Desmond J.Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Geliat Islam Phobia Menjadi Biang Munculnya Tindakan Nirlogika?

Jakarta, law-justice.co - Baru-baru ini Mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) dibuat kesal oleh jajaran kepolisian negara yang akan memetakan masjid sebagai upaya mencegah berkembangnya radikalisme di Indonesia.

Menurut JK, tidak ada radikalisme yang mengacau negara lewat masjid sebagaimana yang disinyalir oleh pihak kepolisian Indonesia. “Saya ingin sampaikan bahwa tidak ada radikalisme yang pernah mengacau negara lewat masjid,” ujar JK saat di Masjid Al-Markaz Al-Islam di Makassar, Jumat (28/1/22) seperti dikutip media.

Baca juga : Pecahkan Rekor Jenderal Termuda, Ini Sosok Brigjen Aulia Dwi Nasrullah

Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut  mengatakan hampir semua yang membuat bom, radikalisme dan kelompok berasal dari rumah kontrakan bukan di masjid seperti dugaan mereka.Dia menyebut jika ada penceramah yang mengkritik pemerintah, itu sifatnya untuk amar makruf nahi mungkar, bukan meruntuhkan negara.“Kalau ada yang mengkritik itu dari ustaz-ustaz yang bicara amar makruf nahi mungkar,” jelasnya.

Kegusaran pak JK karena adanya rencana Polri yang akan memetakan Mesjid  sebagai upaya untuk mencegah radikalisme itu kiranya cukup beralasan karena ada kesan ketika Mesjid dijadikan sasaran untuk dipeta petakan tindakan itu bisa menimbulkan keresahan dan rasa saling curiga. Terkesan pula bahwa seolah olah hanya islam yang menjadi biang munculnya tindakan radikal yang bisa meruntuhkan negara.

Baca juga : Cemas Ditahan ICC soal Gaza, Netanyahu: Tak Ada yang Bisa Setop Israel

Kebijakan Polri yang akan memetakan masjid sebagai upaya untuk mencegah radikalisme bisa dibaca sebagai bagian dari efek mewabahnya gejala islam phobia yang melanda aparat negara sehingga memunculkan kebijakan yang nirlogika.

Apa itu islam phobia ?, Seperti apa gambaran islam phobia marak berkembang di Indonesia ?. Benarkah merebaknya islam phobia menjadi penyebab munculnya kebijakan dan perilaku nirlogika ?

Baca juga : Seorang Siswi SMP di Jambi Digilir 8 Pemuda di Lapangan Bola

Mengenal Islam Phobia

Islam phobia atau phobia Islam adalah suatu istilah yang sudah akrab ditelinga kita. Phobia berarti rasa takut yang berlebihan terhadap sesuatu ketika berada dalam suatu situasi atau melihat sesuatu seperti melihat hewan tertentu misalnya. Ada juga orang yang takut berada di tempat gelap atau takut berada di ketinggian tertentu sehingga ia akan berusaha menghindarinya.

Orang yang takut pada situasi gelap atau takut terhadap ketinggian berarti sedang mengalami phobia . Sebagai pelampiasan rasa takutnya seorang bisa menjerit histeris atau bertindak yang di luar nalar atau diluar logika .

Dengan pengertian yang demikian dapat diartikan bahwa Islam phobia atau phobia Islam ialah rasa taut yang berlebihan ketika mendengar kata Islam atau melihat simbol-simbol Islam karena dianggap sebagai sebuah ancaman baginya.Phobia Islam juga bisa terjadi karena gambaran terhadap Islam yang sangar oleh media anti Islam, sehingga Islam dianggap akan membahayakan diri dan kepentingannya.

Phobia Islam sebetulnya tidaklah terjadi hari ini saja, sejak awal kehadiran Islam , phobia islam itu sudah ada. Sejarah Islam mencatat bagaimana phobia Islam sudah muncul sejak titik awal Nabi Muhammad SAW menyampaikan risalah keislamannya. Karena islam dikhawatirkan akan merubah tatanan hidup Jahiliyah yang sudah ada, akan merubah tradisi nenek moyang mereka.

Tinjauan secara global, ketika islam makin berkembang pesat di dunia, islam phobia ikut mewarnai perjalanannya. Namun islam phobia tidak terlalu menampakkan sosoknya ketika dunia masih dikuasai oleh dua kekuatan raksasa yaitu Amerika dan Rusia.

