Nawaitu Redaksi

Saat Prabowo Dipersepsikan Sebagai Boneka Presiden Jokowi

Jakarta, law-justice.co - Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah mengumumkan hasil penetapan rekapitulasi suara Pemilihan Umum (Pemilu) pada Rabu (20/3/2024) malam di Jakarta. Pengumuman penetapan telah  dilakukan dalam Rapat Pleno Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan suara Nasional Pemilihan Umum 2024.

Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.

Baca juga : 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Saat BI Rate Naik

Begitu ditetapkan sebagai pemenang pilpres berpasangan dengan Gibran Rabuming Raka, Prabowo Subianto dan pasangannya tinggal menunggu waktu pelantikan saja meskipun masih ada ganjalan adanya hak angket pemilu curang dan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi rasa rasanya baik hak angket maupun gugatan ke MK tidak berpengaruh terhadap kemenangan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka.

Meskipun sudah dinyatakan sebagai pemenang Pilpres, namun muncul kesan di publik bahwa Prabowo itu sebenarnya hanya seorang boneka Jokowi semata. Ia tak ubahnya hanya orang yang dijadikan kendaraan untuk menjalankan agenda agenda dari presiden yang sekarang berkuasa.

Baca juga : Pekerja Tak Digaji, Direksi & Komisaris Indofarma Berlebih Tunjangan

Mengapa Prabowo dipersepsikan sebagai boneka Jokowi, presiden yang sekarang berkuasa  ?. Benarkah  Jokowi berusaha menjadikan Prabowo sebagai presiden bonekanya ? Bagaimana menepis penilaian sementara orang yang mengatakan bahwa Prabowo sebenarnya adalah boneka dari seorang presiden yang sekarang berkuasa ?.

Prabowo Boneka Jokowi ?

Baca juga : Anggota Polresta Manado Bunuh Diri Diduga Karena Masalah Pribadi

Fenomena Prabowo boneka Jokowi mengingatkan kita pada kejadian pada pemilu 2014 yang lalu ketika Jokowi berhadapan dengan Prabowo yang saat itu berpasangan dengan Muhammad Hatta. Saat kampanye calon Presiden Prabowo Subianto dalam kampanyenya hampir selalu menyindir Jokowi sebagai presiden boneka.

"Kita akan pilih pemimpin yang bukan pemimpin boneka. Saudara mau dipimpin boneka atau tidak?" ucap Prabowo dalam kampanye akbar yang dihadiri 230 ribu pendukung di Stadion GBK, Senayan Jakarta (Minggu, 22/6/14).

Saat itu isu capres boneka kerap dialamatkan kepada Jokowi setelah Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri memberi pernyataan bahwa Jokowi tetap merupakan petugas partai jika terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Sehingga dianggap Jokowi hanya jadi boneka Megawati dan PDI-P saja alias boneka tunggal Mega.

Kini sungguh ironis, label boneka itu justru disematkan kepada Prabowo yang disebut sebut sebagai bonekanya Jokowi, presiden yang sekarang berkuasa. Lalu apa yang mendasari sebutan Prabowo sebagai presiden boneka ?, setidak tidaknya inilah alasannya:

Pertama, Menggandeng anak Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka. Dengan menggandeng anaknya maka Prabowo berharap Jokowi akan mendukung penuh pencalonan dan pemenangannya selama penghelatan pilpres sehingga dengan langkah ini sesungguhnya Prabowo telah “menundukkan” dirinya pada presiden yang sekarang berkuasa demi posisi kursi presiden beralih kepadanya.

Meskipun pencalonan Gibran dinilai cacat hukum sebab dinilai melanggar konstitusi tapi diamini oleh MK karena faktor adik ipar Jokowi yaitu paman Usman yang ada disana. Semua pelanggaran hukum dan konstitusi ini dianggap sepi karena titah penguasa.Dengan memasangkan anaknya menjadi cawapresnya Prabowo merupakan pintu masuk bagi Jokowi untuk terus mempengarahui pemeritahan selanjutnya.

Kedua, Selama bergabung ke Pemerintahan Jokowi, Prabowo begitu getol mengidentikkan dirinya sebagai pengabdi total terhadap “majikannya”.Langkahnya dimulai dari menyebar billboard bergambarkan Prabowo dan Jokowi secara masif di seluruh Indonesia, peningkatan intensitas kebersamaan Prabowo dan Jokowi, dukungan awal Partai Gerindra kepada PSI sebelum Kaesang diparkir sebagai Ketum-nya, sampai pada langkah Prabowo menggandeng Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres-nya.

