Ichsanuddin Noorsy: Sri Mulyani Ajak Rakyat Menikmati Kesesatan

Jakarta, law-justice.co - Ekonomi senior Ichsanuddin Noorsy menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani sangat menggantungkan nasib ekonomi bangsa Indonesia pada ekonomi global.

Kata dia, hal itu tak heran mengingat Sri Mulyani merupakan penganut globalisasi dalam ekonomi atau economic internasionalism.

Baca juga : Menkeu Sebut Anggaran Bansos Rp43 T Naik 20 Persen

Kenyataan inilah yang menerangkan mengapa menteri berpredikat terbaik dunia tersebut selalu bergantung ekonomi global.

Sri Mulyani beberapa waktu lalu kembali mendapat penghargaan menteri terbaik dari salah satu media online. Dalam sambutannya, Sri Mulyani mengurai mengenai ketidakpastian global.

Baca juga : Ini Respons Sri Mulyani soal Asing Kabur Rp29,7 T Tinggalkan RI

Dia juga menyinggung mengenai harapannya pada kesepakatan mengakhiri perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, yang akhirnya gagal karena ada ketegangan di Hong Kong.

“Mereka penganut globalisasi ekonomi, memang bergantung pada situasi penentu ekonomi dunia, China dan AS,” ujarnya seperti melansir rmol.id.

Baca juga : Rampung Satu Putaran, Dana Pilpres 2024 Masih Sisa Rp12 T

Noorsy mengingatkan bahwa negara-negara dunia juga marah pada Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping atas gejolak ekonomi global yang ditimbulkan. Namun mereka tidak sebatas menghujat, melainkan turut mempersiapkan diri melalui penguatan domestik.

“Orientasinya tidak out world, tapi in world (kepentingan domestik),” tegasnya.

Bahkan, sambung Ichsanuddin, China dan AS juga mengutamakan kepentingan domestik masing-masing. Contohnya, saat Trump mendukung UU HAM dan Demokrasi Hong Kong, China langsung merespon dengan melipatgandakan perlindungan domestik.

Untuk itu, dia mengingatkan Jokowi dan tim ekonomi, khususnya Sri Mulyani, untuk tidak lagi bergantung pada ekonomi global.

“Kalau bergantung luar, kita sama saja sedang menikmati ketersesatan, kejatuhan,” tegas Ichsanuddin dengan nada meninggi.

Sri Mulyani, sambungnya, harus punya model baku mengenai model analisa VUCA (Volatile, Uncertain, Complex and Ambiguous). Tanpa model baku tersebut Indonesia akan terus menikmati ketersesatan.

“Omongan pemerintah pasti selalu bertentangan antara diucap dan fakta di lapangan. Ujungnya, ya menikmati ketersesatan,” tutupnya.