BNN Tolak Penetapan Ganja Jadi Tanaman Obat

Jakarta, law-justice.co - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menetapkan tanaman ganja sebagai salah satu tanaman obat komoditas binaan Kementerian Pertanian. Hal tersebut ditentang Badan Narkotika Nasional (BNN) yang heran dengan keputusan tersebut karena berseberangan dengan UU 35/2009 tentang Narkotika.

"Yang jelas itu bertentangan dengan UU di atasnya, yaitu UU 35/2009 tentang Narkotika," kata Karo Humas BNN, Brigjen Polisi Sulistyo Pudjo, dilansir dari RMOL.id, Sabtu (29/8/2020).

Baca juga : Tekanan pada Ekonomi Indonesia Semakin Kuat, Tugas Berat Presiden Baru

Ketetapan itu sendiri termaktub dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian yang ditandatangani Menteri Syahrul sejak 3 Februari.

Padahal, sambung Pudjo, tanaman bernama latin Cannabis Sativa itu termasuk dalam golongan narkotika, dimana mulai dari akar, batang, bunga, daun, minyak, dan turunannya dilarang untuk ditanam apalagi diperdagangkan untuk digunakan kepentingan rekreasional dan medis.

Baca juga : APBN Surplus, Pemerintah Tetap Tarik Utang

"Artinya, keputusan Mentan tersebut, khusus menyangkut ganja, harus dianulir. Kita tunggu saja apa tindakan dari Mentan," ujar Pudjo

BNN dengan Kementan, kata Pudjo, sebetulnya memiliki satu pemahaman tentang ganja yang ditunjukan melalui kerjasama program penanaman ulang ladang ganja yang dimusnahkan, untuk kemudian ditanami bibit-bibit tanaman legal, seperti jagung, kopi, dan sejenisnya.

Baca juga : Kasus DBD Meningkat, Seluruh Elemen Terkait Perlu Cari Solusi

"Senin (23/8), tiga orang dari Ditjen Hortikultura, Kebun, dan Tanaman Keras rapat di BNN. Mereka hadir dan siap support replanting ladang ganja dan kratom dengan program dan bibit tanaman produktif. BNN positive thinking dan Kepmentan tidak bisa bertentangan dengan UU No. 35/2009 tentang Narkotika," ungkap Pudjo.