Eks Ketua MA Sebut Demokrasi Indonesia Banyak Diisi Praktik Oligarki

Jakarta, law-justice.co - Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Profesor Bagir Manan menyatakan bahwa kondisi demokrasi di Indonesia saat ini lebih banyak diisi oleh praktik oligarki. Oligarki tersebut bisa dilihat dari keberadaan partai politik yang saat ini eksis dalam parlemen.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi virtual bertajuk Begawan Hukum Bicara Presidential Threshold` secara virtual, Minggu malam (23/1).

Baca juga : PDIP Sebut Kerusakan Demokrasi Diawali Abuse of Power Presiden Jokowi

"Saya masih mengerti jika partai politik kita elitis, termasuk nanti elite yang punya komitmen, bisa saja mereka punya platform yang jelas, kadar intelektual tinggi. Tapi (yang disayangkan) parpol kita umumnya oligarkis," kritik Prof Bagir Manan dikutip dari kanal YouTube Forum Insan Kita, Senin (24/1).

Oligarki di partai politik tercermin pada sikap para kadernya, baik yang duduk di parlemen maupun yang tidak. Kata Bagir Manan, para kader partai tidak mampu mengambil sikap dan selalu bergantung pada keputusan ketua umum parpol.

Baca juga : Indeks Demokrasi Indonesia Merosot Lebih Rendah dari Papua Nugini

"Misalnya ada pernyataan begini, `ya, keputusan kita tunggu ketua saja, semua tergantung pada ketua`. Partai politik seharusnya sebagai forum demokrasi, tapi ini tidak terjadi di negara kita," jelas Prof Bagir Manan.

Praktik oligarki ini akhirnya merembet kepada pencalonan presiden dan wakil presiden. Capres dan Cawapres Indonesia yang seharusnya disaring dan dicalonkan melalui demokrasi akhirnya disusupi oleh praktik oligarki itu sendiri.

Baca juga : Mega & JK Punya Pandangan Sama soal Masa Depan Demokrasi Indonesia

"Meski disebut menyertakan parpol (sebagai perwakilan suara rakyat), tapi pada akhirnya capres kita yang menentukan adalah kelompok oligarki di dalamnya. Itu persoalan kita semua," tutupnya.

Dalam diskuis tersebut, turut hadir pula secara virtual pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, serta beberapa tokoh dan peserta diskusi.