Ancam Pemudik Bandel, Kota Ini Siapkan Rumah Angker untuk Karantina

Jakarta, law-justice.co - Cukup unik tindakan yang diambil dua wilayah berikut dalam menghadapi ODP COVID-19. Mereka gunakan gedung tua dan rumah angker untuk membuat jera para pemudik yang nekat pulang kampung meski sudah dilarang.

Keputusan menjadikan rumah angker sebagai rumah karantina bisa jadi efektif untuk membuat warga berpikir dua kali bila nekat memutuskan mudik.

Baca juga : Dibanding Ngemis Gabung Pemerintah, PKS Lebih Baik Oposisi Bareng PDIP

Namun, bagi orang yang memiliki nyali besar, mungkin hal-hal seperti itu tidak digubris. Sementara yang paham bahwa mudik bisa membahayakan keluarga dan warga sekitar kampung yang didatangi, pasti tak akan nekat mudik.

Berikut kisah dua rumah angker yang dipersiapkan untuk ODP bagi mereka yang tetap nekat mudik.

Baca juga : Ucapan Rocky Gerung Diputus PN Jaksel Tak Hina Jokowi

Rumah angker di Madiun.

Rumah angker pertama yang dijadikan sebagai lokasi karantina adalah di Madiun. Wali Kota Madiun Maidi telah angkat bicara terkait putusan larangan bagi pemudik oleh Presiden Joko Widodo.

Baca juga : Puluhan Bangunan Mengalami Kerusakan Akibat Gempa Bumi di Garut

Orang nomor satu di Kota Pecel itu telah membuat skema larangan pemudik masuk Madiun.

"Karena dilarang maka kita siapkan skema untuk antisipasi para perantau yang nekat mudik," terang Maidi, Selasa (21/4/2020).

Skema yang disiapkan Maidi yakni memperketat posko penjagaan wilayah hingga ke tingkat RT. Posko yang tersebar di setiap RT, kata Maidi, diwajibkan untuk melarang masuk pemudik ke rumah keluarganya.

"Posko diperketat. Ada larangan mudik, bagi yang tetep nekat mudik itu berarti melanggar. Tidak boleh masuk rumahnya sendiri," kata Maidi.

Maidi mengatakan petugas yang berjaga di posko hingga tingkat RT dan RW, nantinya tidak hanya melarang, namun juga akan mengamankan pemudik. Pemudik yang diamankan nantinya akan dikarantina di bangunan yang sepi selama 14 hari.

"Kan percuma juga pulang mereka. Kalau dikandani (dinasihati) tidak bisa langsung saja (tangkap), kita kan sudah buka posko 24 jam setiap RT, RW. Langsung dikarantina 14 hari," ujarnya.

Saat ditanya di mana lokasi karantina berada, Maidi mengaku ada di sebuah tempat yang sepi di wilayah pinggiran kota Madiun. "Ditempatkan yang paling sepi (angker). Langsung kita siapkan di tempat yang pinggir dari kota," paparnya.

Maidi menambahkan sudah lama Pemkot Madiun mengimbau kepada perantau untuk tidak mudik. Pihaknya juga akan membahas dengan Forkompimda jika memang diperlukan perda

"Sebelumnya kita sudah ada imbauan terkait untuk menunda mudik untuk sayangi keluarga. Tapi kita akan bahas lagi nanti dengan Forkompimda terkait Perda," tandasnya.

Rumah angker di Sragen

Sementara itu, viral pula berita tentang lima orang pemudik yang nekat pulang kampung ke Sragen. Lima orang pemudik tersebut menuju Desa Sepat, Masaran, Sragen. Alhasil mereka wajib menjalani isolasi di rumah angker.

Mereka sudah hampir satu minggu diisolasi di rumah yang keangkerannya sudah tersohor di desa itu.

Lima orang pemudik harus rela diisolasi di rumah angker ini karena mereka tepergok keluyuran saat seharusnya karantina di rumahnya sendiri-sendiri.

Rumah angker di Sragen yang digunakan untuk karantina atau isolasi ini adalah salah satu gedung tua di pinggir jalan Sepat - Jirapan, Masaran.

Gedung dengan pagar besi itu merupakan eks gudang kerajinan tas milik Mulyono, warga Dukuh Wonorejo RT 011/RW 003, Sepat, Masaran.

