Ahli Australia: Akan Muncul Badai Corona di Indonesia Disebabkan Ini

Jakarta, law-justice.co - Ahli bakteriologi Australia, Prof Ian Henderson memprediksi Indonesia akan mengalami lonjakan kasus virus korona atau Covid-19 dalam beberapa waktu mendatang.

Direktur Institut Molekular Biosains di University of Queensland, Australia itu mengatakan, angka penderita Corona di Indonesia akan terus melonjak sebagai akibat dari lambatnya respon dari pemerintah.

Baca juga : Lowongan Kerja di Pertamina, Simak Syarat dan Posisi yang Dibuka

Sekitar tiga pekan masuk ke Indonesia, per Senin (24/3), orang yang terinfeksi virus korona sudah menembus angka 579. Dari angka tersebut, 49 orang di antaranya meninggal dunia.

Jakarta dinyatakan sebagai episentrum virus korona di Indonesia. Berdasarkan data di laman corona.jakarta.go.id per Senin (23/3, di ibu kota terdapat 356 orang yang dinyatakan terpapar korona, dan 31 orang di antaranya meninggal dunia.

Baca juga : Gerindra Sebut PKB Bakal Jadi Kunci di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ketika kasus korona dan kematian yang diakibatkannya kian melonjak, populasi penduduk di Indonesia yang mencapai sekitar 260 juta jiwa dan sistem pemeliharaan kesehatan yang lemah, membuat masalah Indonesia menjadi rentan.

Bandingkan dengan negeri tetangga, Malaysia. Di sana, dari 1.518 kasus orang yang terinfeksi, baru 14 orang yang meninggal dunia.

Baca juga : Menelisik Agenda Apa Dibalik Gugatan PDIP ke PTUN Soal Hasil Pilpres

“Indonesia tampaknya memiliki lebih banyak kasus daripada yang sudah dilaporkan,” kata Ian Henderson, dilansir Reuters.

“Tanpa tes dalam skala besar dan metode karantina yang terukur, kans virus ini untuk terus menyebar begitu besar,” tambahnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, tes masal adalah cara paling efektif untuk menangkal penyebaran virus korona.

Pada Jumat (20/3), dilaporkan telah dilakukan tes korona kepada 1.898 orang atau sekitar tujuh tes per satu juta orang.

Jika dibandingkan dengan Korea Selatan, angka itu sangat jauh. Negeri Ginseng sejauh ini mampu melakukan lima ribu tes per satu juta jiwa. (pojoksatu.id).