Arab Saudi Dituding Bersimpati Pada Israel, Ini Penyebabnya

Jakarta, law-justice.co - Dua sinetron Ramadan yang tayang di stasiun televisi milik Arab Saudi menjadi penyebab kerajaan Islam tersebut dituding bersimpati kepada Israel. MBC, jaringan media Arab Saudi yang berlokasi di Dubai, juga dikritik berusaha memotret warga Palestina dengan buruk dalam tayangannya.

Ini bukan pertama kali pemerintah Arab Saudi dituduh bersikap ramah kepada Israel. Dalam beberapa waktu terakhir, kedua pemerintahan dipandang menikmati hubungan dagang dan politik yang saling menguntungkan.

Baca juga : Satelit China ini Ungkap Kehancuran Gaza Lampaui Nagasaki

Tayangan Ramadan itu pun menjadi tanya tanya bagi para kritik soal apakah Arab Saudi berusaha mengubah pandangan Arab terhadap Israel.

1. Arab Saudi mengklarifikasi soal tuduhan tersebut

Baca juga : Prabowo: Barat Standar Ganda soal Ukraina-Palestina!


Petugas keamanan Arab Saudi berjaga di depan Ka`bah yang kosong saat bulan suci Ramadan di Arab Saudi pada 5 Mei 2020. ANTARA FOTO/Saudi Press Agency/Handout via REUTERS

Karena melahirkan protes, pemerintah Arab Saudi pun merilis pernyataan resmi guna mengklarifikasi tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Seperti dilaporkan kantor berita Saudi, klarifikasi itu dikeluarkan ketika rapat kabinet yang dipimpin oleh Raja Salman pada Rabu (6/5).

Baca juga : Hamas Siapkan Jebakan Jika Israel Menyerang Rafah

Di dalamnya, pemerintah menegaskan kembali "dukungan penuh terhadap rakyat dan isu Palestina". Lebih lanjut, pemerintah Arab Saudi mengaku Palestina akan tetap menjadi perhatian.

"Masalah Palestina dulu dan sekarang tetap menjadi pokok persoalan Arab dan Muslim serta merupakan prioritas pertama bagi kerajaan sejak berdirinya dengan menolak segala langkah atau jenis pendudukan teritori Palestina, dan berdiri tegak di sisi rakyat Palestina," tulis pernyataan itu.

Pada masa 1930-an hingga 1940-an, hubungan antara warga Arab dan Yahudi di Palestina memanas. Misalnya, pada 1947 PBB mengadopsi rencana pemisahan Palestina menjadi negara Arab, Yahudi, dan pembentukan rezim khusus di bawah mandat internasional yang mencakup Yerusalem serta Bethlehem.

Setahun kemudian, Israel mendeklarasikan kemerdekaan dan menimbulkan konflik antara negara baru itu dengan sejumlah pemerintah seperti Irak dan Mesir.

Arab Saudi sendiri mendukung negara-negara itu dalam melawan Israel secara finansial. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, Arab Saudi mulai membangun hubungan dengan Israel.

Contohnya pada 2019 ketika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terbang ke Warsawa, Polandia. The Guardian melaporkan ia bertemu dengan menteri dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan dua negara Teluk lain.

Tak ada perwakilan Palestina yang hadir. Topik yang dibicarakan adalah bagaimana menghentikan Iran di kawasan Timur Tengah.

2. Dialog di sinetron Ramadan Arab Saudi dinilai simpati terhadap Israel dan memusuhi Palestina


Umat Muslim salat tarawih di depan Kabah di Masjidil Haram pada hari pertama Ramadan saat pandemik virus corona di Arab Saudi pada 24 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Ganoo Essa/File Photo

Menurut laporan Al Jazeera, sinetron yang dipersoalkan berjudul Um-Haroun atau Ibu Haroun. Tayangan itu mengisahkan seorang perawat Yahudi yang sudah berusia lanjut dan hidup di kawasan Teluk pada 1940-an. Periode itu mencatatkan hubungan keagamaan yang harmonis antara orang Yahudi dan Arab.

Dalam tayangan lain, bergenre komedi dengan judul Makhraj 7, terlihat dua karakter yang diperankan masing-masing oleh aktor Arab Nasser Al-Qasabi dan Rashid Al-Shamrani membicarakan soal hubungan dengan Israel untuk kepentingan bisnis.

Dialog keduanya seolah ingin menormalisasi relasi dengan Israel dan melabeli Palestina sebagai musuh.

Misalnya, karakter Al-Qasabi menolak usulan itu dengan mengatakan "orang Israel adalah musuh". Karakter Al-Shamrani kemudian menanggapi dengan berkata sebaliknya.

"Musuh sesungguhnya adalah orang yang tak berterima kasih kepada posisimu, menolak pengorbananmu dan mengutukmu pagi dan malam, lebih dari orang Israel," ujar karakter tersebut.

"Kita ikut perang dengan Palestina, kita memangkas [suplai] minyak untuk Palestina dan di hari saat mereka menjadi suatu otoritas, kita membayar gaji mereka meski kita lebih berhak terhadap uang tersebut. Lalu mereka masih menggunakan setiap kesempatan untuk menyerang Arab Saudi," tambah karakter itu.

3. Kreator di balik tayangan yang dipersoalkan mengaku tak punya agenda politik apa pun


Anggota pasukan keamanan Palestina memeriksa penumpang saat masa darurat COVID-19, di wilayah pendudukan Israel, Hebron, Tepi Barat, pada 5 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mussa Qawasma

Al Shams, ketua tim penulis Um-Haroun, mengatakan kepada AP bahwa pihaknya sama sekali tak punya agenda politik.

"Saya ingin menulis drama ini untuk mengirimkan pesan bahwa masyarakat kita dulu jauh lebih toleran dibandingkan pada hari ini, dan orang-orang semestinya kembali pada nilai-nilai yang sama," tutur dia.

"Kami membedakan antara Yahudi dan Israel. Israel menduduki Palestina dan melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina," tambahnya. Produser tayangan itu, Emad al-Enazy, mengungkap bahwa pemerintah Arab Saudi tak terlibat dalam proses produksi. "Kerja kami tak ada hubungannya dengan politik atau normalisasi. Masalah Palestina adalah masalah kami," tegas dia.

Melansir Al Jazeera, MBC menolak patuh pada seruan untuk menghentikan dua tayangan itu. Stasiun televisi tersebut membantah berniat mengubah pandangan orang-orang Arab terhadap Israel.

"MBC membawa keceriaan dan kebahagiaan di hati penonton yang sedang hidup susah di dunia Arab sejak permulaan konflik Arab-Israel," kata juru bicara MBC. (idntimes.com).