Gedung itu sudah 8-10 tahun terakhir tak digunakan dan dibiarkan kosong. Warga memberi julukan gedung di Dukuh Pucuk RT 013/RW 004, Sepat, itu sebagai rumah berhantu.

Bangunan rumah isolasi yang terkenal angker di Masaran, Sragen, itu terlihat tua. Pintu depan terbuat dari besi seperti pintu garasi atau toko. Sebagian tembok terlihat retak-retak.

Gedung beratap galvalum itu terlihat tidak terurus. Di bagian belakang masih ditumbuhi rumput dan semak-semak liar.

“Dulu gedung ini pernah ditinggali adik saya. Tetapi hanya betah sebulan lalu pindah. Katanya kalau malam sering ada suara ketukan pintu dari belakang. Kadang juga ada bayangan hitam berseliweran saat malam hari,” ungkap Kepala Desa (Kades) Sepat, Mulyono kepada Solopos.

Gedung angker yang dijadikan rumah isolasi pemudik yang bandel di Desa Sepat, Masaran, Sragen, itu luasnya 10 meter x 10 meter dan menempati lahan 25 meter x 10 meter.

Gedung itu dibersihkan para sukarelawan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Desa Sepat dua bulan lalu.Di bagian luar pagar dipasang baliho atau MMT bertuliskan Rumah Isolasi Covid-19 Desa Sepat.

Rumah angker itu sengaja dijadikan tempat karantina khusus bagi pemudik yang membandel atau melanggar komitmen karantina mandiri 14 hari.

Di bagian dalam sebelah utara gedung dipasang tirai-tirai sebagai sekat antartempat tidur. Tirai-tirai warna hijau itu seperti sekat di bangsal kelas III rumah sakit. Ada enam sekat tetapi hanya tiga ruang yang dipasang tempat tidur.

Antartempat tidur di rumah angker untuk isolasi pemudik Sragen yang bandel itu dipisahkan satu ruang kosong selebar 1,5 meter.

Sejak dibersihkan dua bulan lalu, rumah berhantu itu baru terisi mulai Kamis (16/4/2020) lalu.

Rokim, warga Pucuk, Sepat, menjadi penghuni pertama rumah lawas itu. Disusul Arie, warga Pucuk, dan terakhir Heri, warga Plosorejo, Sepat. Penanggungjawab Rumah Isolasi Covid-19 Sepat, Hadi Mulyono, 49, berkisah tentang tiga orang penghuni rumah berhantu itu.

Dia menceritakan Rokim baru pulang dari Jakarta langsung datang ke Posko Covid-19. Dia menandatangani komitmen karantina mandiri 14 hari. Pada hari kelima karantina, Rokim ketahuan keluar rumah.

"Kami panggil ketua RT dan yang bersangkutan dipanggil untuk diberi penjelasan. Awalnya masih beralasan. Akhirnya, Rokim harus tinggal di rumah berhantu dan memulai karantina dari nol per Kamis (16/4/2020) lalu,” kisah Hadi.

Pada hari yang sama, hanya hitungan jam, Arie ikut masuk menemani Rokim menjalani isolasi di rumah angker di Masaran, Sragen itu. Hadi menerangkan Arie baru pulang dari Kalimantan. Setelah pulang ke Sepat di bekerja jualan kayu dan bambu.

Hadi mengungkapkan saat masa karantina mandiri di rumah baru berlangsung tiga hari, Arie ketahuan pergi ke Jamus dan Kerjo, Karanganyar.

“Awalnya ada teguran dulu tetapi tidak diindahkan. Akhirnya menghuni rumah angker ini dan karantina dimulai dari nol hari lagi,” ujarnya.

Selain Rokim dan Arie, giliran Heri Susanto menyusul. Heri ini baru pulang dari Lampung pada Jumat (17/4/2020) lalu.

“Kemarin [Senin], anak saya minta dibelikan mainan tenda-tendanan itu. Saya belikan ke Sragen Kota. Ternyata ketahuan sukarelawan Satgas Covid-19. Mereka mencari saya ke rumah. Akhirnya, saya dibawa ke rumah ini pada Senin (20/4/2020) lalu,” kata Heri Susanto. (netralnews)