M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik

Jokowi Boneka China untuk Hancurkan Krakatau Steel?

Jakarta, law-justice.co - PT Krakatau Steel (KS) (Persero) Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk sebagai pabrikan baja satu-satunya di Indonesia. Kendati investor Jepang, Korea Selatan, dan China membuka pabrik baja mereka di Indonesia, akan tetapi seluruh perusahaan tersebut diharuskan untuk joint venture dengan KS. Meski memiliki hak untuk memonopoli perdagangan baja di Indonesia seperti mandat setiap perusahaan berplat merah, tapi penjualan perusahaan berkode emiten KRAS ini tengah terseok-seok dari gempuran baja Vietnam dan China.

Lalu banyak orang bertanya, jangan-jangan Jokowi diperalat China untuk hancurkan KS? Prasangka rakyat itu wajar karena KS jatuh bangkrut di bawah Presiden Jokowi akibat masuknya baja China.

Baca juga : Hajar Rival Sekota, Arsenal Kian Kokoh Di Puncak Klasemen Liga Inggris

Gonjang ganjing kebangkrutan salah satu industri strategis ini dinilai memprihatinkan. Ini bukan semata disebabkah lemahnya manajemen internal perusahaan, akan tetapi karena pemerintah lalai memberi perhatian dan prioritas pengembangan pada BUMN. Orientasi kebijakan tidak pada proteksi untuk memelihara industri kebanggaan nasional, malah sebaliknya yang terjadi adalah "pelepasan" dan penjualan aset aset strategis negara. Atau terlalu membuka keran impor sehingga terkesan "sengaja" menghancurkan aset strategis negara.

Produksi baja Indonesia berkisar 6-7 juta ton per tahun saat ini, sedangkan rencana produksi nasional mencapai 10 juta ton akan baru tercapai pada 2025. Bandingkan dengan  China yang 1 milyar ton per tahun, Bahkan, Korea saja cuma 60 juta ton dan Jepang 80 juta ton per tahun.

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

Pastilah akan terjadi pembantaian di ladang persaingan. Belum lagi beredar besi dan baja ilegal China di pasaran. Harga murah baja impor China sangat memukul KRAS. Pemerintah tidak  melakukan  intervensi.  Akhirnya tentu yang terjadi adalah PHK karyawan meski dengan bahasa "restrukturisasi" dan "pengalihan" ke anak perusahaan.

PT Krakatau Steel bersama PT PAL, PT DI, PT INTI, PT Pindad, PT KAI, PT Dahana, PT Boma Bisma, dan PT LEN  adalah Industri Strategis yang eksisensi dan pengembangannya menunjukkan kekuatan dan kehebatan bangsa Indonesia. Menyangkut hajat orang banyak, menghasilkan nilai tambah sumber daya alam (SDA), serta berkaitan dengan pertahanan dan keamanan.
 
PT Krakatau Steel nampaknya "dilepas" dari perhatian dan prioritas. Bahkan, pemerintah lebih condong membangun industri baja swasta dengan mengundang investasi asing sebagaimana yang menjadi "kesukaannya".  Di Batu Licin Kalsel berdiri perusahaan patungan dengan saham mayoritas China Nikel Resources. Begitu juga di Morowali Sulteng Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) produk pabrik baja China menyaingi secara tak sehat Krakatau Steel.

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

Kini kita butuh pemerintahan yang peduli dan memiliki nasionalisme tinggi dalam membangun industri. Jangan mengelola negara dengan semata kacamata bisnis. Asing berinvestasi demi keuntungan diri dan negaranya. Capital flight selalu terjadi. Inilah yang disebut penjajahan terselubung. Dengan memperbanyak investasi industri baja asing maka itu sama saja dengan membunuh perusahaan nasional sendiri. Krakatau Steel tidak lagi menjadi industri strategis. Keberadaannya dihancurkan sendiri oleh diri kita, kebijakan kita,  pemerintah kita. Kasihan karyawan bangsa kita.

Pola pengelolaan negara dengan semata bisnis, apalagi berorientasi komisi, tentu telah melenceng dari cita-cita untuk apa kita merdeka dan bernegara. Penguasa harus menjadi negarawan yang berpikir dan berkhidmat bagi kebahagian warga negara ke depan. Membangun peradaban dan kesejahteraan. Bukan semata infrastruktur yang memukau tapi memukul, membunuh, dan menghancurkan. Menggadaikan dan menjual. Kita butuh pemimpin yang pejuang bukan pecundang dan pedagang. Atau berkaliber penghutang yang otaknya hanya dipenuhi dengan pikiran atau lamunan uang, uang, dan uang.


Sumber: Konfrontasi.com