Anggaran Membengkak, BPKP Proses Audit Proyek Kereta Cepat JKT-BDG

Jakarta, law-justice.co - Pembengkakan dana yang terjadi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tengah diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Usai diaudit, besaran pembengkakan pada proyek tersebut akan dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Demikian disampaikan Presiden Direktur PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi di Cikarang, Jawa Barat, Rabu (29/12/2021).

Baca juga : PT KAI: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Membebani keuangannya

"Sedang, sedang dilakukan BPKP. Tentunya BPKP sesuai dengan Perpres 93 2021 akan melaporkan hasilnya ke komite kereta api cepat yang diketuai Pak Luhut, kita tunggu," katanya.

Dwiyana sendiri tak banyak bicara mengenai pembengkakan pada proyek tersebut. Ia meminta agar menunggu hasil audit BPKP.

Baca juga : Soal Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Minta China Serius Bantu RI

"Pokoknya kita tunggu aja review dari BPKP," katanya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Investasi & Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto mengatakan, proyek ini bisa menggunakan APBN karena BUMN yang terlibat proyek ini terdampak pandemi COVID-19.

Baca juga : Cegah Kisruh, KPK-Kejagung Koordinasi Usut Dugaan Fraud di LPEI

"Kalau saya lihat kenapa negara ini kemudian masuk saya kira dari Kementerian BUMN juga sudah menjelaskan bahwa memang ada kondisi keuangan BUMN-nya yang memang terdampak oleh COVID segala macam. Tapi buat kami dari sisi pemerintah kita melihat bahwa ini proyek strategis yang memang kita harus dukung, karena kita lihat economic benefit yang akan timbul dari proyek ini ke depannya akan sangat besar," terang Seto dikutip dari CNBCIndonesia, Rabu (29/12/2021)

Seto menjelaskan proyek ini di awal memang disepakati dengan skema business to business (B to B) termasuk tanahnya. Berbeda dengan proyek infrastruktur lain yang tanahnya dibiayai pemerintah. Untuk pembebasan lahan saja telah menelan Rp 15 triliun.

Dalam perjalanannya, proyek ini menghadapi tantangan. Proyek ini mengalami pembengkakan sekitar US$ 1,3 miliar hingga US$ 1,6 miliar.

"Range yang sekarang dikaji oleh tim US$ 1,3-1,6 miliar kalau kita ambil angka US$ 1,6 mungkin angkanya kira-kira sekitar Rp 23-24 triliun kalau memang angkanya US$ 1,6 miliar," katanya.

"Nanti cost overrun ini akan diaudit terlebih dahulu oleh BPKP. Saya kira terlalu dini kalau kita menyebut angkanya cost overrun Rp 27 triliun," tambahnya