Ahmad Daryoko, Koordinator INVEST

Menteri BUMN Offside

Jakarta, law-justice.co - Menteri BUMN Erick Thohir mengulangi lagi instruksinya agar PLN tidak usah urus Pembangkit. Agar konsentrasi di distribusi saja (Jawa Pos 16 Mei 2020 ). Pertanyaannya, atas dasar apa sang Menteri bertutur seperti itu?

Memang pada awalnya sebelum pasal 10 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dianulir oleh MK, bunyinya sebagai berikut: Pasal 10. (1). Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pasal 9 huruf a meliputi jenis usaha: a. Pembangkitan tenaga listrik; b. Transmisi tenaga listrik; c. Distribusi tenaga listrik; dan/atau d. Penjualan tenaga listrik (ritail).

Baca juga : PSSI Resmi Perpanjang Kontrak Shin Tae Yong, Target Baru Menanti

Pasal 10. (2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.

Karena bunyi pasal 10 ayat (2) usaha kelistrikan dapat dilakukan secara terintegrasi, maka pengambil kebijakan memaknainya tidak harus terintegrasi, alias boleh Unbundling, atau dalam bahasa hukum artinya terpisah-pisah. Maka pembangkit boleh bukan PLN, dan ritail juga boleh bukan PLN.

Baca juga : Erick Thohir Bertemu Emil Audero, Sinyal Dinaturalisasi?

Namun Pak Menteri mungkin belum membaca putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015 tanggal 14 Desember 2016, yang menganulir pasal 10 ayat (2) sebagai berikut.
"Menyatakan Pasal 10 ayat (2) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No 133, Tambahan Lembaran Negara RI No 5052 ) bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki hukum mengikat apabila rumusan dalam Pasal 10 ayat (2) UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan tersebut menjadi dibenarkannya praktek Unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sedemikian rupa sehingga menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai oleh negara.

Artinya, keberadaan pembangkit swasta IPP dan Ritail adalah bentuk dari pemisah-misahan usaha atau Unbundling, karena dikuasai oleh swasta, asing dan aseng, yang bukan institusi PLN, yang dilarang oleh putusan MK di atas!

Baca juga : PSSI Bakal Gunakan Wasit Liga Inggris dan Jepang di Liga 1

Terus, mengapa Menteri Negara berkali-kali berstatement bahwa PLN tidak boleh berusaha di pembangkit, yang berarti biar oleh swasta asing dan aseng itu? Tidak sadarkah ucapannya adalah melawan konstitusi? Kalau Menteri saja terang-terangan melawan konstitusi, mau dibawa kemana negara ini?

Ingat pak Menteri, konstitusi ini adalah wujud kesepakatan anak bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang sesuai sidang MK berazaskan Ideologi Panca Sila!

Kalau anda melawan konstitusi yang berazaskan Ideologi Panca Sila, pertanyaannya, ideologi apa yang anda usung saat ini? Kapitalis, komunis atau Islam? Tetapi kalau Ideologi Islam jelas tidak mungkin karena doktrin Islam yang termuat dalam sebuah Hadhist menyatakan: "Almuslimuuna syuroka`u fii shalasin film ma`i wal kalaa`i wan nar, wa shamanuhu haram". Yang berarti: "Umat Islam berserikat atas tiga hal yaitu air, ladang, dan api (energi) , dan atas ketiganya haram hukumnya (untuk dikomersialkan) dan harus dikuasai negara".

Artinya, ideologi Islam selaras dengan pasal 33 ayat (2) bahwa cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara!

Makanya umat Islam pun bersepakat atas Panca Sila dan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945 itu, bersama eksponen bangsa Indonesia yang lain!

Kok tiba-tiba anda dengan seenaknya mengangkangi kesepakatan Bangsa Indonesia terutama warisan dari Founding Fathers Soekarno, Hatta, M Natzir, KH Hasyim Ashari itu?

Tindakan yang semena-mena ini harus dilawan oleh seluruh komponen bangsa yang masih memiliki harga diri.