Ini Alasan LPSK Beri Perlindungan Eks Ajudan SYL

Jakarta, law-justice.co - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada mantan ajudan Syahrul Yasin Limpo (SYL) berinisial PH yang menjadi saksi di sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (17/4).

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan perlindungan itu diberikan berdasarkan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Senin, 27 November 2023.

Baca juga : Waspada, Rekam Jejak Digital Negatif Bisa Diancam Pidana

"PH diputuskan mendapatkan program layanan perlindungan dari LPSK berupa program perlindungan fisik selama menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi dan Pemenuhan Hak Prosedural," kata Susilaningtias dalam keterangannya, Rabu (17/4).

Susilaningtias menuturkan Patwal LPSK disiagakan untuk melakukan pengawalan melekat dan pendampingan terhadap PH selama menjalani persidangan.

Baca juga : Markas Judi Online di Tangerang Raup Omzet Rp10 Miliar dalam 4 Bulan

Selain perlindungan fisik, kata dia, tim LPSK juga melakukan koordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait ruang khusus selama berada di Pengadilan Tipikor.

"Bukan hanya saat sidang, LPSK juga akan melakukan monitoring kondisi fisik, tempat tinggal, maupun tempat kerja terlindung setelah memberikan keterangan sebagai saksi," bebernya dilansir dari CNN Indonesia.

Baca juga : Bawaslu: Kapasitas Kami Bukan Membantah Perkara Pileg 2024

"Pengamanan juga diperlukan jika adanya ancaman serius terhadap terlindung LPSK dengan membawa terlindung ke rumah aman atau shelter," sambungnya.

Pengajuan permohonan perlindungan dalam kasus SYL itu diajukan pada 6 Oktober 2023. Pemohon terdiri dari SYL, MH (Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian), PH, HT (supir SYL), dan UN (staf honorer).

Namun dari lima pemohon, LPSK memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada tiga orang yakni PH, HT, serta UN.

HT mendapatkan program Perlindungan Fisik selama menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi dan Pemenuhan Hak Prosedural.

Sedangkan UN memperoleh program Perlindungan Fisik selama menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi, Pemenuhan Hak Prosedural, dan Rehabilitasi Psikologis.

LPSK menolak permohonan yang diajukan oleh SYL dan MH dengan pertimbangan tidak memenuhi Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Sebab, keduanya berstatus sebagai tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).***