Jaksa Tuntut Indra Kenz 3 Pasal Berlapis: Judi Online, Hoaks, dan TPPU

Jakarta, law-justice.co - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa terdakwa kasus dugaan investasi bodong Binomo, Indra Kenz dengan tiga pasal sekaligus.

Salah seorang jaksa menyatakan bahwa Indra melakukan pidana judi online dan atau penyebaran berita bohong (hoaks) melalui media elektronik hingga mengakibatkan kerugian konsumen melalui transaksi elektronik dan/atau penipuan atau perbuatan curang dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

Dakwaan itu disampaikan JPU saat menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan investasi bodong Binomo di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, Jumat (12/8).

"Terdakwa Indra Kenz dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat aksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian yang dilakukan oleh Terdakwa," kata jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Tangerang, Jumat.

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

Sebagai informasi, Indra Kenz dalam kasus ini mulanya mengadakan permainan di aplikasi Binomo dan mengabarkan permainan tersebut melalui konten video di akun YouTubenya. Korban yang terpancing lalu mendaftar dan bergabung di aplikasi Binomo tersebut.

"Dalam rangka mendapatkan lebih banyak keuntungan dengan bertambahnya jumlah member yang bergabung pada permainan Binomo melalui link referral Terdakwa, maka Terdakwa mengabarkan permainan tersebut dengan menggunakan media internet, yaitu dengan menggunakan channel YouTube, akun Instagram dan juga pada setiap deskripsi video edukasi trading yang di-upload di akun channel YouTube," kata jaksa.

Baca juga : MNC Larang Nobar Piala Asia U-23 Ada Sangsi Pidana

Setelah korban mendaftar permainan tersebut, kata jaksa, korban dimasukkan ke grup Telegram milik Indra Kenz dengan nama grup `Indra Kesuma Official`.

Dalam grup tersebut, Indra Kenz harus terus menjaga antusiasme para korban agar tetap tertarik untuk menambah deposit pada akun deposit dengan cara memberikan tips atau cara trading agar menang.

"Kemudian memberikan aba-aba untuk melaksanakan permainan Binomo secara berbarengan atau yang disebut dengan istilah trading bareng atau traba," lanjut jaksa.

Jaksa menyebut Indra Kenz selaku afiliator Binomo telah menyebarkan informasi berupa video yang membuat korban ikut permainan bermuatan perjudian itu. Jaksa juga menyebut Indra Kenz mendapatkan keuntungan besar saat para pemain kalah ataupun menang.

"Terdakwa selaku afiliator Binomo telah menyebarkan informasi berupa video yang membuat para saksi korban tanpa sadar telah melakukan permainan yang memuat perjudian pada situs Binomo," kata jaksa.

"Keikutsertaan para saksi korban sebagai member Terdakwa pada permainan Binomo telah membuat Terdakwa selaku afiliator mendapat keuntungan baik pada saat para pemain mengalami kemenangan maupun pada saat kekalahan," katanya.

Keuntungan itu lalu dicairkan Indra Kenz ke rekening pribadinya. Perbuatan Indra Kenz, sebut jaksa, telah memberikan harapan palsu kepada masyarakat untuk bisa kaya raya secara instan.

Indra Kenz, kata jaksa, juga membuat para korban seolah-olah sedang mengikuti trading. Padahal, Indra Kenz tahu Binomo tidak memiliki izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Akibat perbuatan Indra Kenz, lebih dari 100 korban mengalami kerugian lebih dari Rp83,365 miliar.

"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa, para korban mengalami kerugian yang besar dengan rincian ada 144 korban dengan total Rp 83.365.707.894," kata jaksa.

Indra Kenz dalam kasus ini juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang. Namun, dalam persidangan ini, jaksa hanya membacakan jeratan pasal TPPU-nya saja.

Pasal yang didakwakan adalah Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 27 ayat 2 dan/atau Pasal 45A ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kemudian, Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.