Pengadilan Tribunal Sebut China Lakukan Genosida pada Muslim Uighur

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah China divonis melakukan kejahatan genosida terhadap muslim etnis Uighur dan minoritas lain di wilayah barat Xinjiang oleh Pengadilan Tribunal independen yang berbasis di London.

Tak hanya itu, Pengadilan Tribunal independen juga menetapkan Presiden China, Xi Jinping dan kepemimpinan senior lain di negara itu sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan pada kelompok minoritas Muslim tersebut.

Baca juga : China Gunakan Pasukan Hacker untuk Hadapi Ancaman Asing

"Pengadilan yakin kalau RRC (Republik Rakyat China) telah memengaruhi kebijakan yang disengaja, sistematis, dan terpadu dengan tujuan yang dikatakan `mengoptimalkan` populasi masyarakat Xinjiang, yang mana dimaksudkan untuk mengurangi populasi Uighur dan populasi etnis minoritas lain dalam jangka panjang yang dicapai dengan membatasi dan mengurangi kelahiran etnis Uighur," kata Geoffrey Nice, yang memimpin pengadilan pada Kamis (9/12), seperti melansir cnnindonesia.com..

Nice menambahkan, pengadilan yakin bahwa Presiden Xi Jinping, Chen Quanguo, dan pejabat senior lainnya di PRC dan PKC (Partai Komunis China) memikul tanggung jawab utama atas tindakan di Xinjiang."

Baca juga : Gabungkan Islam-Konghucu, Xi Jinping Ingin Buat Al Quran Versi China

Tak hanya itu, Nice menilai kekerasan yang terjadi kepada masyarakat Uighur di Xinjiang, termasuk penyiksaan dan pemerkosaan, merupakan akibat dari kebijakan politik, bahasa, dan pidato yang dipromosikan oleh Xi dan pemangku kebijakan China lain.

Pengadilan Uyghur non-pemerintah ini didirikan oleh Nice pada 2020 atas desakan para aktivis Uighur. Ia merupakan pengacara Inggris dan pengacara hak asasi manusia internasional.

Baca juga : Apa Dampak Pemerintah China Melarang iPhone Digunakan

Meskipun tak memiliki kekuatan untuk memberikan sanksi ataupun penegakan hukum, pengadilan ini berkomitmen akan bersikap independen dan membatasi diri untuk menghasilkan penilaian yang tak memihak.

Keberadaan Pengadilan Uighur sendiri mendapatkan kecaman dari China. Duta besar China untuk Inggris Zheng Zeguang menilai bahwa pengadilan ini merupakan bentuk manipulasi politik yang bertujuan mendiskreditkan Beijing.

"Organisasi ini dirancang untuk menodai citra China, menyesatkan masyarakat di sini (Inggris), merusak niat baik antara rakyat China dan rakyat Inggris, dan mengganggu kelancaran perkembangan hubungan China-Inggris," kata Zheng dalam konferensi pers pada September lalu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian menyebut pengadilan ini sebagai "sandiwara anti-China murni."

Kementerian Luar Negeri China di London juga menyebut pengadilan ini sebagai "alat politik yang digunakan oleh beberapa elemen anti-China untuk menipu dan menyesatkan publik. Ini bukan lembaga hukum. Juga tidak memiliki otoritas hukum," Kamis (9/12).

Kementerian tersebut mengklaim wilayah Xinjiang kini tengah menikmati kemajuan ekonomi, stabilitas sosial, dan solidaritas etnis.

Sebelumnya, ada seorang pria asal China yang mempublikasikan video yang diduga menunjukkan letak kamp penyiksaan etnis Uighur di Xinjiang. Video itu direkam oleh seorang pria asal China bernama Guangguan, yang dikabarkan pergi ke Xinjiang setelah membaca sejumlah artikel portal berita BuzzFeed News. Dalam portal berita itu, ada sebuah artikel yang memperkirakan sederet lokasi tempat kamp penahanan Uighur.

"Saya mengunjungi Xinjiang sekali pada 2019 dengan sepeda, tetapi tujuan kunjungan saya kali ini sangat berbeda. Saya membaca cerita di BuzzFeed News, di mana reporter mengidentifikasi banyak lokasi pusat penahanan di Xinjiang lewat perbandingan silang gambar satelit," kata Guanguan.

"Akibat regulasi pemerintah China, sangat sulit bagi jurnalis luar negeri untuk mendapatkan akses ke Xinjiang untuk melakukan wawancara. Saya berpikir, sementara jurnalis luar negeri tak bisa pergi ke Xinjiang, saya masih bisa pergi ke sana," tambah Guanguan, dikutip Deutsche Welle.

Tak hanya itu, kesaksian mantan detektif China terkait penyiksaan di Uighur juga muncul di media. Sang mantan detektif ini menggunakan nama samaran Jiang.

Ia menyebut para warga Uighur dipaksa keluar dari rumah mereka oleh polisi. Setelah menculik masyarakat etnis itu, para polisi menggunakan kekerasan dan pelecehan seksual untuk mendapatkan `pengakuan.`

Xinjiang merupakan daerah otonomi di barat laut China yang menjadi rumah mayoritas kaum Muslim Uighur, etnis minoritas yang diduga menjadi target pelanggaran HAM sistematis Negeri Tirai Bambu.

Beberapa laporan organisasi HAM internasional menuduh China menahan setidaknya satu juta etnis Uighur dalam penampungan bak kamp konsentrasi. Namun, pemerintah China membantah tuduhan itu dan menilai etnis Uighur merupakan ancaman terorisme dan separatis.

Pemerintah China mengklaim ada organisasi Pergerakan Islam Turkistan Timur (ETIM) yang merekrut etnis Uighur. Mereka juga menuduh kaum Uighur kembali ke China untuk berjihad.

Meski demikian, banyak pengamat yang mempertanyakan keaslian keberadaan ETIM.