Anggaran Kereta Cepat Bengkak, Faisal Basri: China Enggak Pernah Rugi!

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah China disebut tidak pernah rugi akibat pembengkakan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Alasannya menurut Pakar Ekonomi Senior dari Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, Indonesia tetap membayar pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga yang tinggi setiap tahunnya.

Baca juga : Diduga Halangi Proses Pelanggaran Etik, Novel Laporkan Nurul Ghufron

"China enggak pernah rugi karena kita tiap tahun bayar bunga yang dari 75 persen. Pinjaman yang bunganya 20 kali lebih tinggi kalau dari Jepang. Inilah ongkos yang harus kita bayar," ujar Faisal, dikutip dari `Blak-blakan` Detik, Rabu (10/8).

Dari 25 persen ekuitas tersebut, 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia dan 40 persen dari China. Sehingga pembengkakan biaya akan ditanggung oleh kedua negara sesuai dengan besaran masing-masing konsorsium.

Baca juga : Jokowi Resmi Teken UU DKJ, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

"Peningkatan dana ini dibagi 60-40 kan. 60 Indonesia, 40 China," ujar Faisal.

Namun, dia mengatakan pemerintah tengah mencoba bernegosiasi dengan China agar konsorsium Indonesia menanggung 40 persen, sedangkan konsorsium China menanggung 60 persen.

Baca juga : Ogah Oposisi, PKS Harap Didatangi Prabowo & Diajak Gabung Koalisi

Faisal mengatakan China tidak bersikap agresif dalam pembiayaan proyek KCJB. Ia menilai pembengkakan biaya proyek ini memang harus ditanggung oleh pemerintah.

Namun, ia menambahkan jika seluruh biaya pembengkakan ditanggung, maka bisa membuat masyarakat Indonesia marah.

"Kalau semua kekurangan pembiayaan cost overrun 100 persen China, marah lagi orang Indonesia, (bilang) kita dijajah china. Mau diserahkan semua 100 persen? Nanti manajemennya semua dia, kan nanti marah lagi kita," ujar Faisal.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan dana untuk menambal pembengkakan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akan berasal dari konsorsium pemegang saham dan pinjaman (loan).

Dia menyebut sebanyak 25 persen dari pembengkakan itu akan ditanggung konsorsium BUMN Indonesia, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co Ltd sesuai dengan komposisi saham.

PSBI sendiri memegang 60 persen saham pada PT Kereta Cepat Indonesia (KCIC) sebagai pemilik proyek. Sementara, 40 persen sisinya dimiliki Beijing Yawan.

PSBI, kata Arya, diperkirakan menambal pembengkakan sebesar Rp4 triliun.

Dana itu berasal dari penyertaan modal negara (PMN) yang masuk lewat PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Sementara, konsorsium China diperkirakan akan menambal Rp 3 triliun.

Sisanya, sebanyak 75 persen dari pembengkakan biaya akan ditutup melalui utang.

"Nanti yang 75 persen kita akan cari loan. Loan yang akan dibayar pada saat sudah mulai operasional. Di situ dimasukkan dalam semuanya, jadi dimasukkan dalam loan juga 75 persen itu. Itu yang akan diperkirakan apakah cari dari perbankan mana, mungkin dari China, atau dari mana," kata Arya seperti dikutip dari Detik, Rabu (3/8).

Dia menuturkan pinjaman itu akan atas nama KCJB. Namun, Arya belum membeberkan siapa yang akan memberikan pinjaman. Pasalnya, pihaknya masih mencari sumber pendanaan tersebut.