Syamsudin Ilyas

Merajut Mimpi Anak-anak Pesisir Lewat Kelas Jurnalistik

law-justice.co - Kelas Jurnalis Cilik (KJC) baru saja merampungkan pelajaran untuk angkatan ke-2. Karya fotografi dan gambar para murid akan segera dipamerkan dalam waktu dekat. Sang pendiri KJC telah memulai satu bagian penting dalam perjalanan meraih mimpi anak-anak di pesisi utara Jakarta.

Syamsudin Ilyas, 36 tahun, penggagas KJC, tidak pernah membayangkan sebelumnya, bahwa kegiatan yang ia mulai tahun lalu itu, bakal mendapatkan antusiasme yang luar biasa. Baik dari masyarakat sekitar, media massa, pejabat daerah, mahasiswa, maupun dari komunitas lainnya.

Baca juga : Tokoh Din Syamsuddin Bantah Ambruk di Lokasi Demo: Saya Sehat Walafiat

Belum hilang sedikitpun dari ingatan Ilyas, saat ia pertama kali memulai KJC pada Juli 2018 di kampung tempat ia tinggal, RW 01 Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta utara. Ia meminta izin kepada beberapa tokoh masyarakat untuk membuat sebuah kegiatan belajar bersama bagi anak-anak. Yang ingin ia ajarkan adalah seputar pengetahuan tentang dunia jurnalistik.

Kenapa jurnalistik? Karena Ilyas adalah seorang jurnalis yang sudah bertahun-tahun bekerja sebagai fotografer di beberapa media massa. Ia ingin agar anak-anak di sekitar tempatnya tinggal mengenal apa itu profesi jurnalis, mengenal apa itu berita, serta tahu bagaimana mendapatkan informasi dan membagikannya kepada orang lain. 

Baca juga : Habib Rizieq Shihab dan Din Syamsudin Ajukan Amicus Curiae


Syamsudin Ilyas, pendiri Kelas Jurnalis Cilik (law-justice.co/ Januardi Husin)

Setelah mendapat lampu hijau, dibantu oleh karang taruna setempat, Ilyas berhasil mengumpulkan 100-an anak yang tertarik. Namun jumlah itu kian menyusut seiring waktu karena faktor ketertarikan anak-anak tentang dunia jurnalistik. Tanpa ada penyandang dana, tanpa dibayar sepeser pun, Ilyas memulai kegiatan yang sejak tahun 2015 telah ada di pikirannya.

Baca juga : Orasi Din Syamsudin: Jokowi Sumber Masalah dan Harus Dimakzulkan!

Sebelum memulai kelas, Ilyas sudah menyusun kurikulum dan materi apa saja yang akan diajarkan. Oleh Ilyas, KJC didesain dengan model pembelajaran yang berlangsung selama empat bulan. Dikhususkan untuk anak-anak yang sudah mulai sekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama(SMP). Kelas tidak setiap hari, melainkan hanya seminggu sekali. Hari Sabtu atau hari Minggu, tergantung situasi.

Pada bulan pertama,anak-anak itu diajarkan tentang dasar-dasar informasi, apa yang dimaksud dengan berita, serta bagaimana cara memperoleh berita melalui teknik reportase. Bulan kedua, pengetahuan lebih dikhususkan tentang teknik-teknik dasar mengenai fotografi. Belum menggunakan kamera. Hanya menggunakan kardus yang sudah digambar dan dilubangi layaknya alat bidik pada kamera asli.

Memasuki bulan ketiga, barulah anak-anak itu diperkenalkan dengan alat reportase, yakni kamera atau telephone pintar. Termasuk cara-cara menggunakan dan teknik dasar dalam hunting foto. Setelah semua teori rampung, para murid diajak berkeliling ke lokasi-lokasi strategis untuk mengambil foto-foto menarik.

Foto-foto hasil jepretan anak-anak itu bakal dikumpulkan, dicetak, dan dipamerkan. Pameran foto dan gambar-gambar hasil karya murid KJC bisa dibilang sebagai acara puncak kegiatan tersebut.


Hasil karya gambar anak-anak murid KJC (law-justice.co/ Januardi Husin) 

Walau terlihat sepele, Ilyas mengaku mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaan KJC. Tidak semua warga setuju dengan kegiatan tersebut. Beberapa anak yang tidak mengikuti kegiatan pun kerap mengganggu.