Perseteruan antara blok barat yang diwakili oleh kubu Amerika dan blok Timur yang diwakili oleh Uni Sovyet atau Rusia telah menciptakan suasana perang dingin antara keduanya. Media media barat saat itu banyak menyerang negara negara blok timur yang dikomandani oleh Rusia.

Bukan hanya itu, film film Hollywood, selalu menokohkan peran antagonist untuk KGB, Soviet, Russia dan simpatisanya. Begitu gencarnya Media barat menghancurkan Image block timur, sehingga  orang yang tidak tahu apa apapun jadi ikut "tidak suka" terhadap blok timur yang dipimpin oleh Rusia. Sementara block Barat dianggap sebagai  sang jagoan, tokoh protagonist bak James Bond dengan segala kebenaran dan kemuliaannya.

Ketika perang dingin antara blok barat dan blok timur lagi tegang tegangnya, islam menjadi agama yang nyaris tidak diusik keberadaannya. Kelompok kelompok islam phobia belum menampakkan jati dirinya untuk menjadikan islam sebagai ancaman baginya. Fokus mereka adalah melawan kekuatan blok timur yang dianggap sebagai ancaman nyata. Bahkan ketika terjadi perang di Afganistan melawan Uni Sovyet, blok barat bahu membahu membantu Afganistan melawan musuhnya.

Sejarah kemudian mencatat blok timur akhirnya runtuh ketika Uni Sovyet dibawah kendali Michel Gorbacev mengkampanyekan kebijakan restrukturisasi  dan keterbukaan atau glasnost and perestroika.

Runtuhnya Uni Sovyet telah membuat blok barat dibawah komando Amerika seperti kehilangan musuh utamanya sehingga mereka menjadi kekuatan tunggal yang menjadi penguasa dunia. Tetapi dalam kancah perpolitikan global, tiadanya musuh telah membuat mereka menjadi tidak bermakna. Musuh musuh baru perlu diciptakan sedemikian rupa sebagai dalih untuk menjaga kepentingannya menguasai dunia.

Tiba tiba saja media media barat menjadikan islam sebagai agama yang harus diwaspadai keberadaannya. Islam yang awalnya sebagai agama damai tiba tiba saja distigmakan sebagai agama radikal, penuh kekerasan sehingga dianggap mengancam eksistensi mereka.

Stigma islam sebagai agama radikal dan sarat kekerasan seolah olah menemukan momentumnya ketika terjadi serangan 11 september 2001  yang lebih dikenal dengan tragedi 911 di New York, Amerika. Sejak saat itu  kampanye Islamofobia makin kuat di seluruh dunia.

Pasca serangan 11 september 2001 itu, nama Osama bin Laden dengan organisasi Al-Qaedanya dinyatakan sebagai musuh besar oleh mereka dan harus diburu keberadaannya. Pada hal sebelumnya ketika terjadi perang Afganistan melawan Uni Sovyet, Osama menjadi America`s Golden Boy alias anak kesayangannya.

Bukan hanya Osama yang dikejar, negara negara timur tengah yang kaya minyak dan berpotensi melawan Amerika difitnah sedemikian rupa untuk dihancurkannya. Irak dan Libya adalah beberapa negara yang bernasib sial karena rekayasa Amerika dan sekutunya. Senjata pemusnah massal yang dituduhkan dimiliki oleh Saddam Huesein sebagai alasan  Amerika cs untuk menyerang Irak ternyata tidak terbukti adanya.

Banyak selentingan yang menyebut bahwa sesungguhnya gerakan radikal Al Qaeda dan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) atau dikenal pula sebagai Islamic State of Iraq and The Levant (ISIL), merupakan "boneka" ciptaan Amerika.

Salah seorang penudingnya adalah Edward Snowden mantan staf National Security Agency (NSA) atau Badan Keamanan Nasional Amerika. Pernyataan Snowden, yang telah membongkar banyak "rahasia dunia" menyangkut isu politik, ekonomi, dan keamanan tingkat tinggi, sedikit banyak menggoyahkan keyakinan pihak-pihak yang selama ini "meyakini betul" bahwa ISIS adalah gerakan yang berkaitpaut erat dengan agama.

video yang dilansir Fox News menjelaskan bahwa apa yang dikemukakan Snowden memang bukan sekadar pepesan kosong belaka.Dalam sebuah video wawancara dengan reporter Fox News, Greta Van Susteren, Hillary Clinton menyebut bahwa Amerika memiliki kepentingan sangat besar di Asia Tengah, kawasan yang dua dekade lalu hendak "dikuasai" Rusia.Selain dalam wawancara dengan Fox, Hillary Clinton yang saat itu menjabat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, pernah menyampaikan pernyataan serupa di hadapan rapat pemerintah dengan senat Amerika.

