Aksi Demo Tak Berujung, Pemimpin Hong Kong: Saya Ingin Mundur

Jakarta, law-justice.co - Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam mengakui telah menyebabkan malapetaka tak termaafkan dengan memicu krisis yang melanda kota tersebut.

Ia menyatakan siap mundur jika dia punya pilihan. Hal itu terungkap dalam rekaman audio dari pernyataan yang dibuatnya pada pekan lalu kepada sekelompok pengusaha.

Baca juga : Kejagung Bisa Sita Harta Sandra Dewi, Ini Alasannya

Melansir dari Sindonews.com, dalam pertemuan tertutup itu, Lam mengatakan ia saat ini memiliki ruang terbatas untuk menyelesaikan krisis. Pasalnya, kerusuhan Hong Kong kini telah menjadi masalah keamanan dan kedaulatan China di tengah meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat (AS).

"Jika saya punya pilihan, hal pertama adalah mundur, setelah membuat permintaan maaf yang mendalam," ujarnya dikutip dari Reuters, Selasa (3/9/2019).

Baca juga : Menteri Keuangan Sri Mulyani Akui Bea Cukai Kadang Ganggu Kenyamanan

Lam menyebut Beijing belum memberlakukan batas waktu untuk mengakhiri krisis menjelang perayaan Hari Nasional yang dijadwalkan pada 1 Oktober mendatang. Ia mengatakan China sama sekali tidak punya rencana untuk mengerahkan pasukan di jalan-jalan Hong Kong.

Lam mencatat, bagaimanapun, ia memiliki beberapa pilihan begitu masalah diangkat ke tingkat nasional, referensi kepada kepemimpinan di Beijing.

Baca juga : Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu, KPK Sita Uang Rp48,5 Miliar

"(Masalah) kedaulatan dan tingkat keamanan, apalagi di tengah-tengah ketegangan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara dua ekonomi besar di dunia," ujarnya.

"Dalam situasi seperti itu, ruang politik untuk kepala eksekutif yang, sayangnya harus melayani dua tuan dengan konstitusi, yaitu pemerintah pusat dan rakyat Hong Kong, ruang politik untuk bermanuver sangat, sangat, sangat terbatas," imbuhnya.

Aksi demonstrasi dipicu oleh penolakan terhadap rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Aksi protes yang terus meningkat membuat Lam menangguhkan pembahasan RUU itu pada 15 Juni. Beberapa minggu kemudian, pada 9 Juli, ia mengumumkan bahwa RUU itu telah mati.

Namun hal itu gagal meredakan aksi protes para pengunjuk rasa. Sebaliknya, mereka memperluas tuntutannya dengan memasukkan penyelidikan terhadap aksi kekerasan polisi dan reformasi demokrasi. Banyak juga yang menyerukan diakhirinya apa yang mereka lihat sebagai campur tangan Beijing dalam urusan Hong Kong.

"Bagi kepala eksekutif yang menyebabkan kekacauan besar di Hong Kong ini tidak bisa dimaafkan," ujar Lam yang dalam rekaman itu kadang-kadang suaranya terdengar tersedak saat mengungkapkan dampak dari krisis yang telah berjalan selama tiga bulan.

Tiga orang yang menghadiri pertemuan itu mengkonfirmasi jika Lam telah membuat pernyataan itu dalam pembicaraan yang berlangsung sekitar setengah jam. Rekaman berdurasi 24 menit dari pidatonya itu diperoleh oleh Reuters. Pertemuan itu adalah salah satu dari sesi tertutup yang menurut Lam telah dilakukannya dengan orang-orang dari semua lapisan masyarakat di Hong Kong.

Menanggapi laporan Reuters, juru bicara Lam mengatakan ia menghadiri dua acara pada pekan lalu termasuk pertemuan dengan pengusaha dan keduanya bersifat pribadi.

"Karena itu kami tidak dalam posisi untuk mengomentari apa yang dikatakan Ketua Eksekutif di acara-acara itu," kata juru bicara Lam.

Kantor Urusan China Hong Kong dan Makau, badan tingkat tinggi di bawah kabinet China, Dewan Negara, tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh wartawan.

Sedangkan Kantor Informasi Dewan Negara China tidak segera menanggapi pertanyaan dari media.