Ilham Habibie, Anak Habibie yang tak Pandai Bahasa Indonesia

Jakarta, law-justice.co - Presiden ketiga RI, Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie meninggal dunia.

Pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936 itu meninggal akibat penyakit yang dideritanya.

Baca juga : TPN Ganjar-Mahfud: Kultur Demokrasi Jangan Sampai Rusak

Sebelum meninggal, keluarga dekat sudah berkumpul di RSPAD Gatot Soebroto, tempat BJ Habibie dirawat.

Informasi mengenai BJ Habibie meninggal dunia disampaikan putra BJ Habibie, Thareq Kemal.

Baca juga : Hendropriyono Blak-blakan Ungkap Kisah Era Habibie-Mega soal Al Zaytun

Diketahui, BJ Habibie telah menjalani perawatan intensif di rumah sakit sejak 1 September 2019.

"Dengan sangat berat, mengucapkan, ayah saya Bacharudin Jusuf Habibie, Presiden ke-3 RI, meninggal dunia jam 18.05 WIB," ujar Thareq Kemal Habibie di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Baca juga : Hilangnya Habibie di Panel Sejarah Iptek di BRIN yang Ada Foto Sukarno

Anak mantan presiden RI, BJ Habibie, Ilham Habibie pernah menceritakan ketika ayahnya mendapatkan mandat dari jabatan wakil presiden yang menjadi presiden RI ke-3.

Melansir TribunWow, Ilham bercerita saat ayahnya diangkat jadi presiden, ia sedang berada di Berlin.

Sehingga ia tidak mengetahui kabar tersebut secara langsung, melainkan dari televisi.

"Kebetulan waktu kejadian 21 Mei itu saya tidak di Indonesia, saya lagi kerja di Air Show di Berlin, jadi malem-malem bapak saya telpon, gak saya angkat. Dikatakan tolong nyalain TV, saya baru sadar, wah ada sesuatu yang terjadi," kata Ilham.

Setelah melihat peristiwa itu, Ilham memutuskan hari itu juga ia bertolak ke Indonesia.

Selain itu, llham yang datang dalam acara Rosi, Kompas TV ini juga mengatakan jika dirinya harus les bahasa Indonesia agar lancar berbahasa.

Mulanya, Rosi, sebagai pembawa acara mengatakan kehebatan Ilham yang bisa membaca di umur 4 tahun.

Namun, ketika pulang ke Indonesia dirinya harus les terlebih dahulu.

"Harus les bahasa Indonesia dahulu ketika pulang ke Indonesia, dan guru lesnya adalah bapak Yus Badudu?," tanya Rosi pada Ilham.

Anak Habibie ini menjawab jika gurunya adalah Hari Mukti Krida Laksana.

Setelah belajar les pada Hari Mukti, Ilham mengaku belum begitu lancar berbahasa Indonesia waktu itu.

"Waktu itu masih belum (pintar bahasa Indonesia), sekarang ada kemajuan." Jawab pria berkepala plontos ini.

Ketika ditanya beberapa bahasa yang tenar namun bukan bahasa baku, Ilham pun sedikit mengerti.

"Apa artinya baper?" tanya Rosi.

"Bawa perasaan, saya tahu dari anak saya," jawab Ilham sambil tertawa.

Namun ketika ditanya `woles aja`, Ilham tidak mengetahui maksud itu.

Sementara itu, diberitakan dari Kontan.co.id, saat ini Ilham Habibie telah menjabat sebagai Komisaris Utama Bank Muamalat.

"Ada pergantian Komisaris Utama, menjadi Ilham Habibie, yang sebelumnya mundur," katanya.

Sebagai informasi, Ilham Habibie saat ini menjabat sebagai Chairman di PT Orbit Ventura Indonesia, sebagai komisaris Independen PT Inter Media Capital Tbk, Chairman PT Industri Mineral Indonesia, sebagai komisaris PT Malacca Trust Wuwungan Insurance Tbk serta Chairman PT Ilthabi.

