Wow! Lewat RUU Cipta Kerja, Pemerintah Semaunya Tentukan Tarif Listrik

Jakarta, law-justice.co - Aksi protes untuk menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja kembali terjadi. Kali ini yang melakukannya adalah Serikat pekerja yang tergabung dalam Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP Indonesia Power).

Aksi protes itu dilakukan karena menurut Sekretaris Jenderal PP Indonesia Power Andy Wijaya, melalui RUU Cipta Kerja pemerintah dapat mencederai hak-hak berkaitan sektor ketenagalistrikan, yang saat ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Baca juga : DPR Ngaku Tak Dilibatkan Pemerintah Bahas Soal Guru Tak Masuk PNS

"Ada beberapa hal penelitian kami di serikat, RUU Cipta Kerja berbahaya di sektor ketenagalistrikan," katanya dalam sebuah diskusi virtual seperti dikutip dari kompas.com.

Kata dia, salah satu pasal RUU Cipta Kerja yang disoroti oleh PP Indonesia Power ialah Pasal 34. Melalui perubahan pasal tersebut, pemerintah tidak lagi melibatkan DPR dalam pembahasan tarif listrik.

Baca juga : Akhirnya Puan Akui Matikan Mik Politisi Demokrat di Rapat Omnibus Law

Pasal 34 (1) RUU Cipta Kerja menyebutkan, pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen. Padahal, di dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 menyebutkan, pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan DPR RI.

Bukan hanya itu, RUU Omnibus Law juga berpotensi membuat pemerintah tidak perlu lagi berkonsultasi kepada DPR dalam menentukan rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN).

Baca juga : Ketua PP Muhammadiyah: SBY Tidak Represif dan Seganas Jokowi!

Pasal 43 (1) RUU Cipta Kerja menyebutkan, rencana umum ketenagalistrikan nasional disusun berdasarkan kebijakan energi nasional dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Padahal, UU Nomor 30 Tahun 2009 menyebutkan, rencana umum ketenagalistrikan nasional disusun berdasarkan pada kebijakan energi nasional dan ditetapkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR RI.

Oleh karenanya, Andy mendorong agar pembahasan RUU Cipta Kerja tidak dilanjutkan. "Itu yang menjadi dasar kami menolak RUU sub klaster ketenagalistrikan," tutupnya.