Pasca ambruknya blok timur, dibeberapa negara lainnya mulai muncul gerakan gerakan teroris radikal dengan berbagai nama termasuk di Indonesia. Ajaran jihad dalam islam yang bermakna mulia telah berubah menjadi kata kata yang menakutkan bagi mereka. Tiba tiba tokoh jahat dalam film film Hollywood  yang awalnya menjadikan tokoh tokoh blok Timur/ orang Rusia sebagai tokoh penjahatnya telah berubah menjadi  bersorban dan berteriak Allahu Akbar sebagai symbol teroris versi mereka.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, islam telah mengantikan posisi blok timur untuk dijadikan target dan musuh bersama. Islam menjadi agama yang sering difitnah, dibully dan di sudutkan sebagai agama pembawa kekacauan dan kekerasan dimana pesan pesan ini diframing sebagai ancaman bagi dunia.

Padahal, selama 1400 tahunan Islam berkembang dan berkuasa, tidak ada satu negara atau kaumpun yang dihinakan atau dihancurkan Islam seperti halnya yang dilakukan para penjajah barat ke negara negara timur termasuk Indonesia.

Dengan pelabelan yang buruk tentang Islam tersebut maka seolah olah agama ini seperti sah sah saja untuk di musnahkan eksistensinya. Itulah sebabnya ketika terjadi pembantaian umat islam suku Rohingnya di Myanmar, Pattani di Thailand, suku Ughyur di China dan dibeberapa negara di Afrika, dunia seolah olah mendiamkannya. Pembunuhan dan pelanggaran hak azasi manusia terhadap minoritas muslim itu seakan akan  sah sah saja dilakukan karena mereka dianggap sebagai pemberontak melawan negara.

Islam Phobia di Indonesia

Kalau islam di negara negara yang minoritas muslim ditindas karena dianggap sebagai pemberontak terhadap negara maka lain halnya dengan nasib muslim dinegara yang mayoritas penduduknya muslim  seperti Indonesia.  Di negara mayoritas muslim ini mereka yang mengidap islam phobia tidak cukup bernyali untuk melabeli tokoh tokoh muslimnya sebagai pemberontak terhadap negara meskipun usaha kearah sana tetap ada.

Kriminalisasi terhadap suara suara kritis dari tokoh agama dengan modus mencari cari kesalahan mereka  tetap dilakukan meskipun tidak sevulgar dilakukan manakala muslim tinggal di negara yang minoritas penduduknya.

Salah satu modus kelompok islam phobia di negara yang mayoritas muslim seperti Indonesia adalah dengan membuat kesan kalau islam itu agama tidak toleran, arogan, tidak pancasilais dan stigma buruk lainnya. Tentu saja kampanye ini akan didukung oleh media media yang dikuasai oleh para kapitalis, liberals dan neo komunis,  serta jaringannya.

Islam phobia di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung cukup lama yaitu sejak imperialis Belanda menjajah Indonesia. Saat itu, Kongsi Dagang Belanda (VOC) memiliki ketakutan terhadap kerajaan Islam seperti Aceh, Banten,dan Demak, sehingga mereka melakukan politik adu domba.

Selain itu, VOC juga selalu menyebut para pejuang kemerdekaan khususnya umat Islam dengan sebutan ekstrimis -radikal untuk menyudutkannya.Pemberian label ekstrimis atau radikal yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhadap para pejuang kemerdekaan itu ternyata tetap digunakan hingga pemerintah yang sekarang berkuasa. Kali ini label tersebut disematkan kepada para tokoh agama yang bersuara kritis menyikapi kebijakan penguasa.

Di era sekarang ini wabah islam phobia nampaknya memang semakin merajalela saja. Fenomena ini telah membuat gusar Prof. Haedar Nashir salah seorang   tokoh bangsa. Dalam tulisannya yang diberi judul : “Islamfobia di Negeri Muslim” yang dimuat di harian Republika,beliau menyampaikan kegusarannya.