Putra dari mantan Presiden ketiga Republik Indonesia (RI) B.J. Habibie ini juga turut aktif dalam organisasi di antaranya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai Vice Chairman, ICC Indonesia sebagai President, Masyarakat Ekonomi Syariah sebagai Member of Board of Trustees, The International Islamic Forum for Science, Technology and Human Resources Development (IIFTIHAR) sebagai Secretary General.

Anak Cerewet dan Ingin Tahu

Siapa tak kenal Prof Baharuddin Jusuf Habibie Dipl Eng, Presiden RI ke-3 periode 21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999, dan sebelumnya pernah menjabat wakil presiden, Menteri Riset dan Teknologi serta berbagai jabatan strategis lainnya semasa pemerintahan Presiden Soeharto.

Namun, yang paling fenomenal adalah kejeniusannya dalam bidang teknologi penerbangan sehingga ia memperoleh gelar doktor di Jerman.

Salah satu penemuan yang sampai sekarang dipakai oleh semua pesawat di dunia adalah apa yang disebut - "Crack Progression Theory" atau faktor Habibie.

Dikutip di Kompas.com dari laman Sahabat Keluarga Kemendikbud, kejeniusan BJ Habibie telah terbentuk sejak kecil.

Selain karena keenceran otaknya, juga karena hasil didikan dan gemblengan ayahnya, Alwi Abdul Djalil Habibie.

Dalam buku biografi BJ Habibie berjudul “Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner” yang ditulis Gina S Noer dan diterbitkan tahun 2015, Rudy, nama kecil BJ Habibie digambarkan sebagai anak yang selalu cerewet, dan ingin tahu segala sesuatu.

Sejak berusia 2-3 tahun, Rudy adalah anak yang selalu ingin tahu dan menanyakan segala sesuatu yang ditemui dan dilihat pada ayahnya.

Apapun dilihat, ingin ia diketahui penyebabnya dan kenapa begini kenapa begitu.

Menjawab Serius dan Sederhana

Ayahnya, Alwi Abdul Djalil Habibie, adalah yang pertama ditanya Rudy, nama kecil BJ Habibie.

Ayahnya pun selalu menjawab dengan serius tapi dengan cara yang sesederhana mungkin sehingga Rudy kecil juga mengerti dan paham.

Suatu contoh, suatu waktu saaat berusia 3 tahun, Rudy menanyakan, apa yang dilakukan ayahnya dengan menggabungkan kedua pohon yang berbeda atau tak sejenis.

Ayahnya memang menjabat landbouwconsulent atau setara dengan Kepala Dinas Pertanian di Parepare, Sulawesi Selatan.

Ayahnya tidak kesel dengan pertanyaan Rudy tersebut, tapi menjawabnya dengan serius.

Ia tak menjawab dengan jawaban yang sederhana, tetapi menjawabnya dengan serius tapi dengan cara yang sesederhana mungkin sehingga anak kecilpun tahu.

“Papi sedang melakukan eksperimen, jadi kita bisa menemukan jawaban dari percobaan. Nah, ini namanya setek. Batang yang di bawah itu adalah mangga yang ada di tanah kita, tapi rasanya tidak seenak mangga dari Jawa. Jadi, batang Mangga dari Jawa, Papi gabungkan dengan batang yang di bawah ini”, kata ayahnya.

Rudy kembali bertanya, “Mengapa Papi gabungkan?”

Jawaban ayahnya, “Agar kamu dan teman-teman bisa makan Mangga yang enak”.

Lantas Rudy bertanya lagi, “Kalau gagal bagaimana?”.

Jawaban ayahnya, “ Kita cari cara lain dan pohon Mangga lain agar bisa tumbuh di sini”.

Rudy pun puas atas jawaban ayahnya itu.

Itulah yang selalu dilakukan ayahnya setiap kali Rudy bertanya segala sesuatu, dijawab dengan cara sesederhana mungkin agar bisa dipahami anak kecil.

Dengan cara itulah, keingintahuan Rudy terus tumbuh dan terasah sampai dewasa.

