Jelang Pilpres, Rupiah malah Melemah

Jakarta, law-justice.co - Menjelang pemilihan umum, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah resmi melemah. Padahal cukup banyak sentimen positif yang bisa menjadi modal bagi penguatan rupiah, tetapi belum bisa dimanfaatkan.

Pada Selasa (16/4/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.055. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan.

Baca juga : Terlemah dalam 4 Tahun, Rupiah Anjlok ke Rp16.275/Dolar AS Hari Ini

Seiring perjalanan pasar, akhirnya rupiah jatuh ke zona merah. Pada pukul 09:21 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.065 di mana rupiah melemah 0,07%.


Dari sisi eksternal, sebenarnya ada ruang yang bisa dimanfaatkan oleh rupiah agar bisa menyeberang ke zona hijau. Pertama, data ekonomi China kembali positif yang menunjukkan geliat permintaan di Negeri Tirai Bambu.

Baca juga : Hanya 3 Hari Dana Asing Pergi Rp 21,4 T & Kurs Rupiah Anjlok Rp 16.280

Pada Maret, rata-rata harga rumah baru di China naik 10,6% year-on-year (YoY). Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak April 2017.

Properti adalah satu sektor penting yang bisa mempengaruhi bidang usaha lainnya, Industri manufaktur sampai perbankan akan bergerak maju saat properti tumbuh.

Baca juga : Rupiah Sempat Hampir Sentuh Rp 16.000 Per Dollar AS, Apa Penyebabnya

China adalah perekonomian nomor 2 dunia dan terbesar di Asia. Ketika ekonomi China membaik, maka permintaan terhadap produk-produk luar negeri tentu akan meningkat, termasuk dari Indonesia. Ekspor Indonesia akan membaik, pasokan valas meningkat, dan rupiah pun berpotensi menguat.

Kedua, perkembangan harga minyak juga semestinya positif buat rupiah. Pada pukul 09:10 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,37% dan 0,22%.

Sebagaimana yang dilansir dari CNBC Indonesia, Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor karena produksi dalam negeri belum mencukupi. Saat harga minyak turun, maka kebutuhan valas untuk impor pun bisa dihemat. Tidak banyak devisa yang `terbakar` untuk impor minyak membuat rupiah seharusnya bisa lebih kuat.