Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

Modus Korupsi BUMN Perikanan yang Memiskinkan Nelayan

Jakarta, law-justice.co - Perikanan masih menjadi salah satu sektor yang berperan besar dalam kemajuan perekonomian dan pembangunan negara.

Wahyu Eko Sasmito dalam tulisannya di jurnal JESP - Vol. 6, No 2, November 2014, sektor perikanan juga adalah salah satu pilar untuk meningkatan ketahanan pangan, dikarenakan ikan adalah sumber protein hewani yang universal. Bahkan, ikan mampu menyehatkan dan mencerdaskan generasi penerus bangsa. Salah satu pelaku utama dari sektor perikanan di Indonesia adalah masyarakat pesisir pantai, karena mayoritas masyarakat pesisir pantai bermata pencaharian nelayan.

Baca juga : KPK Masukkan Eks Kadis PUPR Papua ke Lapas Sukamiskin

Namun, dewasa ini muncul masalah-masalah yang cukup pelik melanda nelayan seperti penurunan mutu hasil tangkapan dan tingginya tigkat kehilangan (losses). Hal-hal tersebut terjadi karena kurangnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang produktivitas hasil tangkapan serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kemitraaan dan informasi pasar yang kurang baik, hal ini tentu saja menjadi suatu hambatan dalam pertumbuhan perekonomian masyarakat.

Namun, masalahnya adalah BUMN: Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) sedang memamerkan perilaku korup atas program kemitraan usahanya dengan beberapa perusahaan Multinasional dari Amerika Serikat, China dan Jepang. Penghianatan oleh Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) pada nelayan itu karena jualan program impor atas nama nelayan dan berargumentasi untuk memenuhi kebutuhan usaha masyarakat nelayan pesisir.

Baca juga : Bahlil : Realisasi Investasi Kuartal I-2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Lobi-lobi kerjasama dengan perusahaan multinasional yang berujung pada perampokan terhadap uang negara melalui impor ikan. Tentu hal ini sektor perikanan dan kelautan, apalagi nelayan sangat kecewa berat. Mestinya, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) dikelola secara baik dan benar tanpa keluar dari peraturan perundang-undangan yang telah ditentukan.

Melihat situs resmi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Selasa (24/9/2019), perum Perindo memang memiliki tiga anggota direksi, yang telah di Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu Direktur Utama Risyanto Suanda, Direktur Keuangan Arief Goentoro, dan Direktur Operasional Farida Mokodompit.

Baca juga : Ini Isi Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura Lee Hsien Loong

Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) bergerak di lini usaha perikanan dan kelautan yang beroperasi dari hulu ke hilir. Perusahaan pelat merah di bidang perikanan itu sudah beroperasi selama 29 tahun. Fokus tiga kelompok lini usaha, yaitu usaha jasa kepelabuhan, jasa utilities seperti air bersih, perbekalan kapal, BBM dan menyusul penyediaan energi. Lini usaha yang lain yaitu budidaya, penangkapan ikan hingga pengolahan dan perdagangan ikan dan hasil laut lainnya.

Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) juga berencana mengelola pengusahaan jasa wisata, kuliner hingga edukasi maritim. Saat ini, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) tercatat memiliki enam kantor cabang. Di antaranya di Belawan, Muara Baru, Pekalongan, Brondong, Pemangkat, Karawang. Selain di sembilan lokasi pelabuhan di atas, Perum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) mengembangkan operasinya 29 wilayah. Kini wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Indonesia, dari Aceh sampai Papua.

Adapun modal perusahaan pada saat ini sebesar Rp 341,43 miliar. Pada 2017, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) mencatatkan jumlah pemasaran hasil perikanan 25 ribu ton, dan pada 2018 naik dua kali lipat menjadi 50 ribu ton. Pada 2021, hasil pemasaran ditargetkan meningkat lima kali lipat menjadi 250 ribu ton. Pendapatan perusahaan dicatatkan terus mengalami peningkatan dari sekitar Rp 200 miliar di 2016 menjadi Rp 1 triliun di 2018.

Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) ini merupakan badan usaha milik negara (BUMN) yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1990 yang terbit tanggal 20 Januari 1990 dengan nama Perusahaan Umum Prasarana Perikanan Samudera (Perum PPS). Lalu, diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2000. Terbit Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2013 yang antara lain mencantumkan perubahan nama perusahaan, menjadi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2013 itu, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) memiliki tugas dan tanggung mengelola aset negara dengan menyelenggarakan pengusahaan dan pelayanan barang jasa dan pengembangan sistem bisnis perikanan kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan yaitu nelayan pada khususnya dan masyarakat perikanan pada umumnya serta memupuk keuntungan.

Pengusahaan dan pelayanan tersebut di laksanakan di enam pelabuhan perikanan yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta, Belawan; Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, PPN Brondong Lamongan, PPN Pemangkat, dan PPN Prigi. Perum Perindo juga dimungkinkan melakukan pengusahaan dan pelayanan barang jasa di pelabuhan perikanan maupun wilayah kerja lain berdasarkan penugasan dari Menteri Teknis.

Sarana prasarana yang dimiliki dan dikelola di enam pelabuhan perikanan, ditambah tiga pelabuhan, yaitu Pelabuhan Perikanan Lampulo di Banda Aceh, Tarakan dan Banjarmasin yang merupakan modal Perum Perindo saat didirikan, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 759/KMK/ 0.13/1992 dengan nilai Rp. 24,50 milyar.

Berturut-turut Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) mendapat tambahan penyertaan modal negara (PMN), berupa uang tunai Rp.4,40 milyar berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1995; sarana prasarana dengan nilai Rp.12,53 milyar berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2012; serta uang tunai Rp 300 milyar berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 89 Tahun 2015. Sehingga, seluruh Modal Perusahaan pada saat ini sebesar Rp.341,43 milyar.

Setelah 29 tahun beroperasi, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) terus berkembang menjadi salah satu perusahaan perikanan terkemuka dengan fokus pada tiga lini usaha, yaitu, jasa pelabuhan (sewa lahan dan bangunan; tambat labuh; jasa docking dan perbaikan kapal; sewa cold storage; produksi es; penjuala BBM, air bersih dan perbekalan kapal lainnya); budidaya (ikan dan udang, termasuk produksi pakan ikan dan udang) serta perdagangan dan pengolahan ikan dan hasil laut, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.

Selain di sembilan lokasi pelabuhan di atas, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) kembangkan operasinya 29 wilayah. Kini wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Indonesia, dari Aceh sampai Papua. Seiring dengan pengembangan wilayah kerja dan lini usaha, kinerja perusahaan juga terus mengalami peningkatan.

Dari capaian pendapatan di kisaran Rp100 milyar tahun 2013 dan Rp200 milyar tahun 2016, pada akhir tahun 2018 tumbuh menjadi Rp 1 trilyun. Pengembangan usaha dan wilayah kerja tersebut juga memberi dampak terhadap dua stake holder utama perusahaan: nelayan dan petambak.

Tercatat, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) berkontribusi terhadap usaha tidak kurang dari 25.000 nelayan dan petambak, baik lewat pembelian hasil tangkap nelayan maupun budidaya petambak; penjualan alat produksi yang diperlukan petambak seperti pakan dan sarana prasarana produksi lainnya; kerjasama pengoperasian kapal dan alat produksi lain milik nelayan dan petambak; serta dukungan modal kerja lewat program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) baik dengan dana dari Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) sendiri maupun hasil kerjasama dengan BUMN lainnya.

Profile Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) diatas merupakan penguasaan pada hasil kelautan dan perikanan. Ditambah, program impor tidak tercantum dalam program usahanya. Peristiwa penangkapan tiga Direksi oleh KPK dalam kasus impor merupakan upaya pemiskinan nelayan dan menghianati seluruh struktur plasma perikanan.

Apa yang telah dilakukan Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) hanyalah alibi dalam menyokong sebagian besar kegiatan produksi nelayan dengan mengadakan program-program yang bermitra dengan masyarakat.

Tujuan-tujuan mereka dalam proses impor ikan hanya untuk memenuhi perut semata. Tanpa memikirkan nasib nelayan dan kondisi perikanan. Sudah jelas, impor ikan itu upaya terstruktur dan berlanjut untuk memiskinkan nelayan karena semua bersifat instan.

Kenakalan Direksi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) ini merupakan ancaman terbesar dunia pengelolaan plasma Kelautan dan Perikanan, karena mereka lebih memilih impor daripada mementingkan hasil nelayan nasional. KPK Harus adili Direksi korup Perindo. Jangan berhenti.