Dosen Unnes Dipecat Tanpa Alasan Jelas, Rezim Jokowi Dinilai Diktator

Jakarta, law-justice.co - Dosen Universitas Negeri Malang (Unnes), Jawa Timur Sucipto Hadi Purnomo dinonaktifkan oleh pihak kampusnya karena diduga mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui postingan di media sosial Fecebooknya. Terhadap kejadian itu, Muhammad Hisyam Asyiqin memberikan beberapa catatan berupa penilaian terhadap pemerintahan Jokowi dan juga pembantunya Nadiem Makarim serta Rektor Unnes.

Menurut Pimpinan redaksi Buletin Madinatul Ilmi itu, peristiwa tersebut mencerminkan pemerintahan Jokowi cukup diktator dan tidak bereprikemanusiaan. Sebab, dia menilai, rezim Jokowi saat ini tidak suka kalau dikritik.

Baca juga : Saksi : Dirjen Kementan Patungan Rp 500 Juta Belikan Anak SYL Mobil

Barikut adalah catatan lengkap yang disampaikan oleh Muhammad Hisyam Asyiqin;

Kepada yang terhormat, Bapak Jokowi, Bapak Menteri Pendidikan & Kebudayaan dan Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Indonesia.
 
Saya sedikit kaget, terperanjat dan tertegun setelah membaca Majalah Mingguan TEMPO Edisi 24 Februari - 1 Maret 2020 halaman 23 yang isinya tentang seorang  Dosen Fakultas Budaya dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sucipto Hadi Purnomo terancam dipecat dan dinonaktifkan gara-gara menulis di akun facebooknya. Dia menulis, "Penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada Lebaran kali ini. Apakah ini efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?"

Baca juga : Bekas Anak Buah: Kementan Keluarkan Rp3 Juta/Hari untuk Makan SYL

Menurut catatan Majalah TEMPO, ikhwal penonaktifan dan pemecatan dosen tersebut berawal dari laporan seorang staf tata usaha kampus ke kementrian. Ia menuduh Sucipto tidak netral. Laporan ini berbeda dengan dengan alasan Unnes menonaktifkan Sucipto.      

Sucipto menganggap tuduhan janggal. Sebab, tulisannya di media sosial pada 10 juni yang dipermasalahkan tidak dalan kontek pemilihan umum. Perlu diketahui bahwa pemeriksaan Sucipto didasari atas permintaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Baca juga : KPK Masukkan Eks Kadis PUPR Papua ke Lapas Sukamiskin

Berdasarkan catatan di atas, maka saya dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
 
1. Ternyata rezim Jokowi cukup diktator dan kurang manusiawi. Sebab,  rezim ini tidak mau dievalusi dan dikritik, termasuk pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Para Insan Akademika yang ada di Unnes.
 
2. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sepertinya kurang dewasa dan kurang wawasan ilmu pengetahuan dalam menyikapi persoalan tersebut di atas. Sebab, dunia pendidikan adalah dunia Ilmu Pengetahuan yang sarat dengan evaluasi dan kritik.
 
3. Demikian juga dengan Rektor Universtas Negeri Semarang (Unnes). Seharusnya, tidak menonaktifkan para dosen yang kritis. Sebab, biasanya dosen yang kritis itu dosen yang baik dan membawa kemajuan lingkungan Civitas Akademika.
 
4. Mengapa Rezim Jokowi begitu takut terhadap kritikan? Padahal evaluasi dan kritikan yang disampaikan pada saat ini mengandung banyak kebenaran yang hampir mencapai 95-99%.

Contohnya, masalah pembuatan infrastruktur dari uang hasil utang ke Negeri China, penjualan   BUMN tanpa perhitungan yang matang, perampokkan  Asuransi Jiwasraya,  Asabri,  hutang luar negeri yang jorjoran, mengutamakan investor Asing asal Negeri China dan masih bantak lagi persoalan lainnya.
 
5. Kepada para dosen di seluruh Wilayah Indonesia, baik di Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta agar tetap selalu mengevaluasi dan mengkritisi kebijakan Pemerintah Indonesia yang terkesan ngawur, amburadul dan tanpa perencanaan yang baik dan matang di era kepemimpinan Jokowi. Para dosen yang baik tidak boleh takut kehilangan pekerjaan dan rizki. Sebab, semuanya telah diatur oleh Yang Maha Agung dan Maha Kuasa, yakni Allah swt. 

6. Kepada para mahasiswa sebagai calon pemimpin di masa yang akan datang, hendaknya memberikan support dan dukungan kepada para dosen yang kritis demi kebaikan dan kemajuan Indonesia mendatang.

Mahasiswa harus dinamis, tidak apatis dan masa bodoh. Mahasiswa harus mengfungsikan dirinya sebagai agen berubahan sosial (agent of social change). 

Akhirnya, melalui catatan ini saya berharap kepada Rezim Jokowi, Menteri Pendidikan & Kebudayaan dan Rektor Universitas Negeri Semarang untuk tidak memecat dan menonaktifkan seorang dosen bernama Sucipto Hadi Purnomo hanya karena sebuah catatan ringan.