“Tantangan paling sulit memang terjadi saat kita mengedukasi di wilayah sendiri. Buruk sedikit, elu selesai. Enggak amanah sama donasi dan ketahuan, selesai sudah. Gue bahkan pernah disinggung oleh ustadz saat shalat Jumat, ‘Ngapain ngajarin anak-anak main HP dan foto-foto?” tutur Ilyas kepada law-justice.co.

Belum lagi dengan jumlah peserta yang kian hari semakin menyusut. Dari 100 anak, pada akhirnya hanya tersisa 30 saja yang masih rutin mengikuti kelas. Tapi Ilyas tidak mempermasalahkan itu. Ketertarikan anak-anak, bagaimanapun, tidak bisa dipaksakan.

“KJC sebetulnya enggak rumit. Yang penting anak-anak bisa bermain dan gembira. Kita sih enggak terlalu menekankan bahwa anak-anak harus jadi jurnalis. Tapi yang mau saya bangun adalah mental dan karakter mereka,” ujarnya.

Sebagai warga pesisir di pantai utara Jakarta, Ilyas merasa ada beberapa hal yang harus ditanamkan kepada anak-anak di sana. Seperti, soal tata krama dalam berbicara, bagaimana cara hidup sehat dan mencintai lingkungan sekitar, sampai dengan pentingnya pembangunan mental anak saat berbicara di forum publik.  

 

 
Praktik hunting foto didampingi oleh salah seorang relawan KJC (law-justice.co/ Januardi Husin)

Di tengah kesulitan yang ia hadapi, bantuan juga tidak henti-hentinya datang. Dukungan paling nyata datang dari rekan-rekannya sesama jurnalis dan pewarta foto. Silih berganti wartawan datang membantu turut mengajar, memberikan sumbangan materil untuk kemajuan kelas, serta mempublikasikan kegiatan tersebut.

Dalam waktu singkat, KJC menjadi sangat terkenal. Jika membuka google, Anda akan menemui banyak sekali ulasan tentang KJC. Beberapa stasiun televisi swasta pun kerap meliput langsung kegiatan tersebut.

Berkat publikasi yang masif, beberapa komunitas di sekitar Jakarta turut serta membantu kegiatan KJC. Begitu juga dengan mahasiswa, juga sering mampir berbagi pengetahuan. Bantuan yang datang silih berganti itu membuat angkatan pertama berlangsung dengan lancar sampai dengan malam puncak pameran foto.    

Pameran foto angkatan pertama, pada tanggal 27 Oktober 2018 lalu, berlangsung sukses. Ilyas tidak menyangka anak-anak yang ia didik selama empatbulan sangat antusias pada saat malam puncak, dimana karya-karya mereka ditonton oleh warga sekitar, pejabat daerah, dan diliput oleh banyak media massa.

Beberapa waktu yang lalu, law-justice.co berkesempatan melihat langsung bagaimana anak-anak itu mengikuti kelas yang dipimpin Ilyas. Kelas untuk angkatan kedua berada tepat di pinggir tanggul pantai utara di Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara.


Suasana belajar di Kelas Jurnalis Cilik (law-justice.co/ Januardi Husin)

Hanyaberalaskan terpal biru, 30an anak-anak dengan seksama mendengarkan Ilyas berbicara di tengah-tengah mereka. Aktivitas anak-anak lainnya yang tidak mengikuti KJC - di pinggir pantai dan di atas tanggul - sama sekali tidak mengganggu kelas yang berlangsung di ruang terbuka.

“Setiap kelas yang seperti ini. Mereka selalu antusias,” kata Ilyas.

Satu tahun belum berarti apa-apa bagi Ilyas. Ini hanya permulaan. Ia masih ingin KJC berlangsung selama mungkin. Ia berharap kegiatan itu bisa merambah ke beberapa daerah lainnya. KJC adalah mimpinya sejak 2015, dan benar-benar terealisasikan.

Pada suatu ketika, Ilyas pernah terenyuh dengan pernyataan salah seorang muridnya yang berujar, “Ingin jadi guru agar bisa berbagi ilmu kepada anak-anak pesisir.”

Sejak itu Ilyas sadar. Hasil nyata dari KJC tidak akan tampak hari ini. Bukan pula di malam puncak saat karya anak-anak dipamerkan. Melainkan saat mereka sudah dewasa nanti, saat sebagian dari anak-anak itu mungkin telah mencapai mimpi mereka.

“Nanti, kelas-kelas edukasi seperti ini akan mereka kenang. Bahwa mereka pernah belajar seperti ini, di sini, secara gratis. Siapa yang tahu, mungkin mereka akan mulai melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan hari ini,” tutup Ilyas.