Sungguh berani dan ironis dimana orang makin terbuka mengolok-olok Islam dan umat Islam di negeri Indonesia tercinta. Negeri yang mayoritas penduduknya muslim, bahkan tercatat sebagai negara muslim terbesar di dunia.

Mengapa sebagian orang begitu terbuka menunjukkan ketidaksukaan terhadap Islam dan pemeluknya. Bahkan yang mengolok olok itu bukan kebanyakan bukan non muslim melainkan orang orang yang mengaku islam sebagai agamanya.  Para buzzer yang dibayar oleh penguasa seperti Denny Siregar, Abu Janda dan yang lain lainnya sering memainkan islam sebagai bahan olok olokannya. Bahkan Abu Janda pernah menyebut kalau teroris itu punya agama dan islam adalah agamanya.

Sementara itu Denny Siregar menyebut santri sebagai calon teroris yang harus diwaspadai keberadaannya. Akibat ucapannya ini Denny Siregar sempat dilaporkan oleh salah seorang warga di Tasikmalaya tapi laporan itu sampai sekarang tidak ada kabar beritanya dan tidak jelas tindaklanjutnya

Ketika pada zaman penjajahan, perang kemerdekaan dan awal era kemerdekaan, Islam adalah "pahlawan" karena para pejuang islam bertaruh nyawa untuk kemerdekaan bangsanya, kini mereka di anggap sebagai kelompok yang berbahaya.

Dahulu di masa awal kemerdekaan, yang namanya pekik takbir digunakan sebagai penyemangat perang melawan penjajah Jepang maupun Belanda. Kalimat itu begitu terpuji karena bisa  menyulut keberanian untuk bertempur melawan penjajah demi negara tercinta. Tapi saat ini kalimat takbir itu diplesetkan dengan “take beer “ yang bernuansa menghina.

Semangat jihad yang dahulu berhasil memobilisasi massa untuk melawan penjajah khususnya pada momen 10 Nopember di Surabaya, saat ini kata kata jihad itu dianggap berbahaya karena di identikkan  dengan upaya melawan negara untuk mengganti dasar negara Pancasila dengan khilafah atau paham lainnya.

Kalimat tauhid yang pada jaman perjuangan melawan penjajah dahulu selalu disandingkan dengan bendera merah putih sebagai  symbol dan semangat perjuangan, saat ini bendera itu di curigai sebagai symbol radikalisme- teroris (ISIS) sehingga harus di hilangkan eksistensinya. Dengan begitu seolah olah islam tidak berjasa untuk Indonesia. Islam seolah olah anti Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Islam juga sering disebut sebut sebagai agama impor yang didatangkan ke Indonesia. Sementara agama lain seperti Kristen atau katholik  atau agama hindu -Budha- Kong Hu-Chu  yang sebenarnya juga berasal dari mancanegara tidak pernah disebut sebut sebagai agama impor yang dibawa ke Indonesia. Pada hal agama Kristen misalnya  jelas jelas dibawa oleh para missionaris termasuk oleh penjajah Belanda.

Manakala ada oknum orang Islam melakukan kesalahan, maka yang dibahas adalah soal keislamannya. Bukan dia sebagai individu atau oknum yang kebetulan islam sebagai agama yang dipeluknya. Jika ada satu atau kelompok orang islam dinyatakan sebagai teroris maka ada upaya untuk menstigmakan islam sebagai landasan perbuatan mereka.

Berbeda halnya ketika umat islam yang dibantai atau dihilangkan nyawanya, pelakunya tidak dilabeli dengan teroris, radikal atau stigma buruk lainnya. Tidak juga dibawa bawa agama sang pelakunya. Sebagai contoh saat oknum budha Myanmar membunuh umat muslim, maka tidak ada label teroris terhadap budha oleh media dan masyarakat dunia.

Dalam hal makanan, ketika umat Islam ingin ada label halal direstaurant restaurant untuk mudah mengidentifikasi, maka kompak pengidap islam phobia mengatakan Islam ingin diistimewakan eksistensinya.Orang yang berfikir demikian  sebenarnya hanya seonggok manusia bodoh yang kurang wawasan saja.Mereka mungkin tidak pernah mengetahui kalau orang Yahudi begitu concern dengan Kosher Food yang rumit, delicate dan selective pengelolaannya. Tapi di Indonesia, tidak pernah komplaen terhadap permintaan kosher food ini dan tetap melayaninya.

