Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Menguak Tabir Dibalik Upaya Kejar Tayang Pindah Ibu Kota

Jakarta, law-justice.co - Tadinya saya memang menyangka rencana pindah ibukota negara ke Kalimantan itu cuma khayalan belaka tak ubahnya proyek mobil Esemka yang begitu heboh di awal awalnya kemudian kempes dengan sendirinya. Tapi belakangan gagasan untuk pindah ibukota itu benar benar hendak direalisasikan oleh pemerintah meskipun sarat dengan pro dan kontra.

Keseriusan  pemindahan ibu kota terlihat dari bergulirnya proyek penyusunan masterplan ibu kota negara. Hal itu tercantum dalam dokumen Layanan Pengadaan Secara Elektronik dengan nama paket Penyusunan Rencana Induk dan Strategi Pengembangan Ibu Kota Negara.

Baca juga : Wacana Sawah Padi China Satu Juta Hektare di Kalimantan Tak Masuk Akal

Keseriusan rencana untuk pindah ibukota negara juga  terlihat dengan upaya untuk menyiapkan landasan pengaturannya. Sebagai bagian dari  rencana itu, di DPR, sejak tanggal 7 desember 2021 yang baru lalu, sudah mulai membahas rancangan Undang Undang (RUU)  Ibukota Negara (IKN) oleh panitia kerja (Panja). Pembahasan RUU hingga kelar sampai disahkan diagendakan sampai tanggal 18 Januari tahun 2022.

RUU IKN yang disampaikan pemerintah terdiri dari 9 bab yang berisi 34 pasal. RUU mengatur soal isi dari Ibu Kota Negara, bentuk organisasi, pengelolaan, hingga tahap-tahap pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara beserta pembiayaannya.

Baca juga : Pj Bupati PPU Perintahkan Warga Tak Ganggu IKN usai 9 Petani Ditangkap

Kalau mencermati agenda pembahasan RUU IKN terkesan seperti paket kilat khusus, kejar tayang agar segera rampung pembahasannya. Karena agenda pembahasan yang begitu singkat, tidak seperti pembahasan RUU lainnya di dalam kondisi normal yang biasanya memakan waktu cukup lama. Singkatnya alokasi waktu  pembahasan RUU IKN ini tak urung memunculkan rasa curiga.  

Apa sebenarnya urgensi pindah ibukota negara sehingga pemerintah begitu ngotot ingin segera merealisasikannya ?, Apakah pindah ibukota itu memang merupakan  program mendesak sehingga pemerintah harus memprioritaskannya ?, Sebenarnya pindah ibukota itu sendiri demi kepentingan siapa ?.  Benarkah ada agenda kotor dibalik kebijakan pindah ibukota  ? Mungkinkan program pindah ibukota ini akan mencapai tujuannya ?

Baca juga : Pesawat Kargo Smart Air Hilang Kontak di Kalimantan Utara

Urgensi Pindah

Dalam kesempatan memimpin  rapat terbatas sebagai tindak lanjut rencana pemindahan ibukota Negara, presiden Jokowi secara optimistik pernah menyampaikan bahwa pemindahan ibukota sebagai sebuah pemikiran yang visioner yang menjangkau ke depan untuk berselancar dengan era global yang kompetitif menuju negara maju di dunia.

Menurut Presiden, Jakarta sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa. Beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk 150 juta atau 54 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. "Kita tidak bisa membiarkan terus menerus beban Jakarta dan Pulau Jawa semakin berat dalam hal kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah dan polusi udara dan air yang harus segera kita tangani," katanya.

Menurut presiden beberapa Negara sudah melakukan perpindahan ibukota Negara dengan pertimbangan mengantisipasi perkembangan masa. Misalnya Korea Selatan dari Seoul ke Sejang, Brazil, dari Rio de Janiero ke Brasilia, demikian pula Kazakhastan, Malaysia dan lainnya.

Seperti kita ketahui bersama, Pemerintah akhirnya memutuskan lokasi ibukota baru yaitu di Kalimantan Timur tepatnya di Kabupaten Penajam Pasir Utara dan Sebagian dari Kabupaten Kutai Kartanegara.