Namun, ayahnya tidak setiap saat selalu ada saat Rudy ingin bertanya sesuatu.

Hasilnya, usia 4 tahun, Rudy sudah lancar membaca dan rajin melahap buku-buku yang disediakan ayahnya.

Pendek kata, sejak usia 4 tahun, buku menjadi cinta pertama Rudy dan membaca menjadi bagian hidupnya.

Rudy membaca buku apa saja, mulai ensiklopedia sampai buku cerita.

Buku-buku karya Leonardo Da Vinci dan buku fiksi ilmiah karya Jules Verne menjadi buku-buku favorit Rudy.

Rudy pun senang sekali membuka buku-buku dalam bahasa Belanda.

Setiap menemukan kata-kata yang sulit dan tak dipahami, Rudy tak segan bertanya pada orang tuanya sehingga akhirnya orang tuanya membelikan kamus Indonesia-Belanda sehingga bisa belajar sendiri.

Kegemarannya membaca ini rupanya berefek samping.

Rudy jadi terus mengurung diri di kamar dan harus dipaksa untuk keluar.

Rudy juga menjadi anak yang gagap karena tidak terbiasa berbicara dengan orang di luar rumah.

Literasi Baca dan Sains

Apa yang dilakukan Alwi pada Rudy merupakan salah salah praktek penanaman kebiasaan membaca di rumah.

Yang lebih spesifik lagi, cara Alwi menjawab setiap pertanyaan anaknya itu merupakan salah satu metode penanaman literasi sains di keluarga.

Melalui cara Alwi tersebut, Rudy tumbuh menjadi manusia yang gemar mencari setiap masalah dan menemukan solusinya, termasuk dalam teknologi kedirgataraan yang membuatnya menjadi pakar ilmu penerbangan yang terkenal di dunia.

Saat peluncuran buku biografinya “Rudy, Kisah Masa Muda Sang Visioner” (12/10/2015) BJ Habibie mengatakan, "Saya dari lahir, cuma butuh tidur 4 jam, selebihnya yang dua puluh jam, panca indera saya menyerap lingkungan sekitar dan bertanya-tanya," kata Habibie.

Karena panca inderanya sangat aktif, lanjut Habibie, saat kecil dirinya sudah mulai bertanya-tanya dan kalau tidak bisa mendapatkan jawaban yang memuaskan, ia pun menangis.

BJ Habibie Meninggal, Pemerintah Tetapkan 3 Hari Berkabung Nasional

BJ Habibie meninggal, pemerintah tetapkan 3 hari berkabung nasional, dan ajak kibarkan bendera setengah tiang.

Presiden RI Joko Widodo mendatangi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta untuk melayat Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih dikenal BJ Habibie yang meninggal Rabu (11/9) pukul 18.05 WIB.

Jokowi menyampaikan duka mendalam atas meninggalnya Presiden ketiga RI itu.

“Atas nama pemerintah, menyampaikan duka mendalam atas berpulang ke rahmatullah BJ Habibie tadi jam 18.05 WIB,” kata Jokowi, di RSPAD, Jakarta, dikutip dari Kompas TV.

Jokowi mengenang Habibie bukan hanya sebagai presiden RI ke-3, BJ Habibie menurutnya merupakan bapak teknologi di Indonesia, bahkan dunia.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan pemerintah menetapkan hari berkabung nasional selama tiga hari, yakni hingga 14 September 2019.

Ia pun mengajak masyarakat mengibarkan bendera merah putih setengah tiang hingga berakhirnya hari berkabung nasional.

"Kami imbau masyarakat, kantor, kantor pemerintah dan lembaga negara baik di dalam maupun luar negeri untuk mengibarkan bendera setengah tiang," kata Pratikno.

Pemerintah juga akan memfasilitasi segala keperluan keluarga BJ Habibie baik di rumah duka maupun pemakaman keesokan hari. Almarhum Presiden ketiga RI BJ Habibie akan dimakamkan di samping makam sang istri, Almarhumah Hasri Ainun Besari.