Langkah-langkah tersebut melambungkan tingkat signifikansi Jokowi di mata Prabowo dan partai-partai politik yang mendukungnya, sampai akhirnya mengangkat status Jokowi di arena politik nasional dari status "presiden petugas partai" menjadi politisi handal setara dengan "King Maker" lainnya, seperti Megawati Soekarnoputri, Surya Paloh, dan Jusuf Kalla.

Ketiga, Prabowo dinilai Jokowi menjadi seorang yang mampu mengamankan kepentingannya pasca tidak lagi berkuasa sehingga layak di dukung sepenuhnya. Sebagai konsekuensinya Jokowi akhirnya menggunakan segala "resources" yang ia miliki, termasuk resource sebagai seorang Presiden Republik Indonesia, untuk memuluskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka di satu sisi dan untuk memenangkan pasangan Prabowo - Gibran di sisi lainnya.

Salah satu bentuk dukunganya adalah penggelontoran dana luar biasa untuk bantuan social yang dikenal dengan politik gentong babi atau Pork Barrel Politics. Jokowi dan pemerintah secara tiba-tiba memutuskan untuk melanjutkan program BLT beras dan BLT uang di awal tahun, tanpa memikirkan tentang kondisi pasokan beras nasional yang lagi merana.

Kebijakan tersebut dengan kentara terlihat ditujukan untuk daerah-daerah yang secara elektoral menjadi basis lawan politik Prabowo - Gibran, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Seketika setelah ketiga daerah tersebut tersasar oleh bansos secara maksimal, Jokowi mendadak menghentikan kedua jenis bansos tersebut beberapa hari sebelum pencoblosan tiba.

Itulah mengapa langkah-langkah tersebut dinilai sebagai politik gentong babi. Karena secara legal menggunakan anggaran negara yang sangat besar, puluhan triliun rupiah, untuk secara spesifik menyasar basis politik lawan politik Prabowo - Gibran, yang tujuannya tentu untuk memengaruhi arah pilihan politik di daerah yang ditargetnya.

Ke empat, Prabowo dinilai telah berhutang budi pada Jokowi melalui pemberian "bintang empat" yang diterimanya. Pemberian pangkat “bintang empat” itu dinilai bukan saja karena aspirasi internal TNI sebagaimana disampaikan juru bicara Kemenhan, tapi juga sebuah upaya Jokowi untuk mengikat Prabowo sebagai Presiden nantinya. Jokowi berusaha menanam jasa pada Prabowo dengan memanfaatkan “privilege yang dimilikinya”.

Dengan simbol bintang empat yang didapatnya, telah membukakan pintu atas keberlanjutan pangkat Prabowo di kemiliteran yang selama ini mandek karena kasus yang menjeratnya. Dengan pemberian pangkat itu secara simbolik terkandung arti bahwa Jokowi akan menutup buku tentang segala dugaan pelanggaran yang pernah disematkan kepada Prabowo. Arti lainnya adalah bahwa secara simbolik Jokowi telah memulihkan nama Prabowo, terutama di mata pemerintahannya.

Selain itu pemberian pangkat itu juga menjadi upaya Jokowi untuk memperkecil peluang Prabowo  keluar dari komitmen politiknya atau berkhianat di tengah jalan nanti, setelah menjadi presiden, dengan cara menambah "utang budi" yang tidak mungkin terbayar oleh Prabowo sampai kapan pun juga,

Karena dalam dua puluh tahun lebih sejak Reformasi, tak pernah ada presiden yang mampu melakukannya. Jadi di balik sematan bintang empat di bahu Prabowo tersimpan utang budi yang sangat besar, yang semestinya akan selalu diingat oleh Prabowo di sisa masa hidupnya di satu sisi dan harus dibalas dengan cara tidak mengingkari segala komitmen politik yang telah mereka sepakati sejak beberapa waktu lalu di sisi lain, meskipun Jokowi sudah tidak berkuasa lagi nantinya.

Ke lima, Pelibatan Jokowi dalam penyusunan kabinetnya. Prabowo menyatakan akan tetap melibatkan Jokowi dalam penyusunan kabinet pemerintahan baru nantinya. Pernyataan tersebut bisa saja diartikan bahwa Prabowo sedang menegosiasikan "hak prerogatif" yang dimilikinya.