Memang dimaklumi kalau saat ini  beban berat demografi pulau Jawa telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang berujung pada krisis air bersih, banjir,tanah longsor dan berbagai bentuk bencana lainnya seperti tsunami dan gempa. Selain itu dari aspek sumberdaya manusia terlihat adanya penurunan produktivitas kerja, karena ASN dan Non-ASN yang tinggal di daerah penyangga Jakarta sering terkena macet sehingga perasaan stress melanda mereka.

Dengan pindah ibukota diharapkan akan ada mobilitas penyebaran manusia yang tidak hanya berputar diseputar Jakarta dan sekitarnya. Selain itu pemerataan pembangunan di nusantara rasanya juga akan cepat terealisasi kalau ibukota negara ada di luar pulau Jawa karena pindahnya ibukota itu akan berdampak positif pada pengembangan investasi dan dunia usaha.

Pindahnya ibukota akan memungkinkan adanya efisiensi karena ibukota baru akan mengadopsi konsep smart city, dimana sistem transportasi akan menggunakan sistem  elektric vehicle  yang lebih ramah dan efisien daya kerjanya.

Berbagai alasan dan argumentasi memang bisa saja di buat untuk meyakinkan orang tentang pentingnya pindah ibukota negara. Tetapi apakah pindah ibukota itu memang suatu kebutuhan yang mendesak sehingga tidak lagi bisa ditunda ?.

Ada pengamat yang menilai bahwa dalam situasi normalpun  proyek mercusuar itu sebenarnya tak banyak manfaatnya. Apalagi dalam kondisi bangsa saat ini yang belum sepenuhnya lepas dari bencana penyebaran virus corona.

Ditambah permasalahan bangsa lainnya seperti BUMN yang banyak merugi, korupsi yang kian menjadi jadi, demokrasi yang teseok-seok jalannya, utang yang terus menggunung hingga mangkraknya proyek ambisius seperti bandara dan kereta cepat Bandung-Jakarta,

Di tengah tengah situasi seperti itulah proyek ambisius pemindahan ibukota akan tetap dijalankan meskipun banyak yang menentangnya. Seyogyanya pemindahan  ibukota Negara dilakukan dalam ketika perekonomian Negara sedang stabil dan mapan kondisinya.  Ketika produktivitas industry atau sector tradable good berbasis sumber daya  sedang bagus pertumbuhannya. Akan lebih elegan pemerintah focus pada kondisi ekonomi global yang unpredictable dengan mendorong produktivitas agregat supply-nya. Seperti industrialisasi dini, lapangan kerja, kualitas sumber daya manausia, pemanfaatan infrastruktur dan lainnya.

Pemindahan ibukota mungkin memang penting tetapi belum menjadi prioritas utama, karena masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan salah satunya mengenai kesejahteraan rakyat Indonesia. Pemindahan ibukota juga  harus dilihat penyebab utamanya dan cara efektif penanggulangannya. Jika alasannya kepadatan penduduk, tidak bisa dipungkiri kepadatan juga akan terjadi di ibukota baru nantinya.Proyek pemindahan ibukota ditengah pandemi virus corona menunjukkan  Pemerintah Joko Widodo lagi-lagi gagal menentukan prioritas kebijakannya.

Kepentingan Siapa?

Rencana pindah ibukota ditengah situasi yang kurang kondusif pada akhirnya memunculkan tanda tanya seputar kepentingan dibaliknya. Pasalnya, rencana pemindahan ibukota baru  itu mengorbankan banyak hal, terutama masyarakat dan lingkungan alam  yang ada disana.

Lalu pihak manakah yang kiranya paling diuntungkan dengan pindahnya ibukota negara ke Penajam Paser Utara ? . Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil yakni JATAM Nasional, JATAM Kalimantan Timur, WALHI Nasional, Walhi Kalimantan Timur, Trend Asia, Forest Watch Indonesia, Pokja 30, dan Pokja Pesisir dan Nelayan, menunjukkan bahwa sejumlah nama yang berpotensi menjadi penerima manfaat atas megaproyek ini yaitu para politisi nasional dan lokal beserta keluarganya.

Mereka itu adalah  orang orang yang memiliki konsesi industri ekstraktif yakni tambang batu bara, sawit, kayu, pembangkit listrik tenaga batu bara dan PLTA skala raksasa. Dengan program pindah ibukota diduga kuat akan dijadikan sebagai jalan untuk pemutihan dosa perusahaan atas perusakan lingkungan hidup dan perampasan lahan masyarakat di Kalimantan Timur yang selama ini menjadi area kerja mereka.