Yang paling ngetrend akhir akhir ini sebagai wujud pengamalan dari islam phobia adalah sikap anti Arab yang ditunjukkan oleh bukan hanya oknum non muslim tetapi juga orang yang mengaku islam sebagai agamanya.

Di media sosial sering muncul narasi yang bernada menghina hina bangsa Arab dimana agama islam berasal dari sana. Belum diketahui secara pasti apakah kebencian itu memang murni ditujukan kepada bangsa Arab atau jangan jangan adalah sebuah manuver untuk membenci Islam itu sendiri namun dikamuflase demikian rupa.

Karena kalau terlalu vulgar menunjukkan kebencian terhadap islam akan banyak pihak yang menentangnya maka mau tidak mau yang berbau Arab itulah yang diserangnya. Sering kita temui istilah yang terkesan menghina bangsa Arab misalnya adalah istilah kadrun (kadal gurun) juga narasi lainnya.Wanita muslim yang mengenakan hijab sehingga hanya terlihat muka dan telapak tangannya dibilangnya ke arab araban dan dinilai tidak sesuai dengan budaya Nusantara.

Pada hal mengenakan hijab sebagai bentuk pengamalan syariat agama islam dalam hal berpakaian yang dijamin oleh konstitusi negara. Ia merupakan salah satu bentuk pengamalan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dimana semua warga negara dijamin kebebasan beragama dan dijamin haknya untuk menjalankan ajaran agamanya.

Sementara itu laki laki yang mengenakan celana cingkrang, melihara jenggot dan gamis di olok olok sebagai kearab araban juga. Pada hal itu semua merupakan sunnah dalam agama dan dijamin pengamalannya oleh konstitusi negara. Pendeknya syariat agama mencoba dibentur benturkan dengan budaya lokal seolah olah syariat agama itu bertentangan dengan budaya leluhur dan bertentangan dengan nilai nilai Pancasila.

Baru baru tadi  Habib Kribo seorang yang merupakan keturunan Arab bikin geger dengan melontarkan pernyataan yang dinilai menyerang bangsa Arab negeri nenek moyangnya. Dia menyebut Bangsa Arab tak pernah melahirkan tokoh intelektual dan tak punya budaya.Bahkan dia mengatakan Islam di Arab juga belum sempurna. Pernyataan ini kemudian memicu protes warganet yang meminta polisi segera mengamankan Habib Kribo karena dinilai tukang bikin onar dan bisa memecah belah kehidupan beragama.

Sikap anti arab dan alergi terhadap hal hal yang berbau Arab itu ternyata tidak ditunjukkan oleh orang awam saja tetapi juga oleh seorang pejabat negara. Sebagai contoh Menko Pohukam Mahfud MD dalam salah satu cuitan di akun twiternya menyatakan : “ini puteri Ameera, anaknya raja Salman. Tidak pakai hijab kok tidak dipersoalkan ? Kalau disini dikafir2kan loh”, begitu bunyi cuitannya.

Namun cuitan Pak Mahfud MD itu di respons oleh sebuah akun yang bernama Aline Yoana Tan. Ia mengomentari cuitan Mahfud MD itu dengan pernyataannya : “Berpedomanlah kepada Tuhan dan Kitab Sucimu. Itupun jika kamu punya Tuhan dan Kitab Suci. Jangan berpedoman pada anaknya raja Salman” begitu katanya. Sebuah respons yang sangat menohok tentunya.

Sementara itu Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Dudung Abdurachman diduga juga sedang mengidap islam phobia. Ia sempat menjadi sorotan publik karena pernyataan yang   disampaikannya. Dalam sebuah video yang diunggah di kanal Youtube Deddy Corbuzier, Jenderal Dudung menjelaskan bagaimana ia berdoa. Ia juga menyebut bahwa Tuhan bukanlah orang Arab.

"Kalau saya berdoa setelah sholat, doa saya simpel aja, ya Tuhan pakai bahasa Indonesia saja, karena Tuhan kita bukan orang Arab," ucap Dudung saat menjadi bintang tamu Deddy Corbuzier di Podcast YouTubenya dikutip Suara.com, Kamis (2/12/21).

