Sebut Masa Kejayaan Inggris dan China Berakhir, ini Alasan Rishi Sunak

Inggris, law-justice.co - Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan pada Senin, 28 November 2022, bahwa era keemasan hubungan dengan China telah berakhir. Ia mengatakan bahwa tantangan sistemik Beijing terhadap kepentingan dan nilai-nilai Inggris semakin akut.


Dalam pidato kebijakan luar negeri pertamanya, Sunak mengatakan pendekatan Inggris terhadap China perlu berkembang dan Beijing secara sadar bersaing untuk mendapatkan pengaruh global dengan menggunakan semua tuas kekuatan negara.

Baca juga : Anggaran Membengkak, PM Inggris Membatalkan Proyek Kereta Cepat


"Mari kita perjelas, apa yang disebut era keemasan telah berakhir, bersama dengan gagasan naif bahwa perdagangan akan mengarah pada reformasi sosial dan politik," kata Sunak di distrik keuangan London, mengacu pada deskripsi mantan Menteri Keuangan George Osborne tentang ikata Sino-British pada 2015.

Beberapa orang di Partai Konservatif mengkritik Sunak, menganggapnya kurang keras terhadap China dibandingkan pendahulunya Liz Truss. Tahun lalu, ketika dia menjadi menteri keuangan, dia menyerukan strategi bernuansa China untuk menyeimbangkan masalah hak asasi manusia sambil memperluas hubungan ekonomi.

Baca juga : Gelombang Migran Berlabuh, Pemerintah Inggris Rencana Siapkan Tenda

Namun pertemuan yang direncanakan antara Sunak dan Presiden China Xi Jinping pada KTT G20 bulan ini di Bali gagal dan minggu lalu London melarang kamera keamanan buatan China dari gedung-gedung pemerintah yang sensitif.

"Kami menyadari China menimbulkan tantangan sistemik terhadap nilai-nilai dan kepentingan kami, tantangan yang semakin akut saat bergerak menuju otoritarianisme yang lebih besar," katanya, merujuk pada pernyataan BBC bahwa salah seorang jurnalisnya telah diserang oleh polisi China.

Baca juga : Keseringan Traktir, Liz Truss Punya Tagihan Jumbo Makanan dan Minuman

"Tentu saja, kita tidak bisa begitu saja mengabaikan signifikansi China dalam urusan dunia—untuk stabilitas ekonomi global atau masalah seperti perubahan iklim. AS, Kanada, Australia, Jepang, dan banyak lainnya juga memahami hal ini.”

Sunak mengatakan, di bawah kepemimpinannya, Inggris tidak akan memilih status quo dan akan menghadapi pesaing internasional tidak dengan retorika besar tetapi dengan pragmatisme yang kuat. Di Ukraina, dia mengatakan, pemerintah akan mempertahankan bantuan militer ke Kyiv tahun depan, mempertahankan dukungan kuat yang ditawarkan oleh mantan perdana menteri Boris Johnson dan Truss.

“Jadi jangan ragu, kami akan mendukung Ukraina selama diperlukan. Kami akan mempertahankan atau meningkatkan bantuan militer kami tahun depan. Dan kami akan memberikan dukungan baru untuk pertahanan udara,” katanya.

Pada September lalu, Inggris memberikan bantuan £ 2,3 miliar atau sekitar Rp 36,1 triliun ke Ukraina pada tahun ini. Itu adalah bantuan militer terbesar kedua ke Ukraina setelah Amerika Serikat.

Sunak mengatakan Inggris perlu mengambil pendekatan jangka panjang yang sama seperti musuh dan pesaingnya seperti Rusia dan China.

“Dalam menghadapi tantangan ini, pemikiran jangka pendek atau angan-angan tidak akan cukup. Kita tidak dapat bergantung pada argumen atau pendekatan Perang Dingin, atau sekadar sentimentalitas tentang masa lalu,” katanya.