Respons Kemenkeu soal Said Didu Samakan Utang Negara Bak Pinjol

Jakarta, law-justice.co - Belum lama ini, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu menyamakan utang negara dengan terjerat pinjaman online (pinjol), yang ditulis dalam akun Twitternya.

Dalam akun Twitternya, Said Didu mencuitkan utang pemerintahan Joko Widodo yang terus meroket. Ia mengibaratkan pelunasan yang dilakukan Jokowi seperti gali lubang untuk tutup jurang.

Baca juga : Kapolres Jaksel Pecat 6 Anggotanya yang Terlibat Narkoba dan Desersi

"Di bawah Pemerintahan Jokowi utang meroket. Untuk melunasinya bagaikan menggali lubang untuk menutup jurang karena sudah sekitar 44 persen pendapatan negara untuk bayar utang. Dampaknya, negara dan rakyat nasibnya sudah seperti sudah terjerat pinjol," tulis Said Didu, mengutip akun Twitter resminya, Kamis (6/10).

Menanggapi tudingan itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rahayu Puspasari mengatakan membandingkan utang pemerintah dengan pinjol sama sekali tidak tepat.

Baca juga : Eks Bupati Kuansing Dipenjara Terkait Korupsi Bangun Hotel Rp 22 M

Dia kemudian mengunggah perbedaan antara pinjol dengan utang pemerintah.

Dari sisi aspek jaminan, pinjol perlu memberikan bukti kepemilikan aset atau tanpa jaminan. Sedangkan surat berharga negara, pelunasan dijamin dengan undang-undang.

Baca juga : Saat Elit Partai Ogah Beroposisi, Sibuk Koalisi Cari Apa?

Di sisi tujuan, pinjol digunakan untuk konsumtif atau produktif. Sedangkan SBN digunakan untuk membiayai pembangunan.

Untuk penerima pinjaman, jika pinjol adalah orang pribadi, maka penerima SBN adalah pemerintah.

Dari sisi pemberi pinjaman, pinjol diberikan oleh perusahaan fintech, namun SBN diberikan oleh investor yang mayoritas WNI.

Lebih lanjut, pinjol berisiko gagal bayar bagi beberapa peminjamnya. Namun SBN, tidak pernah gagal bayar.

"Selain itu, sebagai informasi pendapatan negara per akhir Agustus lebih baik dari tahun lalu, naik 58,1 persen, " tulis Rahayu dalam akun Twitternya.