Menanggapi pernyataan itu, beberapa tokoh menyampaikan kritik terhadap Jenderal Dudung di sosial media. Salah satunya ialah Imam Shamsi Ali yang merupakan Imam di Islamic Center of New York dan Direktur Jamaica Muslim Center Amerika.

Lewat cuitannya, Shamsi menyebut  sikap Jenderal Dudung yang mengaitkan Tuhan dengan etnis atau bangsa tertentu (Arab) tidak pada tempatnya."Bapak Jenderal, berdoa pakai bahasa apa saja tidak masalah. Tapi tidak perlu Tuhan dikaitkan dengan etnis/bangsa," cuit Shamsi dalam akun Twitter pribadi sebagaimana dikutip Suara.com, Kamis (2/12/2021).

Menurut Ustadz  Felix Siauw, orang orang yang menyerang Arab bisa jadi islam yang menjadi sasarannya karena mereka tidak terlalu percaya diri untuk menyerang islam secara langsung karena terlalu besar resikonya. Mereka mencoba untuk mengidentikkan Arab dengan islam pada hal islam bukan Arab dan tidak semua orang arab menganut islam sebagai agamanya.

Felix Siauw juga mengatakan bahwa orang-orang munafik kerap mengidentikkan Islam sama dengan Arab dan kerap memberikan julukan bernada ejekan seperti kadal gurun atau kadrun dan sebagainya. “Para munafik mengidentikkan Islam sama dengan Arab. Maka mereka mengkritik Arab untuk menyerang agama. Ejekannya kadal gurun, padang pasir, unta Arab. Begitu orang Arab bawa uang, jadilah jalan layang diganti nama,” ujar Felix melalui video yang di unggahnya.

Lebih lanjut, FeIix Siauw mengatakan bahwa orang-orang munafik itu bukan tidak suka dengan Arab melainkan dengan agama. “Jadi sebenarnya mereka bukan tak suka dengan Arab. Tapi sebenarnya mereka tak suka dengan agama islam. Lucunya, yang bilang begini nama-namanya juga Arab seperti  Abdullah, Abdurrahman, bukan bahasa Indonesia,” katanya.

Lantas apakah boleh kita sebagai seorang muslim menghina bangsa Arab ?. Seberapa bahaya dalam pandangan Islam jika seorang muslim menghina bangsa Arab ?.Jika kita merujuk terhadap hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebetulnya fenomena seperti ini sudah pernah diingatkan oleh Rasulullah 14 abad silam.

Suatu ketika Rasulullah pernah berkata kepada Salman al-Farisi (salah seorang sahabat Nabi yang bukan berasal dari keturunan Arab), “Wahai Salman jangan engkau membenciku, maka jika engkau membenciku niscaya engkau telah memisahkan agamamu.” Salman berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku membencimu padahal dengan perantaramulah kami diberi hidayah oleh Allah ?”

Beliau menjawab, “Ketika engkau membenci Arab, berarti engkau membenciku.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Ahmad dan para ulama muhadits lainnya.Abu ‘Ala al-Mubarakfuri mengomentari hadits ini dalam kitab beliau Tuhfatu Ahwazi (10/296), “Membenci Arab bisa berujung benci terhadap saidul kholqi (Rasulullah).”

Apa yang dikatakan oleh Syaikh Islam dan Abu ‘Ala adalah realita hari ini, banyak orang yang membenci Arab sehingga kebencian mereka berefek terhadap kebencian terhadap Rasulullah. Mereka menolak jenggot dengan alasan, ‘Itu kan budaya Arab.’ Mereka juga menolak hijab dan lain sebagainya yang pada akhirnya dinisbatkan terhadap budaya Arab.

Pada dasarnya doktrin anti Arab merupakan usaha para musuh Allah untuk memadamkan cahaya-Nya, karena sumber agama Islam adalah dari Bangsa Arab. Kewajiban kita adalah memperkuat imunitas pada keluarga kita dan kaum muslimin dari kelompok anti Arab atau Syu’ubiyah, serta kelompok² sesat lainnya dengan menjelaskan penyimpangan mereka dan membantah argumen² mereka.

Phobia Melahirkan Nirlogika ?