Perlu diketahui, ring kawasan IKN yang keseluruhannya mencapai 180.965 hektar itu bukanlah ruang kosong yang tidak ada kegiatan disana. Di areal ini terdapat 162 konsesi pertambangan, kehutanan, sawit, property hingga PLTU batu bara. Sebanyak 158 dari 162 konsesi ini adalah konsesi batu bara yang masih menyisakan 94 lubang tambang menganga.

Menurut Kajian Masyarakat Sipil tersebut, terdapat nama Sukanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo. Juga ada Rheza Herwindo, anak Setya Novanto.  Nama Lim Hariyanto dan Rita Indriawati yang terkait dengan skandal pelarian pajak dalam dokumen ICIJ dan terkait dengan bisnis Yayasan Keluarga Besar Polri Brata Bhakti juga muncul dalam daftar kepemilikan saham. Ada juga Thomas Aquinas Muliatna Djiwandono  dan juga Yusril Ihza Mahendra serta masih banyak nama lainnya.   

“Korporasi dan oligark punya kesempatan pertama untuk memastikan investasi mereka aman dan bersiasat dengan megaproyek IKN. Sebaliknya, suara masyarakat asli Suku Paser Balik diabaikan setelah ruang hidup mereka dirampas oleh PT ITCI saat masuk kawasan tersebut tahun 1960-an,” ujar Merah Johansyah, Koordinator JATAM Nasional.

“Ini jelas hanyalah mega (bagi-bagi) proyek, dengan aroma politik oligarki yang kental, mengingat bahwa para pendukung politik yang berlatar bisnis batu bara. Pemenuhan kebutuhan energi IKN yang diperkirakan 1,5 GW ini memberi ruang dan alasan untuk membangun industri energi kotor (PLTU batu bara) lebih besar di Kalimantan Timur, yang akhirnya hanya menduplikasi masalah Jakarta ke IKN dan Kalimantan,” kata Yuyun Indradi, Direktur Eksekutif Trend Asia seperti dikutip media.

Selain ada kepentingan korporasi dan oligarki , proyek pindah ibukota diduga  mengandung unsur kepentingan asing khususnya China. Disini peran China dinilai sangat strategis lewat proyek OBOR (One Belt One Road) sebagai pintu masuk China untuk menancapkan hegemoni-nya lebih dalam di kawasan Asia.

Menurut pengamat militer Wibisono,SH,MH menyatakan ke awak media di Jakarta, Minggu (6/10/2019). Kalimantan secara geografis sangat dekat dari China, dan juga secara demografis (data kependudukan) komposisi warga keturunan china di Kalimantan cukup dominan dan kuat. Jadi Kalimantan memang sangat strategis buat China dan sangat penting untuk dikuasainya.

Menurut wibi, Kondisi Ibu kota adalah centre of gravity sebuah negara. Didalam konsep peperangan militer, ibu kota adalah simbol penaklukan dari sebuah negara. Apabila ibu kota negara berhasil direbut dan ditaklukan, itu berarti akan sama dengan keberhasilan menaklukan dan menguasai suatu negara

“Agenda penandatanganan Mou 23 proyek OBOR antara RI- China pada bulan april 2019 di Beijing china yang lalu, disebut sebut semakin membuktikan pihak China ingin mempercepat agenda pemindahan Ibukota Indonesia ke Kalimantan, tujuannya Kalau ibukota dipindah, maka Jakarta akan lumpuh secara ekonomi untuk sementara, kekhususan sebagai daerah ibu kotapun akan dicabut sampai ke akar akarnya. Semua kendali negara dipindahkan ke tempat ibukota baru yaitu di Kalimantan," kata Wibi dalam ulasannya.

Menurutnya apabila ibu kota baru sudah berdiri dan berjalan, maka secara otomatis remote control negara Indonesia yang selama ini berada di Jakarta akan berpindah tangan ke Penajam Paser Utara. Secara paralel, seiring proses pembangunan ibu kota ini berjalan, China dengan mudah akan memobilisasi rakyatnya untuk masuk dan migrasi ke Kalimantan,China pun sudah menawarkan pembangunan ibu kota ini dengan dana mereka dari unsur swasta.

Kemudian China akan menjadi mayoritas dan menguasai mutlak Kalimantan secara penuh mulai dari fisik ekonomi, politik, dan komposisi jumlah penduduk seperti sejarah berdirinya Singapore dengan menyingkirkan kaum melayu yang menjadi warga aslinya.

