Diperintah Pasok Batu Bara ke PLN, 418 Perusahaan Melawan Pemerintah

Jakarta, law-justice.co - Perusahaan batu bara di Indonesia diperintahkan oleh pemerintah untuk memasok 25 persen dari hasil produksi mereka untuk kebutuhan dalam negeri termasuk ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun, sebanyak 418 perusahaan batu bara masih melawan perintah pemerintah tersebut.

Ini terungkap dari hasil rapat atau sosialisasi oleh Kementerian ESDM ke Kementerian Perdagangan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur Christianus Benny.

Baca juga : Pengadaan di Transisi Energi Rentan Korupsi, KPK Minta PLN Transparan

Benny mengatakan pembangkangan itu dilakukan oleh 418 perusahaan dengan tidak mengalokasikan batu bara produksi mereka untuk PLN. Sampai dengan Oktober 2021, realisasi kewajiban pengalokasian batu bara dari perusahaan tersebut untuk kepentingan dalam negeri masih 0.

Akibat pembangkangan itu, pemerintah membekukan sementara izin ekspor terdaftar 418 perusahaan itu.

Baca juga : Laba Perusahaan Batu Bara Bakrie Group Anjlok 97 Persen, Kok Bisa?

"Hal ini disampaikan oleh Pak Menteri Perdagangan kepada Pak Dirjen Perdagangan," ujar Benny seperti dikutip dari Antara, Rabu (5/1).

Selain 418 itu, Benny juga menyebutkan ada 30 perusahaan yang sampai Oktober 2021, telah menjalankan kewajiban DMO sekitar 1-24 persen ke PLN.

Baca juga : Ini Alasan Hakim Jatuhkan Hukuman Percobaan ke 7 PPLN Kuala Lumpur

Kemudian ada 17 perusahaan yang sampai Oktober 2021, pemenuhan DMO 25-49 persen untuk PLN dan sebanyak 25 perusahaan yang sampai Oktober 2021, pemenuhan DMO 50-75 persen untuk PLN.

Selain itu, ada 29 perusahaan yang sampai Oktober 2021, pemenuhan DMO 76-100 persen untuk PLN.

Ia menambahkan sebanyak 93 perusahaan yang sampai Oktober 2021, pemenuhan DMO untuk PLN sudah 100 persen.

"Disimpulkan, bahwa poin satu sampai empat, akan ada pemanggilan yang dilakukan oleh Menteri ESDM dan Perdagangan Luar terkait pemenuhan DMO ke PLN," katanya.

Sebagai informasi, pasokan listrik terhadap 10 juta pelanggan PLN di Jawa, Madura dan Bali terancam.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan itu terjadi akibat rendahnya realisasi kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri dari pengusaha batu bara.

Ia menambahkan realisasi itu membuat pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batu bara pada akhir tahun kemarin. Menurutnya, persediaan batu bara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi.

"Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari Pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1 persen. Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. Bila tidak segera diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas," ungkap Ridwan seperti dikutip dari website Kementerian ESDM, Sabtu (1/1).

Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah memutuskan melarang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ekspor batu bara.

Larangan diberlakukan mulai 1 Januari 2022 hingga 31 Januari 2022.

"Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batubara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," ujarnya.