Digoyang `Gerakan Pembebasan Iran`, Raisi ke Biden: Matilah Amerika!

Jakarta, law-justice.co - Presiden Ebrahim Raisi dan Presiden AS Joe Biden bertukar kata-kata pedas menyangkut pembebasan Iran.

Biden dalam sebuah kampanye di California mengatakan bahwa ia akan "membebaskan Iran". Pernyataan ini berkaitan dengan maraknya demonstrasi melawan pemerintah negara itu yang berawal dari protes terhadap kematian Mahsa Amini di dalam tahanan polisi karena dinilai melanggar aturan berpakaian.

Baca juga : Sesat,Bandingkan Depresiasi Rupiah dengan Uang Thailand, Korea & Turki

“Jangan khawatir, kita akan membebaskan Iran. Mereka akan segera membebaskan diri mereka sendiri,” kata Biden dalam pidato kampanye di California, Kamis, 3 November 2022, ketika puluhan demonstran berkumpul di luar memegang spanduk yang mendukung pengunjuk rasa Iran.

Biden tidak menjelaskan pernyataannya atau merinci tindakan tambahan apa yang akan dia ambil selama sambutannya di MiraCosta College dekat San Diego itu.

Baca juga : Tekanan pada Ekonomi Indonesia Semakin Kuat, Tugas Berat Presiden Baru

Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih juga tidak segera mengeluarkan tanggapan atas pernyataan itu.

Namun pernyataan itu membuat pemerintah Iran geram. Presiden Iran Raisi mengatakan bahwa negaranya telah dibebaskan oleh revolusi Islam 1979.

Baca juga : Kasus DBD Meningkat, Seluruh Elemen Terkait Perlu Cari Solusi

"Saya memberi tahu Biden bahwa Iran dibebaskan 43 tahun lalu," kata Presiden Ebrahim Raisi dalam pidato langsung yang disiarkan televisi, Jumat, 4 November 2022.

Peringatan Pendudukan Kedutaan AS di Teheran

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah Iran memperingati perebutan kedutaan AS di Teheran pada 1979. Peringatan kali ini digelar di tengah demo mahasiswa dan masyarakat.

Mahasiswa radikal menyerbu kedutaan segera setelah jatuhnya Shah yang didukung AS pada 1979, dan 52 orang Amerika disandera di sana selama 444 hari. Kedua negara telah bermusuhan sejak saat itu.

Gambar yang disiarkan di televisi pemerintah menunjukkan demonstrasi anti-Amerika yang dihadiri oleh puluhan ribu orang di seluruh negeri pada "Hari Nasional Memerangi Kesombongan Global". Lagu-lagu menyerukan "Matilah Amerika" dan menggambarkan musuh bebuyutan Iran sebagai manifestasi Setan.

Anak-anak sekolah membawa spanduk untuk mendukung penyerbuan kedutaan dan mengibarkan bendera Iran.

Demonstrasi hari Jumat sangat kontras dengan gelombang protes yang melanda negara itu sejak seorang wanita Kurdi berusia 22 tahun, Mahsa Amini, meninggal dalam tahanan polisi moral pada 16 September setelah ditangkap karena berpakaian tidak pantas.

Kantor berita aktivis HRANA mengatakan pada hari Jumat bahwa 300 pengunjuk rasa telah tewas dalam kerusuhan termasuk 47 anak di bawah umur, serta 37 anggota pasukan keamanan.

Lebih dari 14.000 orang ditangkap, termasuk 385 mahasiswa, dalam protes di 134 kota besar dan kecil, dan 132 universitas, katanya.

Iran menyalahkan Amerika Serikat dan musuh asing lainnya atas kerusuhan itu, dengan mengatakan mereka ingin mengacaukan negara.