksi, jelas dia, memberikan diskresi kepada manajer investasi atau pihak ketiga untuk melakukan pengelolaan investasi dengan berdasar pada prosedur yang berlaku.

Kebijakan itu disebutnya berlaku untuk penataan investasi Asuransi Jiwasraya di sejumlah instrumen pasar modal, yakni reksa dana, saham dan obligasi atau surat utang negara.

“Jadi, ini adalah kinerja dari JS sendiri Pak. Jadi, bukan [hanya hasil dari] minta tolong dari Pak Heru Hidayat saja. Dalam portofolio [investaso] JS sendiri ada saham-saham group lain juga. Contoh saham Bakrie, saham-saham dari Pak Erik Tohir dan ada saham dari group -group yang lain,” tegasnya.

Kondisi invetasi 2008-2017

Dengan sejumlah kebijakan itu, Harry menegaskan bahwa pada 2008 hingga akhir 2017, kinerja investasi Asuransi Jiwasraya terus membaik. Pada 2008 atau ketika para direksi diberikan amanah oleh pemerintah untuk menangani Asuransi Jiwasraya, sebut dia, neraca keuangan perseroan tercatat minus Rp6,7 triliun atau dalam kondisi insolvensi dengan nilai aset sekitar Rp5 triliun.

Pada 2017, kata Harry, total aset Asuransi Jiwasraya sudah mencapai Rp45 triliun. Jika pada 2008 perseroan tak memiliki kas, sambung dia, maka pada 2017 kas perseroan tercatat sekitar Rp4 triliun.

“Kami memiliki surat berharga negara kurang lebih Rp3 tiliun. Kami memilik saham yang sudah disarankan oleh ketika itu. Kementrian BUMN melalui Deputi Jasa Keuangan, Pak Gatot Tri Hargo menyampaikan dalam satu acara RUPS [Rapat Umum Pemegang Saham] atas laporan keuangan di mana kami harus berpihak, harus, saya garis bawahi harus membeli saham- saham BUMN. Dan Ketika itu untuk 21 jenis saham BUMN hanya beberapa jenis saham BUMN yang tersisa,” tegasnya.

Oleh karena itu, Harry menyatakan bahwa kondisi Asuransi Jiwasraya berkembang dengan sangat baik sejak 2008 hingga dia terakhir kali menjabat yakni pada 15 Januari 2018.

“Posisi laporan keuangan itu sangat baik dengan RBC [risk based capital/tingkat solvabilitas] yang tadinya minus 580 persen menjadi plus, kurang lebih 200-an persen. Itu suatu prestasi bahwa kami menghidupkan kembali mayat hidup yang sudah takkan mungkin kembali hidup,” jelas dia.

Sebagai informasi, tingkat solvabilitas perusahaan asuransi konvensional baik untuk sektor asuransi jiwa maupun asuransi umum minimum sebesar 120 persen.