Kejagung Minta DPR Sebut Oknum Penegak Hukum yang Bantu Joko Tjandra

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengungkap ada oknum dari sebuah lembaga hukum ikut membantu terpidana kasus Cessie Bank Bali Joko Tjandra melarikan diri. Terkait hal itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta agar Sahroni menyebutkan namanya dengan jelas.

"Mestinya dia terang-terangan, supaya kami mudah. Mestinya dia sebut siapa," kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Ali Mukartono di kantornya seperti dikutip dari tempo.co, Selasa (7/7/2020).

Baca juga : Kapolri Listyo Sigit Tunjuk Brigjen Nugroho Jadi Karotekinfo

Sahroni menyampaikan hal itu saat rapat dengan Kejagung di Ruang Rapat Komisi III DPR RI.

"Memang ya ada oknum yang bermain untuk membela Joko Tjandra. Baik oknum di dalam maupun di luar. Saya tidak bisa sebutkan spesifik ke dalam Polri, Kejaksaan, atau sekali pun BIN," kata Sahroni.

Baca juga : Hakim MA Potong Hukuman Brigjen Prasetijo & Bebaskan Koruptor Rp500 M

Dia tak menyebutkan lebih lanjut siapa oknum yang dimaksudnya. Namun, akibat bantuan orang tersebut, Joko Tjandra bisa keluar masuk Indonesia, bahkan bisa mendaftarkan upaya hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dia juga dengan mudah dan cepat membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP), padahal dia sudah menjadi warga negara Papua Nugini.

Baca juga : Kasus Red Notice Djoko Tjandra, Hukuman Brigjen Prasetijo Dipotong

Joko Tjandra sendiri adalah terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahannya. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.

Dan, pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus Joko ke Mahkamah Agung. Pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Joko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar dirampas untuk negara. Dia juga dicekal agar tidak bepergian ke luar negeri.