Orang yang sedang mengidap penyakit phobia biasanya akan berupaya untuk mengurangi atau menghilngkan rasa takutnya itu dengan berbagai cara. Parahnya cara cara yang dilakukan acapkali diluar logika atau nirlogika. Ia akan melakukan tindakan dan ucapan diluar kewajaran alias menyimpang dari akal sehat seorang manusia.

Demikian pula halnya dengan orang yagn mengidap islam phobia, berbagai cara dalam bentuk tindakan dan ucapan bisa keluar menyalahi logika. Beberapa ilustrasi yang saya sampaikan diatas adalah gambaran sikap, ucapan dan tindakan yang ditunjukkan oleh mereka yang sedang mengidap islam phobia yaitu sikap anti arab, dan sikap anti pada hal hal yang berbau islam sebagai sebuah agama.

Mereka akan merasa takut hanya dengan mendengar syariat Islam atau simbol Islam seperti sorban, kalimat tauhid, ucapan takbir, paham khilafah dan sebagainya.Karena perasaa takut dan khawatir ini akhirnya segala tindakan, sikap dan ucapannya berusaha dikaitkan dengan upaya untuk menjauh dari yang ditakutkannya.

Parahnya penyakit islam phobia itu saat ini disinyalir bukan hanya menjangkiti orang biasa melainkan sudah diderita oleh para pejabat negara. Mereka diduga banyak juga yang menganut islam sebagai agamanya tapi sepertinya alergi dengan simbol islam baik dengan syariat maupun simbol simbol agamanya.

Saya membaca fenomena ini, oleh karena itu ketika Komisi 3 DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tanggal 25 Januari 2022, persoalan yang berbau bau politik dan islam phobia itu  ikut saya pertanyakan eksistensinya. Karena hemat saya penegakan hukum  kalau tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penindakan tersangka kasus terorisme akan berbahaya.

Dalam kesempatan tersebut saya mempertanyakan kejelasan status mantan juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman yang sekarang ditahan dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Munarman adalah orang yang saya kenal lama ketika sama sama berjuang di Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Kami bersama sama memperjuangkan keadilan dan pembelaan hukum bagi orang orang yang tidak berdaya. Tapi tiba tiba dia dituduh sebagai seorang teroris karena sikap dan tindakan tindakannya. Apakah tuduhan itu muncul karena Front Pembela Islam (FPI), Lembaga yang menjadi naungannya sudah ditetapkan sebagai organisasi terlarang atau karena dia memang teroris yang sebenarnya ?

Sejak dulu saya mengenal Munarman sebagai sosok yang kritis ketika  memulai karier di LBH. Karena itu kasus Munarman perlu diperjelas agar tidak memunculkan tanda tanya. Kalau kritis ya memang harus kritis dalam rangka mencari keadilan. Kalau ini dianggap sesuatu yang salah siapa lagi yang akan bersuara.

Terus terang saya keberatan keberatan jika penetapan Munarman sebagai tersangka teroris berkaitan dengan usahanya memperjuangkan ekstensi lembaganya. Sebagai mana diketahui FPI telah dibubarkan pemerintah yang berkuasa tetapi tidak melalui proses peradilan sebagaimana mestinya sehingga memunculkan tanda tanya mengenai status hukumnya.

 Dalam perspektif hak azasi manusia, sanksi pencabutan status badan hukum suatu organisasi seperti FPI berdasarkan asas contrarius actus sangat jelas tidak dapat dibenarkan karena memberikan keleluasaan dan sewenang-sewenang dalam mematikan suatu organisasi yang seharusnya dihormati keberadaannya. Kalau memang organisasi itu dicurigai bersalah maka harus benar proses pembubarannya.

Pembubaran organisasi kemasyarakatan seperti FPI oleh pemerintah tanpa melalui proses pengadilan atau tanpa prinsip due process of law ialah seperti yang terjadi pada rezim Orde Baru (Orba). Padahal negara seharusnya memberikan hak kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara 1945 maupun instrumen HAM internasional Kovenan Hak Sipil dan Politik disuatu negara.

Jangan sampai penegakan hukum pemberantasan terorisme diwarnai oleh agenda politik penguasa atau dilaksanakan dalam nuansa semangat Islam phobia. Kalau ini yang terjadi maka keadilan akan sulit untuk ditegakkan karena aparat penegak hukumnya sudah tidak netral dalam menjalankan amanah yang diembannya. Apakah semua itu terjadi karena mereka sedang mengidap Islam phobia ?