Bom Molotov Kerap Melengkapi Aksi Massa, Begini Sejarahnya

Jakarta, law-justice.co - Aksi melawan kecurangan Pemilu 2019 yang berlangsung selama dua hari sejak 21-22 Mei 2019, berbuntut kerusuhan yang terjadi di sekitaran Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, Jakarta Pusat. Kerusuhan itu diduga dilakukan oleh sekelompok massa di luar gedung, dipicu dari lemparan bom molotov sebanyak tiga kali.

Bentrokan antara kepolisian dengan massa aksi terjadi sejak Rabu 22 Mei pukul 20.15 WIB. Kepolisian berupaya membubarkan massa aksi yang masih bertahan di depan Gedung Bawaslu, namun nyatanya sebagian massa masih menetap. Akhirnya terjadi saling lempar bom molotov.

Baca juga : Partai Pendukung Hak Angket Pemilu Curang Melempem

Membaca sejarahnya, merujuk nationalgeographic, bom molotov merupakan senjata yang terbuat dari botol yang berisi bensin, alkohol, atau cairan yang mudah terbakar. Di dalamnya ditambah sumbu berupa tali atau kain yang menjadi penyerap. Nanti sebelum dilemparkan ke arah sasaran, sumbu dibakar terlebih dahulu.

Saat botol pecah usai dilempar, maka api akan segera merambat dan menyebar karena penguapan bensin atau alkohol atau cairan lainnya di dalamnya.

Baca juga : Pakar Politik Asing Sebut Pemilu Indonesia Prosedural Tapi Curang

Bom molotov muncul pertama kali dalam Perang Saudara Spanyol pada 1930-an. Saat itu, para pejuang Republik memanfaatkan bom molotov dilemparkan ke tank-tank milik pasukan Nasionalis.

Kemudian penggunaannya semakin masif saat Perang Dunia II tatkala pasukan Soviet menyerang Finlandia alias peristiwa Perang Musim Dingin tahun 1939.

Baca juga : Usai Heboh Khotbah Pemilu Curang, Khatib Salat Id di Bantul Minta Maaf

Saat itu Soviet menginvasi Finlandia. Namun tatkala berita serangan muncul, Menteri Luar Negeri Soviet, Vyacheslav Molotov, membantahnya. Menurutnya Soviet hanya mengirim makanan dan minuman ke Finlandia, meski kenyataannya mereka menjatuhkan bom.

Masyarakat Finlandia tidak terima dan akhirnya melawan. Mereka akhirnya menyebut istilah peledak yang dilemparkan ke arah pasukan Soviet dengan istilah “bom Molotov”, mengikuti istilah yang digunakan menteri Molotov.

Kini bom Molotov masih kerap digunakan di negara berkembang untuk menyerang pihak musuh. Selain itu juga dalam pembuatannya terbilang cukup mudah dan biayanya murah, sehingga siapapun bisa membuat bom Molotov.