Semua hal yang terjadi dibalik agenda pindah ibukota saat ini memang baru sebatas analisis dan dugaan dugaan belaka. Tapi tidak menutup kemungkinan akan menjadi nyata manakala anak anak bangsa lengah menyikapinya. Karena yang namanya penyesalan itu memang selalu belakangan terjadinya tapi seperti kata pepatah, sesal kemudian tiada guna.

Agenda Kotor ?

Selain soal kontroversi siapa siapa yang ada dibalik agenda pindah ibukota, isu ini juga diwarnai oleh adanya dugaan agenda kotor dibalik pemindahan ibukota. Dalam kaitan dengan hal ini Rizal Ramli dan Fadli Zon nampak kompak membongkarnya.

Melalui video yang tayang di kanal YouTube Fadli Zon Official pada 20 Oktober 2021, anggota DPR RI Fadli Zon mendadak membeberkan hal mengejutkan yang kerap dilupakan publik soal rencana pemindahan ibu kota.

Fadli Zon blak-blakan mengungkapkan, ada hal yang lebih penting mendapatkan sorotan, ketimbang pertanyaan soal apakah ibu kota negara benar-benar bisa dipindahkan atau tidak. Hal tersebut disadari Fadli Zon setelah mempelajari lebih jauh Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemindahan Ibu Kota Negara (RUU IKN).

"Sesudah saya pelajari lebih jauh wacana ini, pertanyaan yang tepat adalah ke mana dan kepada siapa pemerintah akan memberikan aset-aset negara yang (ada) di Jakarta dan sekitarnya?" ungkap Fadli Zon, melansir GenPI.co, Jumat (22/10)."Banyak orang lupa bahwa di belakangnya ada agenda untuk mengalihkan aset-aset negara, baik berupa gedung atau lahan, terutama yang ada di Jakarta, kepada pihak lain," sambungnya.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, agenda ini kotor dan berbahaya lantaran potensi penyelewengannya sangat besar sekali disana. "Saya melihat pola semacam ini akan kembali mengulangi tragedi BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) di masa lalu," jelas Fadli Zon.

Pasalnya, menurut Fadli Zon, pada mulanya, negara menguasai aset BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) melalui BBPN, lalu aset-aset itu dijual kembali ke konsorsium asing dan swasta dengan harga di bawah harga pasar.

"Jadi, pertanyaan publik sekarang harus berubah. Kepada siapa aset-aset itu akan dialihkan? Itulah konsolidasi oligarki yang terjadi di tengah pandemi. Sungguh tragis dan sungguh ironis," tegas Fadli Zon.

Senada dengan Fadli Zon, Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli memberikan pernyataan tegas terhadap rencana pembangunan Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Rizal Ramli meminta Presiden Jokowi mengkomunikasikan ibu kota baru secara jelas kepada rakyat Indonesia."Jadi untuk siapa kita ingin membangun ibu kota baru? Benarkah untuk rakyat kita, untuk bangsa kita atau kita sedang mempersiapkan Beijing baru," kata Rizal."Pak Jokowi harusnya memberitahu orang-orang apa adanya. Apalagi dalam situasi di mana negara tidak punya uang," katanya.

Ia mengambil contoh pemindahan Rio de Janeiro ke Kota Brasilia yang gagal tidak sesuai tujuanya."Misalnya kota Brasil, bekas ibu kota Rio de Janeiro, 6 jam naik mobil, pihak berwenang tidak mau pindah kesana," katanya."Nah yang tertarik itu BUMN China, beli tanah disitu, bikinin ibu kota baru, penghuninya siapa? rakyat ga mau, penghuninya pasti ngundang lagi dari RRC, bisa jadi ibu kota Beijing Baru," tuturnya

Pernyataan Rizal tersebut dirilis saat berdialog dengan politisi Fadli Zon dan diunggah ke kanal YouTube resmi Fadli Zon pada Senin, 4 Oktober 2021. Apakah pernyataan dari dua tokoh ini memang menunjukkan adanya agenda kotor dibalik pindah ibukota ?, kiranya public  bisa menilainya.

Pasrah Menerima

Harus diakui, proyek pindah ibukota itu datangnya seperti tiba tiba. Ia tidak pernah disuarakan saat kampanye atau dijanjikan oleh presiden yang sekarang berkuasa sebagai salah satu cara untuk menarik simpati masyarakat Indonesia.