Secara yuridis formal, keterlibatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam pembentukan kabinet dan penyusunan kebijakan Prabowo-Gibran sesunguhnya melanggar UUD 1945.Karena hanya presiden definitif yang berhak mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.“Pasal 17 ayat (2) UUD jelas menyebut secara eksplisit kalau menteri-menteri diangkat dan diberhentikan presiden,” bukan yang lainnya.

Secara yuris, presiden terpilih tidak boleh diatur dan didikte mantan presiden sebelumnya. Sehingga haram hukumnya bagi Jokowi cawe-cawe dalam urusan penentuan siapa yang akan menjadi Menteri nantinya. Tapi rumornya Jokowi masih akan menitipkan orang orangnya.

Adalah Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun yang membeberkan empat nama yang disebutnya dititipkan oleh Presiden Jokowi untuk kabinet Prabowo-Gibran Rakabuming Raka. Disebutkan, nama titipan pertama dari Jokowi untuk Prabowo adalah Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, Menteri BUMN, Erick Thohir dan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia.Tak hanya itu, nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga diisukan dibawa Jokowi untuk dititipkan masuk ke kabinet paslon 02.

Hal tersebut diungkapkan Refly saat berorasi dalam aksi tolak hasil Pemilu di depan KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024)."Mereka-mereka ini, jangan-jangan membantu dalam kecurangan (Pemilu)," kata Refly dalam pernyataannya seperti dikutip media.

Ke enam, melanjutkan program progam presiden sebelumnya meskipun publik banyak menentangnya. Dalam beberapa kesempatan Prabowo kerap menegaskan bahwa  dirinya bersama Gibran Rakabuming Raka bertekad melanjutkan program pembangunan yang dirintis oleh Presiden sebelumnya.

“Tidak malu-malu kami mau meneruskan, mau melanjutkan, mau membangun, mau memimpin transformasi bangsa di atas landasan yang sudah dibangun Presiden Jokowi, dan juga landasan yang dibangun Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dan semua presiden sebelumnya. Kami ingin membangun, kami tidak ingin main-main dengan kehidupan bangsa,” kata Prabowo sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (28/12/2023).

Dengan demikian bukan hanya sekadar nitip nama nama Menteri saja, rupanya Presiden Jokowi dikabarkan juga membahas program Prabowo khususnya program makan siang gratis yang merupakan program unggulan pasangan Prabowo-Gibran,  dalam rapat kabinet Jokowi-Ma’ruf di istana negara.

Atas dasar fenomena sebagaimana dikemukakan diatas muncul persepsi publik bahwa sosok Prabowo saat ini telah menjadi boneka seorang Presiden yang sekarang berkuasa . Sebuah label yang sangat ironis kedengarannya karena sebelumnya Prabowo sering menyebut Jokowi sebagai presiden boneka .

Sungguhpun demikian, banyak pula orang yang meragukan posisi Prabowo sebagai presiden boneka presiden yang sekarang berkuasa. Hal ini didasarkan pada serangkaian argumen diantaranya karena Prabowo itu seorang Ketua Umum partai besar yaitu partai Gerindra. Sehingga tidak mudah untuk menyetir Prabowo karena ia memiliki pengaruh yang menentukan sebagai Ketum partai yang mempunyai banyak massa.

Bisa jadi sikap Prabowo selama ini yang begitu akomodatif terhadap Presiden Jokowi seolah olah tunduk dan patuh kepadanya hanya strategi semata. Nanti setelah dilantik dan benar benar menjadi presiden yang mempunyai kewenangan besar akan berubah semuanya.

Dalam kaitan tersebut menarik apa yang disampaikan oleh pengamat politik Rocky Gerung dalam pernyataannya.Menurut Rocky, Prabowo Subianto mempunyai watak tidak ingin ada gangguan sedikipun saat ia memimpin, sehingga pasti akan menyiratkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menyingkir darinya.

"Kan kita tahu watak Pak Prabowo dia mau memimpin dan tidak boleh ada gangguan sedikit pun, jadi semacam basa-basi penghormatan tentu Prabowo akan bilang terima kasih Pak Jokowi karena sudah menyelesaikan term Anda yang resmi, nah sekarang adalah term saya maka demi keutuhan negeri ini Pak Jokowi sebaiknya lengser keprabon, ikuti Pak Harto kira-kira begitu," ungkapnya dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official, Kamis (21/3/24) seperti dikutip law-justice.co 22/03/24.

