Aturan Baru OJK: Maksimum Pendanaan Fintech P2P Lending 25%

Jakarta, law-justice.co - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/Fintech P2P Lending). Adapun POJK ini berlaku sejak diundangkan pada tanggal 4 Juli 2022 dan sekaligus mencabut POJK 77/2016.

POJK LPBBTI ini dikeluarkan untuk mengembangkan industri keuangan sehingga mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi.

POJK ini juga merupakan penyempurnaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016) dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen.

Adapun beberapa substansi penyempurnaan pengaturan dalam POJK LPBBTI yang baru sebagai berikut:

Penyelenggara LPBBTI harus didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp 25 miliar. Penyelenggara wajib memiliki paling sedikit satu pemegang saham pengendali (PSP).

Penyelenggara harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari OJK. Penyelenggara konvensional yang melakukan konversi menjadi penyelenggara berdasarkan prinsip Syariah wajib memperoleh persetujuan dari OJK.

Calon pihak utama (PSP, direksi, dewan komisaris, dan DPS) wajib memperoleh persetujuan dari OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya sebagai pihak utama LPBBTI dapat dilakukan melalui pendanaan produktif dan pendanaan multiguna.

Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25 persen dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan.

Penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan.

Untuk mendukung program pemerintah, Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan instansi pemerintah untuk menjadi mitra distribusi atas surat berharga negara.

Penyelenggara wajib menyampaikan data transaksi pendanaan kepada pusat data fintech lending OJK dengan mengintegrasikan Sistem Elektronik milik penyelenggara pada pusat data fintech lending.

Penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp 12,5 miliar.