Gerindra Diminta Urungkan Niat Bertemu Jokowi: Rendahkan Martabat!

Jakarta, law-justice.co - Partai Gerindra mendapat sorotan tajam dari Pengamat Komunikasi Politik, Jamiluddin Ritonga. Akademisi dari Universitas Esa Unggul ini meminta elit Partai Gerindra agar mengurungkan niat menemui Presiden Jokowi.

Saran ini ia sampaikan karena ada rencana kalau Partai Gerindra berniat menemui Presiden Jokowi yang ingin berkonsultasi tentang calon wakil presiden yang diusulkan Partai Amanat Nasional (PAN).

Baca juga : Respons Anies Baswedan soal PKB dan NasDem Merapat ke Koalisi Prabowo


Untuk diketahui, PAN menggadang-gadang Erick Thohir sebagai calon wakil presiden untuk periode 2024-2029. Menteri BUMN itu dinilai sangat layak mengemban amanat menggantikan Maruf Amin yang kini menjabat sebagai Wapres RI.

Jamiluddin Ritonga mengatakan, jika Gerindra berkonsultasi dengan Presiden Jokowi, maka itu merupakan hal yang aneh. Pasalnya, Gerindra mestinya otonom dalam menentukan figur yang akan mengemban tugas sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Baca juga : Kata AHY soal NasDem dan PKB Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

"Gerindra harusnya tidak melakukan hal itu, apalagi kepada Joko Widodo sebagai presiden," tandas Jamiluddin, dikutip dari tribun, Kamis (8/6/2023)

Menurut dia, Presiden Jokowi tentunya tidak berurusan dengan calon presiden dan wakil presiden suatu partai. Sebab tugas dan fungsinya sama sekali tak terkait dengan capres dan cawapres.

Baca juga : Di Acara Halal Bihalal PBNU, Prabowo: Saya Keluarga NU dari Dulu

Akan tetapi, katanya, jika Gerindra secara sadar atau tidak tetap melakukan itu, maka hal tersebut menimbulkan asumsi kalau Gerindra memperlakukan Jokowi seperti raja.

"Sebagai partai meminta petunjuk kepada sang raja tentang berbagai hal yang akan dilakukannya. Hal itu tentunya merendahkan harkat Gerindra sebagai partai politik. Gerindra seolah partai yang tak memiliki kemampuan untuk menetapkan cawapresnya," kata dia

Bahkan, kata Jamiluddin, langkah berkonsultasi dengan Presiden Jokowi sama artinya dengan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Gerindra, khususnya Prabowo Subianto.

"Kesan tegas terhadap Prabowo bisa jadi akan sirna. Prabowo bisa saja di persepsi sosok yang lemah," ujarnya

Dia juga menilai ini juga bisa berpengaruh terhadap pencapresan Prabowo. Masyarakat bisa saja menilai Prabowo bukan sosok yang mandiri dalam mengambil keputusan, sebab hanya memutuskan cawapres saja harus berkonsultasi dengan presiden.

"Masyarakat tentu khawatir kemandirian Prabowo dalam mengambil keputusan bila kelak jadi presiden. Padahal kemandirian presiden sangat diperlukan agar ia tidak terombang ambing dalam setiap mengambil keputusan," pungkasnya

Sebelumnya, Partai Gerindra bakal meminta pendapat Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal usulan Menteri BUMN Erick Thohir menjadi calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman mengatakan nantinya Gerindra bakal meminta pendapat Jokowi bukan kapasitasnya sebagai Presiden RI. Akan tetapi, dia akan diminta pendapat sebagai sahabat dari partai Gerindra.

"Kami berkomunikasi dengan Pak Jokowi sebagai salah satu sahabat kami, sahabat Pak Prabowo, soal cawapres yang pas untuk Pak Prabowo siapa, apa Pak Erick Thohir atau nama nama lain kami terus berkomunikasi," kata Habiburokhman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 7 Juni 2023.

Ia menuturkan permintaan pendapat tersebut tidak bisa dibilang sebagai cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi dalam kontestasi Pilpres.

Sebab, Gerindra meminta pendapat Jokowi bukan dalam kapasitas sebagai Presiden.

"Sahabat saya bilang, sahabat. Iya kan kita berkoalisi saat ini punya komitmen yang sama bagaimana Indonesia ke depan bisa lebih kuat memiliki pemimpin nasional yang berani membela kepentingan bangsa dan negara," pungkasnya.