Luhut Bilang Gejala Varian Omicron di Indonesia Masih Ringan & Sedang

Jakarta, law-justice.co - Varian Omicron sudah masuk ke Indonesia dan menginfeksi satu orang pekerja di Wisma Atlet, Jakarta. Meski disebut sebagai varian yang lebih berbahaya, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan sejauh ini gejala yang diakibatkan oleh varian ini masih ringan hingga sedang.

"Kini ada ketakutan baru berupa varian Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada akhir November lalu. Varian tersebut membuat setiap negara di dunia, termasuk Indonesia, waspada. Menurut perkiraan awal, Omicron berpotensi lebih menular dan memiliki karakteristik kekebalan lolos dari vaksinasi. Di sisi lain, sejauh ini, gejalanya ringan hingga sedang," kata Menko Luhut dalam keterangan tertulis, Jumat (17/12/2021).

Baca juga : Tak Sudi RI Terus Ekspor via Singapura, Luhut: Buka Jalur Baru ke Cina

Luhut menjelaskan perkembangan varian Omicron akan menjadi kunci pemulihan ekonomi pada 2022. Sebab, kata Luhut, jika virus ini mengakibatkan rawat inap yang signifikan dan vaksin kehilangan potensinya, pemulihannya akan lebih lambat dari yang diharapkan.

"Namun ada pola historis virus berevolusi menjadi lebih jinak seiring waktu. Oleh karena itu, jika COVID-19 menjadi lebih menular, itu diprediksi akan menghasilkan gejala yang minimal. Jika ini terjadi, kita dapat mengharapkan pemulihan yang lebih cepat dan seperti kita dapat hidup berdampingan dengan virus dengan lebih aman," ujar Luhut.

Baca juga : Soal Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Minta China Serius Bantu RI

Terkait hal tersebut, Luhut mengatakan varian Omicron tidak akan menjadi satu-satunya sumber ketidakpastian pada 2022. Dalam hal ini, dengan meningkatnya inflasi global termasuk di AS, The Fed dan bank sentral lainnya mulai mengurangi stimulus, ini akan mengakibatkan likuiditas yang tersedia lebih rendah untuk emerging market, seperti Indonesia.

Selain itu, masalah ekonomi domestik China seperti gagal bayar properti berpotensi berdampak pada Indonesia karena China merupakan tujuan ekspor utama Indonesia. Situasi ini akan lebih buruk jika hubungan AS-China memburuk, seperti di era perang dagang serta dengan semakin dekatnya perubahan iklim, semakin banyak negara yang menerapkan penetapan harga karbon di berbagai sektor.

Baca juga : Lapor LHKPN, Dalam Setahun Harta Luhut Naik Ratusan Miliar Rupiah

"Seperti halnya COVID-19, kita tidak bisa menghindari ketidakpastian, kita hanya bisa mempersiapkan ekonomi Indonesia untuk menahan tekanan dari berbagai guncangan tersebut. Pemulihan dan transformasi ekonomi harus dilakukan secara berdampingan, mengingat kondisi perekonomian global yang semakin menantang," jelas Luhut.

Dalam kesempatan itu, Luhut juga berbicara mengenai pentingnya reformasi sistem kesehatan di Indonesia. Pengalaman dalam menangani gelombang varian Delta menjadi hal penting dalam melihat kapasitas rumah sakit, farmasi, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan.

"Kami memiliki pengalaman pahit ketika impor obat-obatan penting terhambat karena negara-negara mengutamakan kepentingan mereka sendiri selama pandemi. Untuk itu, pemerintah mendorong investasi di bidang kesehatan. Kami telah berkeliling dunia (Amerika, Eropa, Emirates, China) tentang hal ini dan banyak negara tertarik untuk berinvestasi di kami karena alasan yang sama, yaitu tidak ingin terjebak dalam supremasi China dan India sebagai hub farmasi yang ada," ujarnya.