KIPP: Surat Suara Tercoblos Hampir Terjadi di Semua Daerah

[INTRO]

Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) telah melakukan pemantauan proses pelaksanaan pemilu serentak 2019. Dengan menggunakan metode pendekatan analisis media, KIPP menemukan sejumlah pelanggaran yang hampir terjadi di semua daerah di Indonesia.

Sekretaris Jenderal KIPP, Kaka Suminta mengatakan bahwa salah satu yang disorot KIPP adalah adanya laporan masyarakat tentang surat suara yang sudah dicoblos untuk pasangan calon tertentu. Hal itu terjadi, tidak hanya di beberapa daerah, melainkan hampir di seluruh wilayah di Indonesia.

Baca juga : Pekerja Tak Digaji, Direksi & Komisaris Indofarma Berlebih Tunjangan

"Pelanggaran seperti surat tercoblos itu yang menjadi konsentrasi kami, laporannya banyak, sehingga kita perlu melakukan fact finding dan investigasi dulu," katanya di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu(17/4/2019).

Namun, Kaka mengaku belum mengetahui secara pasti surat yang sudah tercoblos tersebut untuk pasangan calon urut 01 atau 02. Apalagi kata dia, konsentrasi KIPP saat ini adalah untuk memastikan bahwa adanya pelanggaran surat suara yang tak layak dipakai untuk dicoblos.

Baca juga : DKPP: Laporan Tindakan Asusila Hasyim Asy`ari Lengkap Administrasi

"Kami belum tahu, karena di beberapa tempat itu sangat sporadis. Kami belum bisa pastikan siapa, dan kami tidak konsen siapa kandidat yang dicoblos, kami lebih konsen ke surat suara yang kami anggap tidak layak untuk dipakai," jelas Kaka.

Meski sudah mengantongi informasi pelanggaran terkait hal itu, KIPP belum bisa bertindak lebih jauh karena harus bekerjasama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Baca juga : Eksaminasi Hukum Atas Vonis MK Pada Kasus Sengketa Hasil Pilpres 2024

"Tentu saja kita mengakurkan atau menyamakam dengan apa yang ada di Bawaslu, apakah ini menjadi konsen Bawaslu juga. Tapi kami terlepas dari hasil, kami konsen terhadap beberapa hal yang kami anggap harus jadi proses perbaikan dan pembelajaran  pemilu di Indonesia," tegasnya.

Selain pelanggaran surat suara tercoblos untuk salah satu kandidat, KIPP juga menemukan sejumlah pelanggaran lainnya. Hal yang kedua yang paling disorot KIPP adalah KPU dianggap tidak profesional sebagai penyelenggara pemilu.

Tidak akuratnya pencatatan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dilakukan oleh KPU adalah contoh nyata. Lalu, ditambah dengan sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang belum mendapatkan logistik.

Dengan kejadian seperti ini, maka pencoblosan susulan harus dilakukan, dan dinilainya rawan akan kecurangan. Belum lagi soal pemilih yang tidak bisa menyampaikan haknya untuk mencoblos, karena kurangnya pemahaman petugas di tempat pencoblosan.

"Kalau alasan infrastruktur, Pulau Jawa seharusnya sudah selesai, tapi di Jawa Barat, ada laporan dari Karawang ada yang belum sampai. Artinya bahwa minimal tidak profesional untuk logistik, ada kelemahan KPU untuk logistik," jelas Kaka.

Pelanggaran Pemilu lain yang didapat oleh KIPP adalah adanya tindak kekerasan, baik itu terhadap penyelenggara maupun yang terjadi antar pendukung. Bahkan, di Sampang, Madura, Jawa Timur menurut Kaka terjadi penembakan dan pembacokan.

"Kemudian masih adanya gangguan seperti money politic dan bahkan provokasi di beberapa daerah, bahkan saya dengar, kebetulan belum masuk, di Madura ada kekerasan fisik, ini harus jadi perhatian, karena sebagus apa pun demokrasi, keamanan dan kekerasan fisik tidak bisa kita hindarkan," tandasnya.