Malapetaka Besar Intai Bumi, COP26 Sepakati Perjanjian Iklim

Jakarta, law-justice.co - Nyaris 200 negara menyetujui kesepakatan melawan perubahan iklim di akhir konferensi COP26 pada Sabtu (13/11/2021). Namun, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menanggap kesepakatan itu tak cukup untuk mencegah malapetaka akibat perubahan iklim.


Presiden COP26, Alok Sharma, mengumumkan kesepakatan tersebut di akhir konferensi, setelah perdebatan panjang karena China dan India memaksa agar bahasa yang digunakan saat membahas bahan bakar mineral diperhalus.

Baca juga : PBB: Butuh 14 Tahun Bersihkan Gaza dari Puing Imbas Agresi Israel

Ketika akhirnya semua negara sepakat, Sharma berkata, "Ini saatnya mengambil keputusan. Pilihan yang kalian capai sangat penting. Saya minta maaf prosesnya harus seperti ini. Saya sangat minta maaf."


Berdasarkan kesepakatan itu, negara peserta harus menepati targetnya dalam Kesepakatan Paris 2015 untuk membatasi peningkatan suhu hingga 1,5-2 derajat Celsius.

Baca juga : Palestina Dibatalkan Kembali keaggotaanya Oleh Amerika di PBB

Mereka juga harus menggalang dana untuk membantu negara-negara yang paling terancam berbagai masalah akibat perubahan iklim, seperti kekeringan, badai, hingga kenaikan permukaan air.

Pernyataan final ini juga memaksa negara-negara untuk mempercepat upaya untuk "menekan laju" penggunaan batu bara dan "menghapus" subsidi bahan bakar fosil yang tak efisien.

Baca juga : Indonesia Sesalkan Veto AS Jegal Palestina Masuk DK PBB

Kesepakatan itu juga mendesak semua negara memperkuat upaya pengurangan emisi gas dengan mengajukan rencana baru pada 2022 mendatang, tiga tahun lebih cepat dari yang disepakati di Paris.

Teks hasil COP26 itu juga mencatat "dengan penyesalan mendalam" bahwa negara-negara maju gagal menggalang US$100 miliar terpisah untuk membantu penanganan perubahan iklim yang mereka janjikan.


Namun, hasil kesepakatan ini mendesak negara-negara itu untuk memenuhi janji mereka hingga 2025 mendatang.

Negara-negara maju juga berjanji bakal menggandakan dana untuk membantu negara berkembang beradaptasi dengan kenaikan suhu hingga 2025.

Menanggapi hasil ini, para pemantau menyatakan bahwa kesepakatan tersebut masih jauh dari yang dibutuhkan untuk menghindari bahaya pemanasan global dan membantu negara-negara menangani bencana.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga berpandangan sama. Ia menyambut kesepakatan ini, tapi menekankan bahwa hasil konferensi COP26 ini tak cukup.

"Kita masih berhadapan langsung dengan malapetaka iklim," ucap Guterres.

Sementara itu, salah satu perancang kesepakatan Paris, Laurence Tubiana, mengaku kecewa dengan hasil COP26 di Glasgow tersebut.

"COP gagal memberikan bantuan langsung bagi orang yang menderita sekarang," katanya.