Corona Memang Kejam, Hampir 1.000 Triliun Uang Orang Kaya Ini Hilang

Jakarta, law-justice.co - Pandemi COVID-19 yang sudah mewabah di dunia selama empat bulan terakhir telah membuat investor Warren Buffett kehilangan cukup banyak kekayaannya.

Menurut Reuters, akibat corona, Buffett mungkin telah kehilangan sekitar US$ 64 miliar (sekitar RP 960 triliun/estimasi kurs RP 15.000 per dolar) nilai dari portofolio sahamnya di Berkshire Hathaway Inc.

Baca juga : Meneropong Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Geopolitik Global

Berkshire adalah perusahaan yang didirikannya, dan kerugian itu merupakan salah satu kerugian triwulanan terbesar yang pernah dialami oleh perusahaan Amerika.

Saat ini saham Berkshire sendiri mencatatkan penurunan yang cukup drastis, hampir sama seperti saham-saham di Standard & Poor`s 500, yaitu sekitar 20%.

Baca juga : Ikut Sidang Sengketa Pileg, Arsul Sani Dinilai Tidak Langgar Aturan

Wabah corona memang telah menjadi sumber sakit kepala bagi banyak investor. Bahkan, Buffett sendiri telah mendesak investor untuk berpikir jangka panjang, dengan fokus pada hasil operasi Berkshire dan nilai intrinsik dari kepemilikan sahamnya di tengah pandemi.

Meski demikian, dalam surat pemegang saham yang ditulisnya pada 22 Februari, orang terkaya keempat di dunia menurut majalah Forbes itu mengatakan dia memproyeksikan saham akan memberikan "keuntungan besar", meskipun tidak teratur.

Baca juga : Aji Santoso : Timnas Indonesia Disebut Bisa Bungkam Uzbekistan

Berkshire memiliki lebih dari 90 bisnis seperti kereta api BNSF, asuransi mobil Geico, perusahaan energi senama dan bisnis yang lebih kecil seperti permen See dan perhiasan Borsheim.

Saat ini perusahaan memiliki tumpukan uang tunai senilai US$ 128 miliar. Namun demikian, Buffett terkenal lebih suka membeli seluruh perusahaan daripada saham. Sehingga, belum jelas kemana atau langkah apa yang akan diambilnya untuk menambah kembali pundi-pundi.

"Saya akan sangat kecewa jika dia tidak menempatkan modal miliaran dolar untuk diinvestasikan di paruh pertama tahun ini," kata James Shanahan, seorang analis Edward Jones & Co.(cnbcindonesdia)