Daging Babi Mahal di Thailand, Warga Pindah Makan Buaya

Thailand, law-justice.co - Warga Thailand dikabarkan mengkonsumsi daging buaya. Ini akibat mahal dan langkanya daging babi, yang jadi pangan inti warga negara itu.


Sekitar 20.000 buaya disembelih setiap bulan di Thailand untuk diambil dagingnya. Namun, angka ini meningkat dua kali lipat dalam beberapa bulan terakhir.

Baca juga : Panas Ekstrem 41 Derajat Celsius di Thailand, Total 30 Orang Tewas


"Banyak penjual makanan dan restoran datang kepada saya untuk meminta daging buaya untuk dibeli," kata salah seorang peternak Wichai Roongtaweechai dikutip dari Nikkei Asia.

Seekor buaya rata-rata menghasilkan sekitar 12 kilogram daging. Dari semuanya, bagian atas ekornya dianggap paling enak dan paling laris.

Baca juga : Bareskrim : Fredy Pratama Dilindungi Gangster di Hutan Thailand

"Petani yang sudah mencobanya mengatakan daging buaya rasanya seperti daging ayam," tulis Pork Business melaporkan.

Jika dibandingkan dengan daging babi, harga daging buaya memang lebih murah. Daging buaya dijual dengan harga sekitar US$ 3 (Rp 43 ribu) per kilogram dan harga grosir terendah US$ 2 (Rp 28 ribu) per kilogram sementara babi US$ 7,5 per kilogram.

Baca juga : Bulog: 300.000 Ton Beras Impor dari Thailand dan Pakistan Mulai Masuk

Ini membuat penjualan daging buaya melonjak 100 kilogram per hari, dari 20 kilogram per hari. Semakin dekatnya Tahun Baru Imlek juga membuat peningkatan penjualan.

Sebelumnya, mengutip Thaipbsworld, penurunan produksi babi dimulai dari pandemi Covid-19. Produksi babi tahun lalu turun menjadi 19 juta ekor, dari 20 juta ekor tahun sebelumnya.

Konsumsi domestik juga mengalami penurunan sejak Covid-19 mewabah. Apalagi, dengan adanya pembatasan, penguncian, serta penurunan tajam jumlah wisatawan asing.

Belum lagi banjir para yang menyerang banyak provinsi tahun lalu. Biaya pencegahan pandemi juga mahal. Namun yang paling mencekik adalah pakan yang naik juga menyusahkan petani. Padahal hal itu menyumbang 60-70% biaya produksi babi.

Kenaikan terjadi akibat mahalnya kedelai dan jagung. Di mana harga sempat mencapai 12,50 bath per kilogram than lalu. Ini memaksa banyak petani gulung tikar.

Selain itu, ada fakta lain yakni demam babi Afrika (ASF). Seorang anggota parlemen Wisuth Chainaroon mengatakan penyakit yang mematikan babi itu makin parah tiga tahun terakhir.

Sementara itu, untuk menggenjot produksi babi, Bank untuk Koperasi Pertanian dan Pertanian (BAAC) yang dikelola negara, mulai memberikan pinjaman lunak senilai 30 miliar baht. Ini untuk mendukung para petani dalam upaya untuk meningkatkan produksi pakan babi dan ternak.

Presiden BAAC, memperkirakan bahwa 90% dari total 190.000 peternak babi Thailand adalah petani kecil yang menyumbang sekitar 30% dari total produksi. BAAC menghitung 59.205 dari mereka sebagai pelanggannya.

Produsen menengah dan besar membentuk 3% dari total produsen tetapi mereka mencapai hingga 70% dari total babi, diperkirakan rata-rata 22 juta per tahun. Di mana 90%-nya adalah untuk konsumsi domestik.