Apakah sosok Prabowo itu benar benar jadi boneka Jokowi atau tidak tentunya baru bisa dilihat nanti setelah dilantik menjadi presiden Republik Indonesia. Pasca pelantikan baru akan terlihat kemana arah politiknya.

Akan Dikenang Sebagai Apa ?

Apakah Presiden terpilih Prabowo Subianto akan menjadi Presiden boneka dari presiden Jokowi,  ataukah ia akan meneguhkan dirinya sebagai seorang patriot sejati yang berkomitmen untuk membangun Indonesia dengan prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan, dan moralitas yang tinggi, maka dia sendirilah yang menentukannya.

Dengan kekuasaan sebagai Presiden Indonesia yang ada ditangannya, Prabowo memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa ia bukanlah sekadar alat kendali dari kekuatan sebelumnya. Namun, kesannya akan sangat bergantung pada bagaimana ia menjalankan pemerintahannya. Apakah ia akan tetap setia pada agenda-agenda politik yang memihak pada kepentingan oligarki dan trickle-down effect yang tidak adil, ataukah ia akan benar-benar mengubah arah kebijakan menuju keadilan sosial yang lebih baik demi kemaslahatan bersama ?

Menjadi seorang patriot tidak hanya tentang retorika atau penampilan, tetapi lebih tentang tindakan nyata dalam memperjuangkan keadilan, memerangi korupsi, dan menegakkan moralitas dan mewujudkan kesejahteraan untuk semua warga bangsa. Dalam hal ini, Prabowo harus membuktikan dirinya dengan tindakan konkret untuk memastikan bahwa kepentingan rakyat dan bangsa diutamakan di atas segalanya, bukan melayani kepentingan dan ambisi pribadi Jokowi membangun dinastynya.

Jika Prabowo mampu menunjukkan kepemimpinan yang berkualitas dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan, ia berpotensi untuk diingat sebagai seorang patriot sejati yang mampu membawa perubahan positif bagi Indonesia.

Sebaliknya, jika ia hanya memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, ia mungkin akan diingat sebagai seorang pemimpin yang gagal memenuhi harapan rakyat Indonesia.

Prabowo memiliki kesempatan untuk menjadi seperti BJ Habibie, yang meskipun memiliki hubungan pribadi dengan Seharto dan pemerintahan sebelumnya, tetapi tetap mengutamakan kepentingan bangsa dan berhasil mengantarkan Indonesia melalui masa transisi yang sulit menuju masa reformasi yang lebih baik ke depannya

Sebagai contoh dibidang ekonomi, meskipun Prabowo berulangkali menyatakan akan meneruskan program Jokowi untuk hilirisasi pengelolaan sumberdaya alam (SDA), namun program ini perlu di sempurnakan lagi dengan program “hulunisasi”, sesuai amanat pasal 33 UUD 1945.Dengan begitu otomatis pengelolaan SDA dibawah kendali langsung oleh otoritas negara bukan oleh swasta apalagi swasta mancanegara.

Pergeseran kebijakan ini tentu memerlukan langkah berani dan fundamental oleh seorang Presiden demi kemakmuran rakyat, bangsa dan negara. Prabowo sendiri melalui enam program aksi partai Gerindra pernah menyodorkan keinginannya untuk mengkaji kembali kontrak kontrak karya asing yang merugikan kepentingan rakyat dan kepentingan  nasional Indonesia.

Kita semua berharap, begitu Prabowo dilantik menjadi Presiden maka kebijakan ini bisa dilakukan sebagai bagian dari komitmennya untuk memakmurkan rakyat, bangsa dan negara.Supaya rakyat Indonesia bisa gajian minimal 20 juta perbulannya seperti hasil penelitian KPK yang menyatakan bahwa dari hasil tambang kalau tidak dikorupsi akan menghasilkan sumber dana yang luar biasa untuk rakyat Indonesia.

Apakah hal tersebut dimungkinkan  untuk dilakukan oleh seorang Prabowo karena ia  akan berhadapan dengan para oligarki yang selalama ini begitu ramah dengan Jokowi yang menjadi presiden sebelumnya ?.  Hanya Prabowo yang bisa menjawabnya. Tapi paling tidak hal itu bisa menjadi salah satu indikator agar supaya Prabowo tidak disebut sebagai bonekanya presiden yang sekarang berkuasa.