Dengan sendirinya proyek pindah ibukota bukan berasal dari kemauan rakyat melainkan kehendak dari penguasa dalam hal ini presiden bersama dengan kelompok oligarkinya. Karena bukan atas dasar kehendak rakyat maka bisa ditebak motif dibalik proyek pindah ibukota.

Kecurigaan semakin bertambah ketika proyek ini lahir ditengah kondisi pandemi virus corona yang belum sepenuhnya sirna dari bumi Indonesia. Ditengah belitan utang yang semakin menggunung jumlahnya, ditambah dengan biaya pindah ibukota yang konon mencapai 500 triliun  (dan berpotensi terus membengkak) maka bisa dibayangkan betapa beratnya beban APBN kita. Karena disebutkan biaya proyek pindah ibukota itu berasal dari APBN, aset BUMN, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan swasta.

Itulah konsekuensi yang harus di tanggung ketika membangun ibukota dari nol dan bukan mengembangkan kota yang sudah ada. Apalagi Kabupaten Penajam Paser Utara yang menjadi lokasi baru ibukota sangat jauh jaraknya dari Jakarta sehingga berimplikasi luas, termasuk perpindahan sumber daya manusianya.

Mengingat begitu besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pindah ibukota maka rencananya akan dilakukan jual-jual aset pemerintah khususnya yang ada di ibukota lama yaitu Jakarta . Kalau memang benar nantinya akan terjadi jual asset negara di ibukota lama maka siapa kira kira pembelinya ? Apakah rakyat dari bangsa Indonesia yang disebut pribumi itu yang akan membelinya ? Rasanya kecil sekali kemungkinannya.

Sementara itu di ibukota yang baru sangat mungkin  akan diisi oleh orang-orang yang dikategorikan “mampu membeli” dan itu hampir bisa dipastikan bukan orang orang yang berasal dari pribumi kaya melainkan para pemilik modal yang bisa jadi dari mancanegara. Ibukota baru akhirnya akan menjadi tempat migrasi baru untuk penguasaan area seperti  New Singapore  yang menyebabkan tersingkirnya penduduk asli disana.

Tantangan menjadi lebih berat jika kita memandangnya dari aspek pertahanan negara. IKN baru yang berada di ruang yang kosong, bukan padat penduduk melaikan daerah yang relative kosong dari hunian manusia. Dengan kondisi seperti itu, untuk sistem pertahanan rakyat semesta sangatlah sulit untuk merealisasikannya. Pada hal  jumlah TNI aktif yang dimiliki hanya 434 ribu sangat tidak memadai tentunya. Berbeda dengan di Jawa, khususnya Jakarta, karena di Jakarta, pengerahan kekuatan rakyat jauh lebih mudah dan murah untuk memobilisasinya.

Dengan ragam tantangan yang ada tersebut sangat disayangkan kalau kemudian proyek ini begitu dipaksakan pelaksanaannya. Namun dengan kondisi situasi politik yang terjadi saat ini hampir bisa dipastikan semua agenda yang di inginkan oleh penguasa akan berjalan mulus mulus saja. Termasuk pembahasan RUU IKN yang saat ini sedang berlangsung di gedung DPR akan berjalan lancar saja karena semua sudah terkondisi sedemikian rupa.

Nyaris tidak ada perlawanan berarti karena semua kekuatan elemen masyarakat sipil sudah di kondisikan sedemikian rupa sehingga menjadi lemah tidak berdaya. Saat ini masyarakat hanya bisa beraharap proyek pindah ibukota bisa berimbas pada peningkatan kesejahteraan mereka dan bermanfaat untuk seluruh warga bangsa. Bukan proyek titipan daripara pemilik modal yaitu kaum oligard yang berkolaborasi dengan pihak asing untuk menguasai Indonesia.

Kiranya kekuatan rakyat saat ini sepertinya baru sebatas berbaik sangka. Meskipun begitu masyarakat perlu terus “berisik” supaya “agenda agenda aneh” penguasa di tengah pandemi ini tidak menjalar terlalu jauh dampak buruknya bagi rakyat Indonesia. Memang suara suara itu kadang tak ubahnya jeritan ditengah gurun sahara.Tapi pasrah menerima nasib bukan suatu sikap yang bijak tentunya sehingga sekecil apapun efeknya kita perlu terus bersuara.