Ahok Kritik BPK, Tokoh Papua: Urus DKI Saja Tidak Becus

Jakarta, law-justice.co - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengkritik peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pengawas keuangan negara, namun tidak ada pihak ketiga yang mengawasinya.

Menanggapi hal itu, tokoh Papua Christ Wamea menyindir mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Ia menyebut bahwa Ahok tidak becus mengurus DKI Jakarta dan Pertamina.

Baca juga : Reuni UII, Ketua MA Baca Puisi

Namun, kini Ahok malah mengurusi BPK. “Urus DKI saja tidak becus,” kata Christ di Twitter-nya, seperti dilihat pada Kamis (25/11/2021).

“Urus pertamina lebih tidak becus lagi. Ternyata hebatnya hy cuma bisa kritik lembaga lain,” kritiknya.

Baca juga : Permainan Mengagumkan, Timnas Indonesia U-23 Dapat Bonus Rp23 Miliar

Sebelumnya, Ahok mengkritik peran BPK sebagai pengawas keuangan negara, namun tidak ada pihak ketiga yang mengawasinya.

Pasalnya, apabila BPK sudah mengambil keputusan, maka tidak ada pihak yang berani melawannya.

Baca juga : Bobby Nasution Resmi Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

"Jadi semua putusan ada di BPK dan mereka dikasih undang-undang BPK itu, tidak boleh ada pihak ketiga melakukan perhitungan, dia putuskan A harus terima A, selesai Anda," kata Ahok mengutip CNNIndonesia, Jumat (19/11).

Ia bahkan mengungkapkan apabila ingin mengajukan keberatan, maka dapat diproses melalui badan kehormatan di BPK. Ahok menilai hal tersebut tidak adil karena keberatan diajukan kepada badan yang mengawasi kinerja BPK itu sendiri.

Akibatnya, terdapat oknum yang memanfaatkan celah tersebut. "Jadi, ada kesan begini `tenang kalo BPK sudah periksa dan dinyatakan tidak ada kerugian, aman lah kita," jelasnya.

Ahok, kemudian, menceritakan pengalamannya ketika dipanggil BPK terkait lahan untuk pembangunan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras saat dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Menurutnya, saat itu BPK mempertanyakan kerugian negara akibat membeli lahan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tinggi. Pasalnya, menurut BPK, seharusnya Ahok sebagai gubernur dapat menentukan NJOP dengan nilai yang lebih rendah.

"Dia mempersoalkan, kenapa Anda beli tanah dengan harga NJOP, sedangkan Anda seorang gubernur bisa menentukan NJOP berapa. Kenapa anda gunakan NJOP yang mahal, sementara di gang-gang belakang ada NJOP yang murah," jelasnya.

Ia pun membalas bahwa kewenangan menentukan NJOP adalah Kementerian Keuangan. Apabila harganya diturunkan ia menilai masyarakat di sekitarnya akan menuntut kebijakan tersebut.